Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Masa Lalu Pemenangnya
Ingin rasanya meluapkan amarah pada Brian saat ini juga tapi Maira harus bisa menahannya sampai laki-laki itu pulang.
Menunggu di depan gerbang tempat dia bekerja adalah cara Maira yang baik dan akan langsung memaksa Brian menghapus tato itu. Maira nggak mau nama itu jadi duri dalam hubungannya dengan Brian.
Setelah mendengar cerita dari Lek Nemi, Maira terus mencari nama Alaish di akun sosial media. Mau cari tahu seperti apa wujud Ala ini sampai membuat Brian nggak bisa lupain dia. Secantik apa gadis itu sampai membuat Brian tergila-gila. Bahkan sebodoh apa sih Ala ini sudah di selingkuhin tetap bertahan.
Maira pikir Ala itu gadis gila yang terobsesi sama Brian. Soalnya udah disakiti tetep nggak mau pergi tapi pada akhirnya Brian juga mencintai Alaish. Bahkan namanya terukir indah di dada laki-laki itu.
"Lho ngapain kamu disini?" tanya Brian heran.
Bukannya di sambut oleh senyuman dan keromantisan sedikit, malah di sambut wajah keheranan dan datar begitu. Ah, Brian memang nggak pernah romantis. Maira kadang kesal dengan sikap Brian yang cuek.
"Ayo, hapus tato kamu!" Maira langsung nangkring dimotor Brian. Melingkarkan kedua tangan pada pinggang laki-laki itu.
"Aduh, ini anak dibilangin ngeyel. Nanti aku hapus bukan sekarang! Aku antar kamu pulang aja," ucap Brian dengan kelembutan.
Nggak mau memarahi seorang perempuan apalagi di depan umum.
"Hapus terus ganti nama aku atau kita batal nikah!" ancam Maira.
Brian tidak menjawab dan terus melajukan motornya. Sepanjang jalan dapat cubitan sana sini dan omelan dari Maira tapi tetap tidak membuat Brian menuruti kemauan Maira.
Tidak ada seorang pun yang bisa membuat hati Brian luluh untuk menghapus nama Alaish di dadanya kecuali pemilik nama itu sendiri. Brian nggak mau kehilangan nama Alaish dihatinya meski orangnya pergi entah kemana.
"Udah ya, kamu istirahat aja di rumah. Seharian ini luntang-lantung nggak jelas kan pasti." Brian pun langsung pergi gitu aja setelah mengantarkan Maira sampai depan rumah.
Nggak mampir menemui calon mertua terlebih dahulu karena Brian sudah malas dan lelah. Maira selalu saja menyulut emosinya.
Bukan tidak menghargai perasaan Maira yang akan menjadi calon istrinya. Namun, berat bagi Brian untuk menghapus tato nama orang yang masih tersimpan dihatinya.
Masa lalu Brian belum habis, sementara cintanya sudah habis untuk Ala. Mencintai Ala secara ugal-ugalan. Dengan Ala, Brian menemukan kenyamanan yang berbeda yang bahkan tidak bisa Brian temukan pada gadis manapun. Berganti pasangan nyatanya tetap Ala yang ada dihati Brian.
"Terserahlah kalau tidak mau terima aku apa adanya ya udah," gumam Brian.
Menerima orang yang masa lalunya belum usai itu memang susah. Nanti giliran udah menjalani kehidupan yang bahagia terus Ala tiba-tiba datang merusak semuanya kan nggak bagus juga. Itu yang Maira takutkan tapi Brian tetap pada pendiriannya. Tidak mau menghapus nama Alaish dan menggantinya dengan nama Maira.
Sampai di rumah Brian merebahkan tubuhnya diatas kasur yang empuk. Menatap langit-langit kamar sambil membayangkan wajah Ala yang dulu.
"Kira-kira kamu seperti apa sekarang ya, La?" gumam Brian.
Senyum-senyum sendiri kayak orang stres. Maklum lah ditinggal Ala sudah membuat otak Brian agak gesrek.
Brian bahkan tidak peduli dengan kelanjutan hubungannya sama Maira. Kalau masih maksa hapus tato, Brian tidak akan tinggal diam. Lebih baik mundur kan daripada nanti kedepannya selalu ribut soal masa lalu. Padahal Brian juga nggak mempermasalahkan mantan Maira yang sampai saat ini masih ngejar-ngejar dia.
Brian tahu tapi Brian pura-pura nggak tahu dan diam aja. Biarlah kalau jodoh nggak kemana, sudah pasrah sama takdir tapi tetap berharap takdirnya berubah. Siapa tahu Tuhan mempertemukan kembali dengan Ala dan bisa hidup bersama.
***
Langit malam ini tidak menunjukkan keindahannya. Udara malam pun tidak seperti biasa, terasa dingin dan bulan tidak hadir menyinari malam. Mungkin cuaca mendung dan hujan sebentar lagi akan turun.
Tiba-tiba hati Brian terasa sakit, sedih dan entah perasaan yang aneh itu muncul saat Brian sedang asyik-asyiknya lihat film di aplikasi Facebook.
"Kamu sedang patah hati kah? Kenapa nggak mau temuin aku?" gumam Brian.
Yakin jika perasaan itu adalah rasa yang sama yang sedang Ala rasakan malam ini. Mungkin jauh disana gadis itu sedang terluka. Sehingga Brian bisa merasakan sakitnya. Jika dipikir secara nalar itu memang aneh, tapi memang begitu kenyataannya. Kadang Brian tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang tiba-tiba merasakan hal yang aneh.
Brian selalu mengaitkan dengan Ala. Semua yang Brian rasakan sedang Ala rasakan. Yakin jika ikatan batin mereka sangat kuat hanya saja jarak yang telah memisahkan mereka.
Lagi dan lagi ketenangan Brian harus terusik oleh panggilan dari Maira. Brian dengan malas mengangkat telepon dari Maira itu.
"Ada apa, Sayang," ucap Brian. Berusaha membuat hati Maira bahagia.
"Malam minggu! Kamu nggak mau ajak aku pergi?" tanya Maira dengan nada manja.
Brian mengusap wajahnya. Dia lupa kalau ini malam minggu. Pikirannya benar-benar kacau. Kepala ingin pecah hanya karena Ala. Segala cara sudah dia coba agar bisa melupakan Ala. Berusaha mencintai Maira tapi tetap saja bayangan Ala yang terlintas dalam pikirannya.
"Mau kemana, hm? Kamu siap-siap nanti aku jemput." Brian berusaha membuka hati untuk Maira mulai malam ini.
Pernikahannya tinggal beberapa bulan lagi, tidak mau membuat Maira sakit hati dan juga kecewa. Brian akan berusaha mencintai gadis itu dan membuatnya bahagia. Apapun akan Brian lakukan asalkan jangan menyuruh hapus nama yang sudah terukir indah dibagian dadanya.
"Nggak mau kemana-mana. Aku cuma mau kamu hapus tato nama itu dan ganti nama aku!" ucap Maira tegas.
"Sayang, dengar? Aku ini milikmu dan akan hidup bersamamu. Jadi jangan permasalahkan soal nama yang udah aku ukir ini. Dia hanya masa lalu aku dan kamu masa depan aku," ucap Brian. Menahan sakit karena tidak rela jika nama itu harus dihapus.
Maira yang kesal pun mematikan sambungan teleponnya. Sama-sama egois memang. Maira yang belum bisa menerima masa lalu Brian dan sementara Brian yang tetap pada pendiriannya untuk tidak hapus nama itu.
"Brian," panggil Bu Ranti, Ibu Brian yang tidak sengaja mendengar obrolan putra sulungnya.
Brian bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamar. Bu Ranti tersenyum hangat.
"Boleh Ibu bicara sebentar?" tanya Bu Ranti dengan lembut.
Brian mempersilahkan ibunya masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang. Dengan seksama Brian menatap wajah lelah Bu Ranti. Wajah yang dulu terlihat segar kini sudah sedikit memunculkan keriput karena usia semakin bertambah tua.
"Maaf, Ibu tidak sengaja dengar. Kamu sedang bertengkar dengan Maira?" Bu Ranti bertanya dengan perlahan, karena tahu bagaimana Brian jika sudah emosi.
Dia akan pergi dari rumah dan mabuk-mabukan. Bu Ranti lelah tapi mau bagaimana lagi? Brian memang susah dinasehati. Bu Ranti tahu penyebab Briannya berubah, andai saja Bu Ranti tahu keberadaan Ala ... Sudah Bu Ranti suruh datang dan meminta Ala agar merubah kebiasaan buruk Brian.
"Nggak apa-apa, cuma masalah kecil kok, Bu," jawab Brian dengan tenang meski hatinya diliputi kekesalan.
"Nama itu ya? Memang berat melupakan orang yang sangat kita sayangi, Brian. Terkadang cinta yang tulus itu harus menyakitkan dan tidak selamanya indah. Lebih baik kita dicintai, bukan? Jadi tidak akan lagi merasakan apa itu luka. Maira sangat mencintai kamu, jadi jaga dia meski dihatimu belum sepenuhnya untuk Maira. Ibu yakin hubungan kalian akan baik-baik saja jika kamu mau menurunkan egomu sedikit," ucap Bu Ranti.
Brian bergeming, mencerna ucapan Bu Ranti yang secara tidak langsung sama seperti Maira. Jika Brian harus menghapus tato nama itu.
"Nggak ada yang paham perasaan Brian rupanya ya?"
Brian mengambil jaket dan memilih pergi dari rumah untuk menenangkan hatinya. Tidak peduli dengan panggilan Bu Ranti dan terus mengejar Brian.
"Aku sudah katakan jangan pernah menyruhku hapus nama ini. Kenapa kalian tidak paham?" Suara Brian terdengar parau, menahan sakit hati.
Menghapus nama Alaish itu sama saja menghapus semua kenangan tentangnya. Sementara Brian berharap Tuhan akan mempertemukan mereka kembali bagaimana pun kondisinya.
Bersambung ....
Like, komen dan subscribe ya kakak-kakak syg ....
follow akun FB dan Ig yuk. disana sudah ada visual Alaish dan Briliand.
FB dan ig: Alaish Karenina
semangat kakak,
udu mmpir....
btw...ni pnglman pribadi y????
🤭🤭🤭