Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22
"Ibu... " Safira menghampiri wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Wajahnya nampak pucat, badannya kurus dan cahaya di wajahnya mulai memudar.
"Fira sayang. Anak Ibu?" lirihnya.
Safira mengangguk. Meraih jemari Maria, menggenggamnya erat dan mengecupnya penuh cinta.
Akibat penyakit yang di derita Maria, daya ingatnya sedikit menurun. Apalagi semenjak kematian mendiang suaminya.
"Kenapa nggak bilang kalau Ibu kangen Fira?" dengan lembut Safira bicara padanya. Seolah-olah, Safira menganggap kalau Maria adalah sebuah barang berharga yang rapuh.
"Gimana Ibu mau bilang. Kata Kiara, kamu sibuk kerja," sahut Maria melirik ke arah putrinya yang lain.
Sementara yang dilirik malah fokus dengan ponselnya.
Maria hanya bisa menggeleng melihat sikap kedua putrinya yang berbeda sama lain. Kiara terlihat cuek, namun perhatikan. Berbeda sekali dengan Safira yang hangat.
Tapi, Maria tetap bersyukur memiliki dua orang putri luar biasa yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun.
"Maafkan aku, Ibu. Lain kali, aku akan lebih sering datang kemari," kata Safira sambil menunjukkan sesuatu yang tersemat dijari kelingkingnya,
"Cincin? Kamu mau menikah?" Maria bertanya saking penasarannya.
Benarkah putrinya akan menikah? Dengan siapa? Selama ini Safira tidak pernah memperkenalkan calon suaminya pada Maria.
"Maaf, karena aku baru memberitahu Ibu." Safira menundukkan wajah, merasa bersalah karena Maria adalah orang terakhir yang Safira kasih tahu.
Maria mengerti kalau Safira tidak sempat memberitahunya. Karena yang Maria tahu, Safira memang sangat sibuk.
"Gapapa, Nak. Ibu mengerti." Maria mengusap lengan Safira, menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Ibu harap, pria itu adalah pria yang tepat untuk kamu. Pria yang bisa membuatmu bahagia, setia dan bertanggung jawab sama seperti mendiang ayahmu."
Hanya itu yang bisa Maria katakan. Maria tidak mau membuat Safira khawatir jika terus mengatakan hal-hal lainnya.
"Kamu bahagia?" tanyanya.
Safira mendongak dengan mata berkaca-kaca. Lidahnya terasa kelu untuk sekedar menjawab kalau dia bahagia bersama Ryan.
"Apa aku bahagia? Entahlah ibu. Rasanya ada sesuatu yang hilang dalam diriku," ucap Safira namun hanya dalam hati. Ia tak mengerti perasaan apa yang saat ini mengganggunya.
"Kak, aku keluar bentar ya," pamit Kiara sembari menyambar tasnya.
"Mau kemana malam-malam begini?" tanya Safira.
Ia tidak mungkin membiarkan Kiara keluar sendirian tanpa ditemani siapapun.
"Kakak antar ya?" tawarnya.
Kiara menggeleng. Ia menolak tawaran Safira. Jika kakaknya itu ikut, bisa-bisa pertemuannya dengan seseorang di luar akan terganggu.
"Nggak usah. Kakak jaga ibu aja. Aku nggak lama kok." Kiara bergegas pergi, di luar sudah ada yang menunggunya.
Melirik pergelangan tangan kirinya, Safira membuang nafas. Ia berniat menyusul Kiara setelah ibunya tertidur.
"Lama-lama gerak geriknya malah membuat aku curiga."
Benar saja, setelah membuntuti mobil yang membawa Kiara. Yang ternyata, mobil itu malah berhenti disebuah klub malam.
Safira bisa melihat, saat ini Kiara keluar dari mobil dan terlihat menggandeng seseorang.
"Siapa pria itu?" gumamnya pelan.
•••
"Tambah satu gelas lagi," kata Kevin pada bartender wanita yang sedang melayaninya sejak tadi.
Wanita tersebut hanya menunduk, sementara Bunga terus berdecak kesal. Selama berada di sini, Kevin terus mengabaikannya. Bahkan, Kevin terus memanggil nama Safira.
Apa Kevin pikir dirinya hanyalah sebuah tempat pelampiasan?
Hingga terbesit ide gila dari kepala Bunga.
"Kemari lah." Bunga memanggil bartender wanita itu dan berbisik lirih.
Sontak bartender langsung menggeleng dengan kedua pupil mata terkejut karena permintaan Bunga. Tentu saja dia tidak berani melakukan itu, karena tempat ini milik anak pertama keluarga Alexander—Sean Alexander.
"Maafkan saya, Nona. Saya masih butuh pekerjaan ini," tolaknya.
"Aku bisa memberimu dua kali lipatnya." Bunga bersikukuh.
"Maaf, saya tetap tidak bisa." Bartender itu masih teguh dengan pendiriannya. Tak lama dia memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua. Sebelum terjadi sesuatu yang tak di inginkan.
"Dasar bodoh! Aap dia nggak butuh uang?! Miskin aja belagu!" geram Bunga dalam hati.
Kini, Bunga menoleh ke arah Kevin yang tengah bersandar di sofa sambil memegang kepalanya.
"Pak, sepertinya anda sudah mabuk. Bagaimana kalau kita pulang saja," ajak Bunga. Hampir dua jam lamanya mereka berada di tempat berisik itu.
Tak mendapat respon, Bunga semakin bertambah kesal. Ia dengan sengaja mendekati Kevin, mengusap dadanya dengan gerakan nakal lalu menggigit bibirnya sendiri.
"Atau anda mau saya membawa anda ke argh...! Sakit, Pak!" pekiknya saat Kevin mencengkram kuat pergelangan tangannya.
"Aku memang sedang mabuk, jala—ng. Tapi bukan berarti aku lupa dengan siapa aku datang kemari. Hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Jangan pernah mengharapkan lebih dari itu. Karena sampai kapanpun, kamu tidak akan bisa menggantikan posisinya, mengerti?!" bentak Kevin.
"I—iya, Pak. Saya mengerti."
Cengkraman tangan itu tiba-tiba mengendur kala fokusnya tertuju pada seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam klub.
Samar-samar Kevin bisa melihatnya meski tidak terlalu jelas.
"Bukankah itu Kiara? Apa yang dia lakukan di tempat seperti ini?" gumamnya dengan sorot mata terus tertuju ke arah Kiara yang sedang berjalan bersama seseorang.
"Shit! Kepalaku!" Kevin menyentuh kepala yang berdenyut nyeri.
"Anda mau kemana? Biar saya antar," kata Bunga dengan suara dibuat-buat.
"Menyingkir dan jangan halangi jalanku!" Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya. Melangkah gontai untuk menghampiri Kiara.
Sementara Bunga, wanita itu senyum-senyum sendiri sembari melipat kedua tangan. "Berlari lah sejauh mungkin, Vin. Tetap saja, kamu akan mencari ku malam ini," lirihnya penuh percaya diri.
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗