NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Bab 16 Bunga Keserakahan

Adiira bersimpuh hadapan Widia, tersenyum-senyum lah gadis itu sepuasnya usai memperoleh kekasih tercinta bangun dari hidup matinya. Dia mendongak menatap ke Adiira, tubuhnya kelihatan kurus kering, gadis ini masih merasakan kesedihan, dan memeluknya perlahan-lahan.

"Akhirnya kamu bangun," ungkap Widia.

Gadis ini kesulitan menahan kesadarannya terjaga hingga akhirnya dia terlelap, begitu pula Maira. Pembentukan jiwa bukan sesuatu yang dapat dilihat mahkluk fana. Itu terjadi setelah Aria memancing jiwa Adiira terbentuk, dia melepaskan kesadaran yang ditempelkan Adiira pada secarik kertas dan ketika terlepas itu akan menjadi bagian jiwanya meski hanya secuil.

Setitik jiwa itu membesar dan membentuk kembali jiwa Adiira. Sehingga akalnya dan hasrat yang merupakan pondasi roh keluar dari Widia, begitu juga Maira, karena itu mereka langsung kehilangan kesadaran sewaktu proses pemindahan jiwa ke tubuh aslinya. Adiira mulai menatap ke lingkungan, mendapati situasi kota hancur.

"Aku baru ingat menempelkan sedikit kesadaranku pada kertas dahulu, ternyata bapak menyimpannya sampai sekarang, kukira dahulu bapak menganggapnya lelucon."

Aria tersenyum hambar menjawab, "lagipula sihirmu itu bukan jenaka lagi, Adii."

Adiira terkikih pelan dan mengistirahatkan Widia di depan mobil. Dia menarik langkah, menjauhi mereka semua dengan gerakan kaki yang kokoh, tanpa disadari seluruh mahkluk Adiira sudah pulih dan mengenakan anting serta kemeja yang sebelumnya tercipta. Berjalan seperti seorang pejuang yang tidak takut akan sebuah kematian.

Mengesampingkan Adiira, dia menghampiri putrinya dan melihat kondisinya yang mengantuk berat saja. Pria ini menghela napas tidak terjadi apa-apa pada putrinya. Dia segera mengerahkan tentara, memberikan arahan untuk memberikan serangan habis-habisan, berpikir mungkin inilah saat yang tepat mengakhiri penyihir kecemburuan.

"Mumpung Adiira sudah ada," kata Aria.

Adiira mengamati angkasa, dia menilai ratusan Wyfern ini takkan kembali menuju sarangnya, raja mereka tampaknya sudah memerintahkan 'tuk berperang sampai memperoleh kemenangan. Meladeni tekad naga, Adiira mengambil sikap, meletakkan pedang di pundak kirinya dengan posisi merendah dan pandangan mendongak ke atas. Seperti sedang bersiap-siap untuk menerjang maju.

Lelaki itu menghirup udara, antingnya mulai diterka angin kencang yang mengelilingi selingkar badan. Batu-batu krikil yang kebetulan masuk. Terpotong-potong sehingga menjadi debu-debu kecil, semua objek apa saja yang memasuki jangkauan pasti tercabik-cabik, tanpa kecuali.

"Siapa saja yang menjajah wilayah ini 'kan menjadi bagian dariku, persiapkan dirimu, Wiraka ...." Kata Adiira.

Belum ada tanda-tanda divisi anti-penyihir ingin menarik kembali pasukan, angkatan udara militer tampaknya cukup merepotkan bagi Wyfern, kemauan mereka segera menciut sesudah separuh jumlah mereka dijatuhkan tanpa ada korban di pihak lawan mereka. Dengan adanya rencana saling bergantian, ketika amunisi habis atau bahan bakar, mereka segera digantikan pasukan lainnya.

"Jadi, ini cuma tentang persediaan yang semakin menipis ya?" Batin Adiira.

Para Wyfern yang kelihatan masih muda ketakutan untuk naik lebih tinggi, mereka memilih tempat-tempat yang tidak dapat dijangkau pesawat tempur, seperti celah-celah diantara dua bangunan dan melayang cukup rendah bahkan diantara mereka ada yang berjalan. Itulah yang diamati Adiira dalam puluhan detik, sekali pandang.

Tujuannya para Wyfern yang terbang rendah. Dia segera menjejakkan kaki, tanah sekeliling kaki yang dipijaknya tidak lama retak, sekelebat mata Adiira melompat bagaikan kilatan cahaya. Meninggalkan bekas kawah kecil di daratan. Dengan pasti seolah terbang mengarah ke musuh, menggerakkan tubuh di udara dengan bebas.

Wyfern mereaksi kehadiran Adiira, mereka berterbangan menuju lelaki itu seusai melihat mangsa mereka datang, bukannya kesusahan kedatangan para Wyfern memberikan dia kemudahan. Dia membunuh salah satu Wyfern, menebas kepala sekali ayunan, cepat memakai Wyfern lain dengan pijakan Adiira menanti momentum.

"Rasakan panasnya matahari," ucap Adiira.

Dia memutar tubuhnya, menggerakkan pedangnya dalam gerakan melingkar menciptakan serangan berbentuk bulatan. Tidak lama mengikuti lintasan garis yang dibentuk ujung pedang, api putih muncul dengan singkat, namun sebelum menyentuhnya dan merasakan panasnya dari jauh saja, Wyfern cepat menghadap kematian instan.

Tubuh meleleh meski jarak mereka sejauh belasan meter dan api itu hanya muncul sekejap, tetapi panasnya tidak main-main. Tidak lama Adiira melayang jatuh. Dia sudah tidak memiliki pijakan sama sekali, entah karena dia keterlaluan, sekarang para Wyfern terbang menjauhinya.

"...."

Giliran para Drake dan keluarga-keluarga naga lainnya itu dikeluarkan Wiraka, tampaknya dia bersungguh-sungguh dalam mempublikasikan keberadaan mereka. Dari angkasa Adiira bisa melihat Lindwurm serta Salamander juga ada, mereka sepertinya mahkluk yang tidak bisa diandalkan untuk bertarung bahkan mereka agak lambat.

Adiira mendarat turun ke tanah, dengan pendaratan yang tidak sempurna, kakinya patah sesudah bertumpu pada kedua kakinya. Satu milidetik Adiira bangun tanpa cedera yang kelihatan, sudah seperti tidak kenal kematian, Adiira berlari seolah-olah tak terjadi apa-apa menerjang musuh.

"Gerakan beruntun..."

Widia yang sempat menoleh kekasihnya tadi jatuh tanpa perlindungan apapun jadi ketinggian, cemas dan panik, dia nyaris saja menangis mengetahui bagian bawah tubuh laki-laki itu hancur seketika dan pulih seketika. Dia menunjukkan kejengkelan mendalam, Adiira seperti kelihatan tak punya perasaan tuk mengira-ngira sesuatu.

Hydra memerlukan waktu untuk menyemburkan api dan menghentikan semburan, begitu juga para naga lain, mereka takkan bisa memburakan api secara instan atau mendadak. Adiira memanfaatkan kesempatan, sewaktu Hydra menarik napas dan mengumpulkan panas dalam rahangnya, Adiira sudah sampai di depan kedua kakinya.

Lekas melancarkan lima tebasan berenteng-renteng, dia menarik kembali pedang ke belakang, memfokuskan kekuatan untuk melakukan tebasan tunggal berkekuatan tinggi. Kelima tebasan itu, hanya seperti goresan tanda supaya Adiira tidak salah dalam membidik, dia sekarang mendorong maju pedangnya bersama kekuatan penuh.

Bilah pedang Adiira menembus masuk dada Hydra, tidak lama kemudian naga kepala tiga menjeda pengisian dan mengalihkan perhatiannya. Kepala paling kiri mencoba memakan dirinya, Adiira menusuk kepala Hydra seketika mendekat dengan kecepatan penuh, bersamaan dengan itu, pedangnya mengeluarkan api putih yang melelehkan.

"Matilah..."

Kepala Hydra lain memekik kesakitan selepas kepala lain melebur karena panas. Mereka pastinya membagi rasa sakit, Hydra pun kini menjadi agresif lantaran kepala lainnya tewas, tidak lama kemudian Adiira menyarungkan pedang dan menggantungnya di pinggang belakangnya selagi dirinya menghindari perilaku ganas Hydra, selayaknya melawan seseorang yang sifat barbar sekali.

Dia membulatkan sekumpul cairan merah menjadi suatu kelereng kecil, menekan hingga menjadi bentuk terkecil, Adiira menghindar dan terus menghindari serangan Hydra. Mungkin karena Hydra kelelahan. Sayapnya mulai merekah, memperluas hingga ia menggerakan sayapnya.

Mendadak darah-darah yang menggenang di reruntuhan dari warga hingga Drake sekelilingnya menguap, tidak menunggu asap muncul, kabut tebal memenuhi area sekitar Adiira berdiri. Awan lembab yang melayang di dekat permukaan tanah itu menyatu dengan Adiira, tidak lama seusainya kehadiran Adiira serasa lenyap seketika.

Sekonyong-konyong Adiira muncul secara misterius, dia keluar dari kabut tebal, persis di depan tanda yang dibuatnya tadi. Dia segera memasukan benda kelereng ke dalam daging Hydra, melewati luka dari tebasan acak yang dibuat Adiira sebelumnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!