🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#11
#11
Hilda memandang wajah tenang Ammar, bayi itu tertidur lelap dalam pelukan Hilda, "Nak… mulai sekarang kita hanya berdua, tapi Bunda janji akan melakukan yang terbaik untukmu, semua yang terbaik akan Bunda berikan padamu Nak," monolog Hilda.
Setidaknya kini Hilda punya pekerjaan yang cukup menjanjikan, walau bukan kerja kantoran, tapi jika suatu saat Catering yang kini ia kelola dengan bantuan Bu Ratih sukses, hasilnya mungkin akan mengalahkan gaji pegawai kantoran.
“Mas Irfan, maaf karena sudah merepotkanmu, tapi aku janji, akan segera melunasi semua hutang biaya Rumah Sakit padamu.”
Irfan yang saat ini ada di kursi depan, hanya tersenyum, yah… mereka tak hanya berdua di dalam mobil, ada Pak Han yang menjadi penengah diantara mereka. “Jangan terlalu memikirkan uang itu, karena sejatinya itu hanya uang titipan Allah, jadi sudah sepantasnya aku menggunakan uang itu untuk membantumu.”
“Tapi 15 juta bukan uang yang sedikit, Mas,” biaya Rumah Sakit membengkak, karena Ammar harus berada di Inkubator selama 3 hari, untuk keperluan monitoring kesehatannya karena lahir terlalu cepat dari perkiraan Dokter.
“Itu tak seberapa Hilda, jika dibandingkan dengan binar bahagia di mata Ibuku, sudah sangat lama ibu mendambakan seorang cucu yang belum bisa ku persembahkan. Anggap saja uang tadi adalah harga membeli kebahagiaan Ibu, karena sudah terlalu lama aku membiarkannya seorang diri tanpa ada anak yang seharusnya berbakti dan menemaninya di masa-masa tuanya.”
Hilda terdiam, sungguh cinta yang indah, dua orang yang selama bertahun-tahun kesepian karena keadaan yang memisahkan mereka.
Dan kini setelah kembali, Irfan seolah ingin tulus menunjukkan baktinya pada sang Ibunda.
“Aku bukan siapa-siapa tanpa Ibuku, aku ingin seperti Uwais Al-Qorni, yang hanya ingin mendapatkan ridho dan doa Ibunya, agar kelak bisa mencium harumnya aroma surga.”
“Gak usah heran gitu Mbak, sejak dulu Den Irfan memang begini Mbak, ringan tangan dan suka menolong. Jika seandainya di tengah jalan ada jambret ngaku kehilangan duit sekoper juga, pasti bakalan di ganti sama Den Irfan Mbak.” Kelakar Pak Han, menanggapi ketulusan hati Irfan yang mulai membuat Hilda berkaca-kaca.
“Hahaha Pak Han bisa saja, iya habis itu sekalian saja ku antar dia ke polisi.” Balas Irfan.
.
.
Hari ini Aldy bangun kesiangan, Widya sengaja tak membangunkannya, karena semalam Aldy terlihat sangat kesakitan.
Aldy masih bersandar di headboard tempat tidur. Pikirannya menerawang, mencoba mengingat kembali mimpinya semalam.
Dalam mimpinya, ia melihat Hilda dengan wajah teduh, namun matanya menatap penuh amarah kepadanya, Hilda berdiri tak begitu jauh darinya, memeluk sesuatu di dadanya, Aldy tak tahu apa yang tangah Hilda peluk.
Sekuat tenaga Aldy berjalan ke arah Hilda, namun tak jua ia bisa mendekati Hilda, padahal Aldy sudah merasakan lelah di kedua kakinya. Bahkan dengan berlari sekalipun, Aldy masih tak mampu mendekati Hilda.
Padahal Aldy ingin menyapa, bahkan meminta maaf pada mantan istri nya tersebut.
Wanita yang telah ia sakiti teramat dalam, padahal selama menjadi istrinya perhatian Hilda tulus tanpa cacat sedikitpun.
“Hilda…”
Hanya itu kalimat yang mampu Aldy ucapkan.
“Selamat tinggal Mas, Jangan pernah berharap bertemu denganku, karena aku tak pernah berharap lagi bertemu denganmu di dunia ini. Tapi kelak, jika Allah menghendaki pertemuan kita, aku harap Mas tak menyesali keputusan yang pernah Mas ambil.”
“Hilda … !!!” Teriak Aldy sekeras ia bisa, ia bahkan berlutut sambil menangis. Mencoba mengucap maaf namun lidahnya kelu tak dapat digerakkan.
Detik berikutnya, sosok siluet hitam menghampiri Hilda.
Hilda bahkan tersenyum, melihat kedatangan siluet tersebut.
Siluet -yang Aldy perkirakan sebagai sosok pria- tersebut, membawa Hilda ke pelukannya, tersenyum bahagia, kemudian mereka berjalan menjauhi Aldy.
Melihatnya saja membuat Aldy merana, rasanya sungguh tak rela, terasa ada yang dirampas paksa dari dirinya.
Aldy kembali bangkit dan berlari, bahkan dengan keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya, namun ia tak jua mampu mengejar kepergian Hilda dan pria tersebut.
Sejuta tanya masih menanti jawab ketika Widya masuk ke kamar membawakan semangkuk bubur ayam untuk Aldy, Walau sebenarnya ia masih dongkol setelah kejadian semalam, tapi karena menjalankan kewajiban sebagai istri, maka Widya melakukannya, walau enggan.
Widya meletakkan nampan di nakas, ia meraba kening Aldy, suhu tubuh pria itu sudah kembali normal, “sudah tidak demam seperti semalam. Mas mau sarapan sekarang?” tanya Widya tenang, sesungguhnya dadanya bergemuruh menahan cemburu.
“Terima kasih sayang.”
Widya menatap wajah Aldy yang berusaha tersenyum ketika berhadapan dengannya.
“Suapin dong…” Pinta Aldy manja, sekujur tulangnya masih terasa pegal dan nyeri, karena semalam beberapa jam menahan kesakitan.
Widya melotot, bayangkan saja, rasa cemburunya saja belum lagi terobati, kini Aldy sok sok an bermanja terhadapnya.
“Wie … kok melamun?”
“Bukan melamun, tapi kesel.” Widya tak mampu lagi menyembunyikan kekesalan hatinya.
“Kesel karena??”
“Mas, lupa? Atau pura-pura lupa?”
“Kamu ngomong apa sih? Mas gak ngerti lho Wie…” Sanggah Aldy yang memang belum mengetahui penyebab amarah istrinya.
Kedua mata Widya menatap tajam wajah kusut Aldy yang baru bangun pagi itu. Sungguh ia masih teramat mencintai Aldy sejak dulu hingga kini, saking posesif nya, ia rela melakukan berbagai cara agar Aldy melupakan mantan istrinya, dan hanya melihat dirinya sebagai satu satunya wanita dalam hidup Aldy.
“Apa aku tak menarik lagi di matamu, hingga dalam tidurmu pun kamu meneriakkan nama Hilda?”
Deg
Aldy menelan ludahnya dengan susah payah, filling wanita memang benar-benar kuat, mereka bahkan tahu apa yang diimpikan pasangannya. “Aku tak mengerti apa yang kamu katakan, sayang…” Elak Aldy.
Air mata Widya mengalir, “aku tetap menjaga perasaanku untukmu, walau aku berada di sisi pria lain, segera setelah suamiku meninggal, aku bergegas lari ke pelukanmu, bahkan mengabaikan gunjingan tetangga ku, berusaha menulikan telingaku, ketika tetangga di rumah lamamu membanding-bandingkan aku dengan mantan istrimu, bahkan kini aku mewujudkan keinginanmu untuk memiliki keturunan, tidakkah itu cukup untuk membuktikan cintaku, tapi… tapi… kenapa dalam tidurmu, kamu masih meneriakkan nama Hilda, hatiku sakit Mas… sungguh…”
Aldy merengkuh Widya ke pelukannya, ia tak bermaksud menyakiti sang istri, tapi ia sendiri mulai bingung dengan dirinya sendiri, selama menjalani biduk rumah tangga bersama Hilda, ia bener-bener tak bisa mencintai wanita itu, tapi kenapa setelah berpisah, rasa kehilangan ini semakin nyata, mencabik relung hati dan jiwanya. Bahkan tiba-tiba saja ia teringat betapa pilu dan getirnya suara tangis Hilda ketika ia mengatakan keinginannya untuk kembali menikahi mantan kekasihnya.
“Maaf sayang, maaf jika kejadian kemarin malam membuatmu tersinggung, tapi sungguh aku tak ingat apa yang ku impikan semalam.”
Mau bagaimana lagi, saat ini, berbohong adalah satu-satunya jalan ninja teraman.
“Mas bohong lagi kan?”
“Nggak sayang, sungguh, bagaimana bisa Mas berbohong, sementara kini hari-hari Mas lalui dengan perasaan bahagia, karena sebentar lagi kita menyambut buah hati kita yang pertama, seorang putri kecil yang akan mewarnai dan meramaikan rumah tangga kita.”
Jawab Aldy semakin mengeratkan pelukannya.
"Hilda… sampai mati aku akan menanggung rasa bersalahku padamu, maafkan aku karena selama menikah denganmu, aku tak pernah bisa mencintaimu. Ku harap kamu bertemu lelaki baik yang bisa menjaga dan mencintaimu sepenuh hati, dengan begitu rasa bersalah ini akan sedikit berkurang.
Sepenuh hati aku berterima kasih untuk cinta dan pengabdianmu selama menjadi istriku, tapi aku tak mungkin kembali padamu…" monolog Aldy dengan semburat kesedihan yang kian pilu.
Tapi keputusan sudah ia pilih, kini pernikahan dengan Widya pun sudah berjalan hampir satu tahun, nafkah untuk Hilda tetap ia berikan hingga kini entah sampai kapan, mungkin hingga Aldy yakin dan melihat sendiri kebahagiaan Hilda dengan suami baru nya, barulah ia berhenti memberikan nafkah lahir untuk mantan istrinya tersebut.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg