Konon ada sebuah kejadian mistis, roh seorang dukun beranak yang tidak sempurna. Mendatangi setiap warga dengan wujudnya seperti di kala dia hidup, terkadang membuat lupa jika Bu Inggit sudah meninggal ketika orang yang tak sengaja berpapasan dengannya. Kematian Bu Inggit yang tidak wajar masih menjadi misteri di desa, mungkin karena sebab itu rohnya masih gentayangan. Teror tidak berakhir, semua warga di sana menjadi tumbal, tidak akan ada yang lolos, seperti kutukan semuanya meninggal dan akan kembali ke tanah kelahirannya. kecuali, keluarga Asih yang berhasil melarikan diri ke kota 13 tahun berlalu teror itu datang menjadi bumerang untuk kehidupan keluarganya, bagaimana perjuangan Citra, cucu dari Asih yang tidak tahu apapun dan harus berjuang menanggung semua nya, berjuang untuk tetap hidup dan mencari sendiri jawaban yang tersembunyi. Apakah citra bisa melewatinya? Atau takdir membuatnya mati seperti yang dikatakan teror itu, jika tidak akan ada yang selamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Siti Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekacauan di pesantren
Di pesantren.
Matahari masih tinggi pada titik pusat rotasinya. Sedangkan semua orang mulai panik, pengajian yang dilakukan oleh semua santri dari pagi tiba-tiba menjadi kacau. Di pelataran pesantren yang jaraknya tidak cukup jauh dari desa BI Inggit, santri-santri mulai menunjukkan banyak keanehan. Pertama satu orang santri yang kerasukan dan seterusnya hampir semua santri yang jumlahnya tidak banyak mengalami kerasukan masal sampai pelataran pesantren penuh dengan para santri yang saling meraung dan tingkahnya tak terkendali.
Warga yang mengungsi di pesantren menjadi panik, satu sama lain saling bertanya bingung dengan kejadian yang menimpa semua santri, anehnya hanya warga dari pengungsian yang tidak sampai kesurupan masal. Untuk membantu pengurus pondok warga kompak menangani setiap santri di sana, hingga tidak memungkinkan ada kejadian buruk karena ulah santri yang mengamuk kesurupan.
Pak kyai dan beberapa orang ustad pengurus pondok, bergantian melakukan ruqyah untuk menyadarkan santri yang kesurupan, karena jumlahnya terlalu banyak sehingga membuat pak kyai kewalahan.
"Apa yang dia lakukan? Lihat!" Seorang berteriak melihat sikap aneh Ahmad saat itu, Ahmad putra dari almarhum Pak Bari. Membawa ekor ayam di tangannya dan sebelah tangan memegang golok.
Semuanya panik dengan sikap Ahmad, tapi kemudian Ahmad yang sudah tidak bisa bersikap normal karena mengalami gangguan jiwa, memotong ayam di tangannya sampai kepalanya putus di hadapan semua orang. Ekspresi Ahmad senang seketika. Sedangkan orang yang melihat Ahmad tampak panik dan karena terlalu aneh semuanya merasa takut.
Ahmad sengaja menampung darah ayam dengan tangannya, dia berlari kegirangan menghampiri semuanya yang panik, alhasil semuanya histeris.
"Astaghfirullah, Ahmad sudah duduk. Jangan! Kotor!" Ucap pak kyai segera menangani Ahmad. Ahmad tak menjawab melainkan membalas ucapan Pak Kyai dengan senang. Dia tetap berlari tak bisa dikendalikan dan karena orang-orang takut, malah membiarkan santri yang kesurupan ditinggalkan. Ahmad mengoleskan darah ayam segar itu. Ajaibnya dalam hitungan detik para santri yang Ahmad olesi darah ayam menjadi sadar.
Kelakuan Ahmad memang di luar kendali, entah apa yang dipikirkan Ahmad saat itu sampai semua orang melihat sikap Ahmad yang menyembuhkan santri.
"Astaghfirullah, Ahmad sudah cukup!" Pak Kyai terus berdoa dan menghentikan Ahmad. Melihat antusias warga pak kyai menjadi khawatir sekali, khawatir jika semua warga menjadi skeptis dan percaya bahwa yang menyembuhkan para santri adalah darah ayam, bukan karena tuhan semuanya yaitu Allah.
Ahmad sudah tenang lagi, dan tanpa disadari situasinya juga sudah tenang.
Maklum karena kewarasan Ahmad sudah tidak normal, pak kyai tidak bisa memarahi karena kelakuan Ahmad. Dia hanya bisa membuat Ahmad tetap ada di bawah pengawasannya dan mengajarkan mengaji juga meminta pertolongan sejatinya hanya pada Allah semata.
Santri dan semua warga kembali disarankan untuk masuk ke mesjid untuk menyambut adzan ashar. Begitupun Ahmad di bawah pimpinan Pak Kyai Ahmad bisa menurut dan tenang.
#####
Malam Hari.
Setelah adzan ashar berkumandang tadi, seterusnya listrik di pesantren belum juga menyala sampai malam hari ini. Sedangkan semuanya sedang khawatir menunggu cemas beberapa orang termasuk Pak Samsul dan Pak Ustad yang melakukan pencarian di desa sebelumnya.
Terutama istri Pak Samsul yang tidak berhenti berdoa memohon keselamatan untuk sang suami. Belum ada kabar dan tidak ada yang bisa dilakukan saat ini, di tengah-tengah kepanikan dan karena orang yang terbatas Pak Kyai tidak bisa mengutus orang lain terutama pengurus pondok untuk menyusul, sangat khawatir jika terjadi lagi seperti tadi.
"Sudah Bu, sabar! Pak Samsul pasti pulang bersama Pak Ustad!" Seorang menenangkan.
"Pak Kyai! Pak! Ahmad hilang!" Ucap seorang ustad datang dan langsung bicara hal buruk yang terjadi tentang Ahmad.
Pak Kyai diam, dia sadar jika kabar Ahmad hanya menambah kegelisahan semuanya.
"Pak! Ratih kesurupan!" Seorang santri berlari dari arah orang-orang berkumpul.
"Ayo cepat!" Seorang pengurus sudah datang dan ikut berjalan bersama seorang santri menuju tempat dimana ratih berada.
"Kok Ratih di dalam kamar. Apa tidak ikut pengajian tadi?" Tanya Pak ustad aneh karena diarahkan ke salah satu kamar santri.
Em .. "Tidak pak!" Jawabnya terlanjur sudah ketahuan berbohong.
"Astaghfirullah, apa yang kalian lakukan sampai tidak ikut pengajian tadi?" Kesalnya pak ustad.
Di dalam kamar Ratih tidak ditemukan di sana, entah kemana perginya sampai teman yang tadinya bersama Ratih langsung panik.
"Astaghfirullah... Gak ada." Ucapnya panik.
"Seger lapor Pak Kyai!" Ucapnya. Kemudian diikuti pengurus pesantren menuju kembali ke Pak Kyai.
Di tengah perjalanan tiba-tiba bau mayat menyeruak. Satu sama lain tidak ingin berprasangka banyak, apalagi harus memastikan sumber baunya.
"Hoeekk... Bau Pak!" Ucap santri itu.
"Jangan hiraukan! Cepat kita ke Pak Kyai!" Ucap pengurus pondok.
Dibalas dengan anggukan. Namun ketika berhasil melewati salah satu ruangan berkumpul matanya terbelalak karena baru saja menyaksikan sesuatu yang menakutkan.
"Pak! Pak!" Sayang sekali suaranya menjadi tidak bisa keluar. Pak ustad sudah lebih dulu berlari sedangkan dia seperti sesuatu menahan kakinya. Dari arah sudut matanya, dia masih enggan melihat apa yang ada di dalam ruangan itu. Karena pasti sesuatu yang sangat menakutkan. Hingga saat matanya melihat dengan terpaksa ke arah bawah, tepat di kakinya ada sesuatu yang sudah menahannya. Sesuatu yang tampak seperti tangan, hanya tangan saja tanpa ada bagian anggota tubuh lainnya.
Teriaknya kencang seketika, namun disayangkan karena tidak ada yang datang di sana. Dan sesuatu yang datang tanpa disangka adalah sosok Ahmad yang dikabarkan hilang tadi. Sorot mata Ahmad sudah berubah saat itu. Sorot matanya tajam dan perlahan mendekat, sedangkan yang paling menakutkan adalah sosok yang berdiri di belakang Ahmad. Entah seberapa besarnya sampai tidak bisa digambarkan.
Karena syok, semua kata-kata yang ingin diucapkannya terkunci rapat saat itu, matanya terbelalak jelas melihat Ahmad dengan sesuatu yang berada di belakangnya mendekat.
"AHMAD!" Teriakan Khas Pak kyai segera membuat kesadaran Ahmad kembali. Sekarang Ahmad sudah seperti seharusnya.
Karena sangat syok gadis yang mencari temannya yang hilang seketika pingsan.
Pak Kyai datang ke dekat Ahmad. Tatapan matanya bukan lagi fokus pada Ahmad, namun sesuatu yang ada di dalam diri Ahmad. "Sudah! Kamu harus selalu ikut bapak. Jangan seperti itu!" Dengan suara lembut pak kyai berbicara pada Ahmad.
Gadis yang pingsan dibawa oleh Bu ustad yang merupakan pengurus santri juga.
Pak Kyai memberikan tasbih yang dia kalungkan ke leher Ahmad. Sebenarnya itu sebuah belenggu bagi Ahmad, agar sesuatu yang mengikuti jiwanya tidak lagi seperti tadi.
Ahmad manut pada Pak Kyai, ikut kemana Pak Kyai pergi dari sana.
"Pak! Pak Kyai!" Seseorang panik berlari lagi ke arah Pak Kyai. "Pak ustad. Mereka sudah pulang!" Ucap Pak kyai. Seketika Pak kyai melihat ke jam dinding di sana yang sudah menunjukkan tengah malam.
Tak ingin menunda Pak Kyai cepat-cepat memburu kedatangan orang-orang.