Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Papa Balu (Sedikit Revisi)
Rasya yakin, Zeedev telah merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan Rasya dan Akina. Bisa jadi, setelah mengetahui kebenaran yang ada, Zeedev juga akan mengobrak-abrik hubungan Rasya dan Irene. Terlebih bagi Rasya pribadi, apa yang ia lakukan kepada Irene dan anak-anak mereka memang sangat keji.
“Harusnya bukan masalah besar. Karena andai mereka sampai mengusut surat-surat pernikahan, semuanya palsu. Termasuk andai masih ada foto yang tertinggal, aku sudah menceraikan Akina dan itu sudah sangat cukup untuk memutus hubungan kami. Benar-benar tidak ada yang bisa diproses secara hukum oleh mereka. Andai sampai ada, aku cukup memutar balikkan fakta dengan menyalahkan Akina. Iya, ... semuanya bisa diatur!” batin Rasya merasa risih dengan perhatian orang-orang kepadanya setelah apa yang Zeedev lakukan kepadanya.
Meski rapat tengah berlangsung, ada saja saat-saat di mana mata tertuju kepada Rasya dengan tatapan berbeda. Seolah, apa yang Zeedev lakukan merupakan borok untuk Rasya. Padahal Rasya paham, sebenarnya rekan-rekannya juga sama saja dengannya. Cuman, rekan-rekannya belum sampai ketahuan. Itulah mengapa meski mereka sudah tahu, mereka tak akan ambil pusing apalagi sampai ikut campur. Toh, asal Rasya masih bekerja dengan semestinya, urusan di luar pekerjaan termasuk itu urusan pribadi, bukanlah hal yang perlu diributkan dalam dunia bisnis. Kecuali, jika Rasya justru bermasalah dengan atasan apalagi bos besar. Karena ketika itu terjadi, keadaan memang sudah bisa dipastikan tidak baik-baik saja.
“Level kekayaanku dan Zeedev sama saja. Begitu juga dengan keluarga Akina dan Irene. Orang gila mana yang mau memberi panggung apalagi dukungan, andai hubunganku dengan Akina dan juga anak-anak, diungkap?” pikir Rasya lagi.
Padahal sebelumnya Rasya baru saja meyakini, bahwa semuanya masih terkendali. Bahwa dirinya masih bisa mensiasati. Namun, meski Rasya hanya diam dan sebisa mungkin berusaha tenang, pada kenyataannya Rasya justru ketakutan sendiri. Bukan karena Rasya merasa berdosa kepada Akina dan anak-anak mereka setelah apa yang ia lakukan. Melainkan karena Rasya takut pada apa itu yang dinamakan kekuatan viral! Bagi Rasya, Akina dan anak kembar mereka tak ubahnya bom waktu yang bisa meledakkannya kapan saja.
“Mungkin enggak ada salahnya jika aku tetap menjaga hubungan baik dengan Akina. Minimal, aku cukup mentransfer sejumlah uang dengan dalih sebagai nafkah. Harusnya seperti itu sudah cukup menjadi bukti, bahwa aku masih bertanggung jawab. Dengan begitu juga, mereka tak bisa asal menyikutku!” pikir Rasya yang kemudian maju untuk menjalani presentasi. Sampai detik ini setiap perhatian di sana kepadanya, masih terbilang berlebihan.
••••
“Setelah kami amati dalam beberapa hari terakhir, target selalu pergi bekerja dengan kedua putrinya. Target mengemudikan mobilnya sendiri. Jadi, hari ini juga kami akan memberikan kabar kematian mereka kepada Anda,” ucap seorang pria dari seberang sana mengabarkan kepada Irene melalui sambungan telepon.
Irene yang awalnya tiduran dengan lesu dan benar-benar tak bersemangat di ranjang rawatnya, langsung jadi bersemangat. Senyum cerah menghiasi wajah Irene yang tetap dipoles rias meski kini, wanita itu tengah menjadi salah satu pasien tetap di sebuah rumah sakit elite.
Melalui hamparan kaca di depan sana yang tak tertutup gorden, Irene mendapati suasana yang mulai petang. Sudah waktunya jam pulang, dan otomatis, kabar yang baru saja ia dengar benar-benar akan terjadi. Akina dan kedua putrinya akan segera dieksekusi. Entah langsung meregang nyawa, atau malah berakhir cacat. Irene sungguh tidak sabar menunggu kabar lanjutannya.
Di tempat berbeda, di depan perusahaan gedung pencakar langit, Akina dan kedua putrinya melangkah keluar. Beberapa dari mereka tersenyum memperhatikan si kembar. Semuanya kompak memuji bahwa si kembar sangatlah cantik sekaligus menggemaskan. Apalagi setelah foto si kembar menjadi bagian dari aktivitas sang opa, Aqilla dan Asyilla mendadak jadi artis cilik dadakan.
“Mama, enyapa angitnya elap?” tanya Aqilla. “Ini udah mayam?” Ia makin sibuk menengadah hanya untuk mengawasi sekitar.
“Aku enggak mau puyang ... ada petil! Aku takut!” manja Asyilla sambil mendekap pinggang sang mama.
Seperti biasa, kali ini mereka kembali menghabiskan waktu mereka bertiga. Formasi yang belum berubah meski hari sudah menjadi minggu dan bulan-bulan juga berlalu. Sungguh masa-masa yang sangat berat.
Akina yang masih berdiri di depan pintu masuk belum sempat menenangkan kedua putrinya, tapi Aqilla sudah mengabarkan bahwa di antara langit yang mendung di depan sana, ada pelangi.
“Wah ... antik anget elanginya!” Asyilla dan Aqilla kompak bahagia. Keduanya berpelukan berbagi senyum sekaligus kebahagiaan mereka. Kedua mata lebar keduanya menatap hamparan pelangi di depan sana penuh binar bahagia.
Menyaksikan itu, Akina refleks tersenyum lega. “Apa pun yang terjadi, pelangi memang selalu bisa kita miliki, asal kita menyadarinya. Karena di langit yang mendung sekalipun, pelangi tetap bisa hadir memancarkan kecantikannya. Sebelum detik ini, Mama selalu marah ke Allah karena Allah terus saja memberi Mama cobaan. Namun setelah melihat kebahagiaan kalian sekarang, ... mama menyadari bahwa kebahagiaan kalian yang merupakan pelangi keabadian bagi Mama!” lembut Akina yang sudah jongkok di hadapan putrinya. Ia sengaja menyelaraskan tinggi tubuhnya dengan kedua putrinya, sembari terus menatapnya penuh cinta.
“Mama, ... emangnya kita enggak bisa baleng-baleng sama papa lagi?” tanya Aqilla. Matanya menjadi sendu dan menebarkan kesedihan pada kedua mata Akina yang tengah ia pandang.
“Alo emang ndak bica, enapa enggak cali papa balu saja?” sergah Asyilla sangat bersemangat.
“Iya, cali papa balu caja! Asa kita enggak puna papa, cementala papa cama ante Ilene. Cementala yang lain macih puna papa!” timpal Aqilla tak sabar untuk punya papa baru.
Aqilla dan Asyilla sepakat, jika memang Rasya tak bisa mereka harapkan lagi, mereka ingin papa baru. Papa yang lebih keren, lebih sayang juga kepada mereka. Tentunya, papa yang tidak bisa direbut lagi oleh ante Ilene.
“Ya Allah, kenapa anak-anakku mendadak ngebet minta papa baru?” bingung Akina. Lebih bingung lagi, nomor baru yang seharian ini menghubunginya ternyata Zeedev. Fatalnya, Akina sengaja mengeraskan volume suaranya hingga suara Zeedev terdengar si kembar.
“Itu papa balu, kan?” heboh si kembar.
Di dalam mobil, Zeedev yang sedang menyetir dan memang baru pulang kerja, langsung kikuk. Ia bisa mendengar kehebohan si kembar yang tampaknya mengiranya sebagai papa balu.
“Ini apa maksudnya, papa balu papa balu. Sebenarnya aku bisa tanya ke Dharen, tapi mulut sama cara pikir Dharen kan sesat. Ya memang jadi enggak ada pilihan terbaik selain langsung tanya ke Akinanya. Tapi kok, aku jadi sengebet ini cari kebenaran tentang Akina ya?” pikir Zeedev jadi bingung sendiri. “Iya, enggak apa-apa. Belum lebaran enggak usah minta maaf,” ucap Zeedev membalas permintaan maaf dari Akina. Mereka masih terhubung dalam sambungan telepon.
“Kalau boleh tahu, sekarang kamu tinggal di mana?” tanya Zeedev jadi kerap berdeham. “Kok gugup banget, ya? Padahal enggak sampai berhadapan langsung!” batin Zeedev pada akhirnya tetap bertanya mengenai hubungan Akina dan Rasya, padahal Akina sengaja pamit untuk pulang. Akina berdalih akan menyetir mobil sendiri hingga tak berani teleponan sambil menyetir.
Di depan pintu kemudi mobilnya, Akina baru saja membuat kedua putrinya duduk dengan aman di tempat duduk penumpang sebelah tengah. Namun, pertanyaan Zeedev kali ini cukup mengganggu kewarasannya. “Kami sudah bercerai, tapi papanya anak-anak memang penuh kebohongan!” tegas Akina.
“Andai pun dunia tidak percaya bahwa kami pernah menikah dan kami sampai memiliki tiga anak, yang Punya Kehidupan jauh lebih paham!”
Menyimak itu, Zeedev pastikan, hubungan Akina dan Rasya memang sudah berakhir.
“Ini aku enggak perlu nyenggol hubungannya dan Rasya lagi. Cukup maju saja karena harusnya, hubungan mereka memang sudah udahan,” pikir Zeedev yang kemudian berkata, “Kita bertemu di rumahnya kak Ojan!”
Meski tidak langsung menjawab, pada akhirnya Akina tetap menyanggupi. Mereka sungguh akan bertemu di rumah kak Ojan atau itu papi Ojan, orang tua angkat Akina.
“Namun jika merujuk dari cerita Atala, ... Akina itu istri kedua atau malah istri simpanan karena istri pertamanya enggak hamil-hamil,” pikir Zeedev masih saja tidak terima jika pada kenyataannya, Akina sampai dijadikan istri kedua yang merangkap jadi simpanan bahkan lebih parah.