Damarius Argus Eugene (22 tahun), seorang Ilmuwan Jenius asli Roma-Italia pada tahun 2030, meledak bersama Laboratorium pribadinya, pada saat mengembangkan sebuah 'Bom Nano' yang berkekuatan dasyat untuk sebuah organisasi rahasia di sana.
Bukannya kembali pada Sang Pencipta, jiwanya malah berkelana ke masa tahun 317 sebelum masehi dan masuk ke dalam tubuh seorang prajurit Roma yang terlihat lemah dan namanya sama dengannya. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah sistem bernama "The Kill System", yang mana untuk mendapatkan poin agar bisa ditukarkan dengan uang nyata, dia harus....MEMBUNUH!
Bagaimanakah nasib Damarius di dalam kisah ini?
Apakah dia akan berhasil memenangkan peperangan bersama prajurit di jaman itu?
Ikuti kisahnya hanya di NT....
FYI:
Cerita ini hanyalah imajinasi Author.... Jangan dibully yak...😀✌
LIKE-KOMEN-GIFT-RATE
Jika berkenan... Dan JANGAN memberikan RATE BURUK, oke? Terima kasih...🙏🤗🌺
🌺 Aurora79 🌺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora79, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R.K.N-33 : PERAYAAN SAMHAIN!
...----------------...
Damarius merasa lega, lalu dia mendongak dan bersiul untuk menjawabnya.
SUIIIT!
SUIIIT!
Suara gemerincing itu muncul kembali...
CRING!
CRING!
CRING!
Diringi oleh derap langkah kaki kuda yang pelan, yang semakin mendekat dan mendaki melewati semak heater.
KETUPLAK!
KETUPLAK!
KETUPLAK!
Semakin dekat....dan semakin mendekat...sampai sebongkah kegelapan mendadak menjulang muncul di antara kabut.
SRAK!
Damarius dan Gildas langsung berdiri bangkit berdiri, saat Eudocia berkuda melewati sebuah batu tegak rendah. Dia membawa dua buah kuda lain bersamanya di belakang.
NGIIIIKKK!
BRRRRRH!
Eudocia langsung menarik tali kekang kudanya, saat melihat mereka. Kuda-kuda poni itu berdiri sambil menghembuskan napas berasapnya ke dalam kabut.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Gildas pada Eudocia.
"Sejauh ini cukup baik! Akan tetapi, kita kurang cepat!" jawab Eudocia.
"Terjadi kegemparan di dalam Benteng! Dan berita tentang menghilangnya Komandan Magnis beserta dokternya sudah tersebar di sepanjang Tembok Perbatasan! Cepat, naik ke atas kuda kalian masing-masing dan langsung berangkat!"
HAP!
HIYAAAA!
DRAP!
DRAP!
DRAP!
...💨💨💨...
Sebelum senja pada hari ketiga, mereka sudah tiba di ujung atas sebuah lembah yang melebar. Mereka melihat sebuah tempat pertanian ditengah-tengah daerah liar yang ada di hadapan mereka.
Sampai saat itu, mereka menghindari hunian-hunian manusia. Akan tetapi, kantong-kantong makanan mereka sudah kosong, dan mereka harua bergerak cepat ke arah Selatan.
Mereka tidak bisa menghabiskan waktu untuk pergi berburu, sehingga harus menambah pasokan makanan di suatu tempat.
Itu sangat beresiko....tapi harus ditempuh! Jadi mereka mengarahkan kuda-kuda poni mereka ke arah lembah.
DRAP!
DRAP!
DRAP!
SREET!
Eudocia membalikkan lembing perang besar yang dia bawa, untuk menunjukkan bahwa mereka datang dalam damai.
Di dalam keluasan dan keheningan perbukitan di sekelilingnya, gubuk beratap semak pakis kering di dalam pagar melingkar itu terlihat tidak lebih besar dari pada segenggam kacang cokelat.
Akan tetapi, semakin mereka mendekat, mereka melihat bahwa itu adalah sebuah tempat pertanian yang sangat besar!
Tempat yang sarat oleh kedatangan dan kepergian banyak manusia maupun ternak.
"Apakah mereka sedang menantikan sebuah serangan, hingga menggiring masuk semua ternak ke dalam gubuk-gubuk pertanian?" tanya Gildas kebingungan.
"Na...na...na...! Itu adalah perayaan Samhain! Mereka membawa turun semua domba dan sapi mereka dari padang rumput musim panas, dan memasukkan ternak mereka selama musim dingin. Aku sudah tidak bisa menghitung hari-hari lagi. Tapi perayaan itu bisa membuat keberhasilan kita semakin pasti!" jawab Eudocia menjelaskan pada Gildas.
Dan semua itu terbukti!
Semua pintu yang ada di sana dibiarkan terbuka pada saat Samhain, dan pada saat senja belum turun sepenuhnya, ketiga orang asing itu telah diterima oleh mereka tanpa ada pertanyaan.
Kuda-kuda poni mereka dibawa ke dalam kandang, dan mereka dibawa masuk serta diberi tempat di sisi kaum lelaki dekat perapian. Di antara para lelaki lainnya yang berkumpul di sana.
WUSH!
CRASH!
CRASH!
Api menyala di atas wadah-wadah perapian yang ditinggalkan di tengah-tengah rumah besar itu.
Empat buah batang pohon utuh ditegakkan pada empat pojok wadah perapian untuk menopang puncak atap dari semak pakis kering yang berada tinggi di atas kepala.
Bayang-bayang orang berlarian memasuki kegelapan dari segala penjuru.
Orang-orang itu berkumpul di sekeliling perapian, kemungkinan mereka adalah satu keluarga yang berpakaian kasar.
Sebagian besar lelaki memakai kulit Serigala dan Rusa merah. Sedangkan kaum wanitanya mengenakan kain wol kasar, seakan-akan mereka kurang ahli dalam menenun dan memintal jika dibandingkan dengan kaum wanita dari Selatan.
...****************...