NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Lewat tengah hari yang terik, akhirnya Kanaya terbangun dari mimpinya yang panjang. Dia terbangun dengan tubuh yang terasa pegal sekaligus nyeri luar biasa terutama di daerah pangkal pahanya.

Saat dia terduduk di atas ranjang, Kanaya teringat jika dirinya telah kehilangan mahkotanya hari ini. Wajah Kanaya tersenyum bangga meski kedua matanya masih tertutup rapat. Meski dia bukanlah seorang wanita yang berpengalaman di atas ranjang, setidaknya dia telah membuat Adnan melakukan penyatuan bersamanya berkali-kali.

Padahal dari awal Adnan selalu mengejek tubuhnya yang terbilang kurus, namun ternyata kurus tak menjadikan halangan untuk memuaskan hasrat seorang lelaki.

Bunyi perut di Kanaya terdengar nyaring. Itu karena dia belum memakan makanan apapun sejak dari pagi tadi. Jadi dia mencoba beranjak dari kamar hendak menuju ke kamar tidur untuk membersihkan diri.

Selang beberapa menit kemudian, Kanaya keluar kamar masih mengenakan handuk di atas kepalanya namun sudah berpakaian rapi. Saat menutup pintu kamar, samar-samar dia mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap di dapur.

Perlahan Kanaya melangkahkan kakinya menuju ke dapur sambil menerka-nerka siapa yang sedang berada di dapur. Langkahnya begitu pelan karena rasa nyeri di bagian selangkangan akan terasa jika dia mencoba menggerakkan kakinya.

"Kenapa gak mencoba nambah istri aja sih, Nan?"

Kanaya menghentikan langkahnya di depan pintu dapur saat mendengar suara wanita asing yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Dari pintu itu juga, Kanaya menengok untuk melihat siapa wanita tersebut. Wanita itu duduk bersebrangan dengan Adnan. Kanaya hanya mengetahui wanita itu dari rambutnya saja yang digelung ke atas karena wanita itu duduk membelakangi pintu dapur.

"Hush, mama gak boleh bilang gitu! Vania lagi dirawat di rumah sakit, Ma. Gak baik bilang kayak gitu pas dia lagi sakit." Adnan menegur mamanya yang kelewatan saat bicara. Mulutnya terlihat penuh dengan sandwich yang dibuat oleh mamanya.

"Ya habisnya kalian udah nikah lama tapi gk segera punya anak juga. Mama kan udah kepengen denger suara bayi nangis di rumah ini. Kalau misal Vania gak bisa ngasih kamu keturunan, kalian kan bisa progam bayi tabung atau nyari istri lagi."

"Kan mama tahu sendiri kalau Vania itu ada sakit jantung, jadi gak bisa sembarangan punya anak. Kalau dia bisa hamil itu nanti dia resiko. Aku gak mau kalau terjadi apa-apa dengan Vania, Ma. Aku sangat mencintainya. Soal bayi tabung, kita dah pernah lakuin itu tapi selalu berujung gagal."

Entah mengapa, perasaan Kanaya seperti terluka saat mendengar pernyataan Adnan soal istrinya, Vania. Padahal, mereka baru saja selesai melakukan penyatuan. Kanaya seperti menganggap bahwa dia hanya dijadikan sebagai pelampiasan saja oleh Adnan.

'Tapi kan, aku di sini emang cuma dijadikan alat penampung benih aja,' batinnya merasa perih.

"Loh, Nay? Ngapain diem aja disitu?" Adnan menyadari Kanaya yang hanya berdiri diam di ambang pintu dapur.

Mama Adnan pun ikut melihat ke belakang, wajahnya sumringah mendapati Kanaya yang sudah lama tidak dilihatnya. "Kanaya? Kok kamu ada di sini?"

Kanaya yang dipanggil pun berpura-pura memasang wajah datar, enggan menampakkan hatinya yang tengah terluka. "I-iya, Tan. Sekarang aku tinggal di sini."

"Ayo sini masuk dulu, kita ngobrol bareng bertiga di sini," ajak mama Adnan yang bernama Putri.

Mau tak mau Kanaya masuk ke dapur dan duduk di kursi makan bersebelahan dengan Putri. Dia menundukkan kepala, enggan bertatap muka dengan Adnan yang sedari tadi terus menatapnya.

"Kamu apa kabar, Nay? Udah lama gak ketemu ya," tanya Putri dengan hangat. Dirinya memang menyukai Kanaya yang selalu bersikap apa adanya dan tidak berlebihan. Beberapa kali dia bertemu dengan Kanaya saat dia mengunjungi rumah besan.

"Baik, Tante." Khas Kanaya sekali. Selalu menjawab singkat jika belum terlalu mengenal dengan seseorang.

Putri tersenyum tipis melihat penampilan Kanaya yang seperti berubah. Baju yang dikenakan Kanaya terlihat indah dan ber-merk. Wajahnya dan kulitnya terlihat bersih, lalu Putri menatap heran pada leher Kanaya yang terdapat bekas merah di sekitarnya. "Lehermu kenapa, Nay?"

Kanaya tersentak, merasa bingung dengan pertanyaan Putri. Dia tak tahu di lehernya ada apa karena sedari mandi tadi dia sama sekali belum melihat pantulan dirinya di kaca. Dia pun mengusap lehernya sambil bertanya, "Memangnya leherku kenapa, Tan?"

"Kayak habis-"

"Itu alergi kayaknya, Ma," sahut Adnan memotong ucapan mamanya.

"Alergi apa memangnya? Kok cuma di leher aja?" Putri menyipitkan matanya, menatap curiga pada Adnan yang seperti salah tingkah.

"Ya, ya aku gak tahu. Kan yang alergi Naya bukan aku." Adnan membuang wajahnya, enggan menatap wajah mamanya yang penuh curiga.

"E... aku gak alergi kok, Tante." Kanaya melihat Adnan yang salah tingkah. Dia sepertinya mengerti bekas merah apa yang ditanyakan oleh mamanya Adnan. "Ini tadi malem kena nyamuk aja. Soalnya banyak nyamuk dari taman. Sebenarnya banyak bagian yang kena nyamuknya, cuma yang kelihatan hanya ada di bagian leher aja."

"Oh gitu, pantes sampai merah-merah gitu." Putri meraih sepiring berisi beberapa potong sandwich lalu menyodorkannya ke Kanaya.

"Makan, Nay. Ini tadi pagi tante yang bikin pas di rumah."

"Iya, Tan. Makasih." Kanaya yang lapar pun dengan lahap memakan sandwich buatan putri.

"Kenapa sekarang kamu tinggal di sini, Nay?" tanya Putri.

"Emm..." Kanaya nampak berpikir sembari menatap Adnan yang nampak santai menghabiskan sisa sandwich nya. "Karena disuruh Mas Adnan, Tante."

Adnan yang mendengar pun tersedak makanannya hingga terbatuk-batuk. Dengan panik dia beranjak dari kursi dan mengambil segelas air lalu meminumnya dengan tergesa.

Kanaya menahan tawanya. Sengaja dia mengerjai Adnan karena merasa kesal melihat kelakuan Adnan yang seperti biasa saja setelah penyatuan mereka tadi pagi. Sedang Kanaya saja terus menerus merasa grogi.

"Kamu kenapa sih, Nak? Sampai kesedak makanan gitu? Makanya hati-hati dong," ujar Putri nampak khawatir melihat kedua mata Adnan yang memerah.

"Maksud aku tadi di suruh Mbak Vania, Tante. Dia kepengen aku gak terlalu jauh saat berangkat kuliah nanti. Selain itu, di sini aku juga bisa membantu Mbak Vania mengurus rumah," jelas Kanaya pada Putri.

'Sama ngurus suaminya juga.' Tentu saja kalimat selanjutnya hanya berani di ucapkan Kanaya dalam hatinya.

Kanaya sudah bisa berasumsi bahwa mamanya Adnan belum mengetahui tentang pernikahan diam-diamnya dengan Adnan. Makanya Adnan terlihat panik jika Kanaya membicarakan pada mamanya perihal pernikahan mereka.

"Oh gitu, bagus deh. Rumah akan jadi lebih terurus juga karena Vania kan lemah jantungnya. Jadi gak bisa bersih-bersih rumah dengan baik. Padahal tante udah nyuruh dia buat sewa pembantu aja, tapi dianya malah nolak dengan alasan ini-itu. Toh tante bilang gitu kan untuk kebaikan dia juga." Putri berbicara Vania dengan wajah yang terlihat dongkol. Seolah dia memang sudah memendam kekesalan itu selama ini.

"Sudah ah, mama jangan ngomongin kejelekan Vania terus. Ingat, dia itu lagi sakit, Ma," cecar Adnan.

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!