🏆Juara Satu Fiksi Modern Jalur Kreatif
Bagaimana jadinya, jika seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, harus di penjara hingga 12 tahun lamanya?
Padahal pemuda itu tidak pernah melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan kepada orang orang yang menuduhnya. Dia di Fitnah saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Atas kasus pembunuhan seorang pemuda yang tak lain adalah teman satu kelasnya.
Lalu apa yang selanjutnya pria bernama Jo itu lakukan? Setelah dinyatakan bebas dari hukuman yang dia jalani? Mampukah Jo menemukan para dalang yang sudah memfitnah nya dengan sangat keji?
Dan nilah perjuangan Jo.Yang Dinobatkan sebagai seorang mantan Narapidana yang melekat sampai akhir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilham risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Keluarga Jo
"Pak! Ada apa? Kenapa bapak tampak sedih begini?"
Ibu Siti yang baru saja selesai menunaikan ibadah sholat, langsung keluar dari dalam kamar. Dan berjalan mendekati suaminya yang duduk termenung di atas bangku kayu yang baru dia buat beberapa bulan yang lalu.
Entah mengapa, perasaan pak Imran serasa tidak enak, sejak dia pergi meninggalkan kota Jakarta. Dan memilih menetap di perkampungan yang ada di Kota Bandung.
Lalu ibu Siti duduk tepat di samping suaminya itu. Dia sangat mengerti akan apa yang dirasakan oleh suaminya. Karena dirinya juga sama merasakan kesedihan yang mendalam setelah berpisah dari sang putra.
"Apakah bapak juga merasakan perasaan tidak enak?" tanya ibu Siti menatap wajah suaminya.
Pak Imran menarik nafas dalam, dan menghembuskannya secara perlahan. Tatapan matanya tampak kosong dan tidak bersemangat. Andai, mereka memperbolehkan dirinya bertukar posisi oleh putranya. Sudah pasti, pak Imran rela jika harus masuk ke dalam penjara, demi melindungi putranya.
Tapi sayang, permintaan pak Imran di tolak mentah mentah oleh mereka. Dan kini pak Imran hanya bisa pasrah menunggu sang putra keluar dari masa tahanannya yang masih sangat lama.
"Bapak kecewa kepada diri bapak sendiri buk. Bapak merasa seperti orang tua yang tidak berguna. Sekarang, kita sudah pergi meninggalkan kota Jakarta. Meninggalkan putra kita yang berada di dalam jeruji besi seorang diri. Tidak ada yang dia kenal, dan tidak ada teman untuk dirinya. Bapak yakin, mereka pasti menyiksa putra kita saat ini buk."
Pak Imran berkata sambil meneteskan air mata. Rasanya, dia sudah tidak mampu lagi, memendam rasa sesak yang terus menyerang dadanya.
Bu Siti, yang melihat kerapuhan dari wajah suaminya itupun, langsung memeluk erat tubuh pak Imran. Mereka tidak boleh hancur, karena itu akan mengecewakan putra mereka yang sedang berusaha keras, untuk bertahan di dalam ruangan tahanan yang dingin dan panas, yang hampir sama seperti sebuah neraka.
"Pak...! Eling pak. Bapak gak boleh rapuh seperti ini. Kasihan Jo kalau dia mengetahui keadaan bapak. Saat ini di sedang berjuang di sana. Dan kita harus mengumpulkan uang yang banyak. Agar kita bisa menjenguknya di lapas yang ada di kota Jakarta. Kita harus lebih giat lagi mencari uang pak."
Ibi Siti berusaha menyemangati suaminya itu. Hingga membuat pak Imran tersadar dari kerapuhan yang dia alami. Benar apa yang dikatakan oleh istrinya. Jika saat ini, mereka berdua harus semangat mengumpulkan uang. Karena uang yang mereka miliki, sudah habis ludes untuk memasukkan Nadia ke sekolah SMA yang ada di kota Bandung.
Setelah itu dengan perlahan, Pak Imran pun melerai pelukan istrinya. Dan menatap wajah bu Siti dengan tatapan semangat.
"Kamu benar buk..! Bapak gak boleh seperti ini. Karena kita harus mencari uang yang banyak, agar dapat pergi ke kota Jakarta.. Mulai saat ini. Bapak akan selalu semangat, besok, bapak akan pergi ke kebun pak kepala desa, untuk bekerja di kebun miliknya. Bapak yakin, dua hari lagi. Kita bisa menjenguk putra kita ke Jakarta buk."
"Alhamdulillah pak. Ibu senang melihat semangat bapak.. Ibu juga besok akan bekerja jadi tukang cuci di rumah para tetangga tetangga. Ibu siap bantu bapak untuk mengumpulkan uang."
Kedua pasangan suami istri itu, saling tersenyum dan saling menguatkan. Tanpa mereka sadari, jika di balik dinding kamar yang terlihat jelek. Ada seorang gadis belia yang berdiri sambil meneteskan air mata.
Dan gadis itu adalah Nadia. Nadia sangat mengerti, akan apa yang dirasakan oleh kedua orang tuanya. Dan dia juga ingin berusaha untuk mengumpulkan uang, guna menjenguk abangnya yang ada di kota Jakarta.
"Aku juga harus bantu bapak dan ibu. Besok sepulang sekolah, aku akan kerja di kedai sembako milik bu Ratna. Kebetulan dia lagi cari karyawan untuk menjaga kedai sembakonya. Dan untuk kak Jo. Semoga kakak kuat menjalani hari hari kakak di dalam penjara. Aku janji, akan menebus semua ini suatu saat nanti." Nadia meneteskan air mata. Sambil memeluk erat foto dirinya bersama sang kakak yang memakai seragam sekolah.
Setelah itu, Nadia berjalan mendekati ranjang yang hanya beralaskan tikar. Nadia ingin melihat beberapa foto foto milik kakaknya yang selalu dia simpan.
***
Tidak terasa, hari sudah berganti pagi. Dan saat ini rombongan yang mengantarkan Jo ke penjara Kerobokan, sudah tiba tepat pukul 5 pagi.
Penjara itu berada di wilayah yang begitu jauh dan lumayan pelosok. Karena penjara kerobokan yang terletak di Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali ini, berada di sebuah pulau yang lumayan jauh. Penjara itu sendiri, di bangun sejak 1979 dan menampung sekitar 1.000 tahanan pria dan wanita dari berbagai wilayah.
Para penghuninya, rata rata adalah Mafia kelas kakap, dari luar negeri dan juga dalam negeri. Mereka di satukan di tempat itu. Dan banyak yang sudah mendapatkan hukuman mati.
Jo sendiri, yang di tutup kedua matanya dengan menggunakan kain, tidak dapat melihat seperti apa wilayah yang sedang dia lewati saat ini.
Hingga tak lama kemudian, kapal yang di bawa oleh petugas, berhenti di pinggir pantai. Lalu memapah tubuh Jo, agar segera mengikuti langkah kaki mereka.
Jo tidak banyak bicara. Dia mengikuti perintah yang dikatakan oleh mereka semua. Lalu tak lama, kedua mata Jo di buka. Dan terlihat lah, sebuah bangunan kuno yang tampak usang dan begitu menyeramkan.
"Sekarang..! Ini adalah tempat tinggal mu yang baru."
Degggh........
padahal sebelumnya diakan udah yakin pasti org tuanya bakal mengenalinya