Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Kamar
Glenn memerintahkan Daniel untuk menelepon Alice, seorang wanita yang berprofesi sebagai Dokter. Ia juga telah di kontrak menjadi salah satu Dokter pribadi klan the wolves.
"Dia berkeringat" ujar Glenn. Segera ia mengambil beberapa helai tisu di atas nakas samping tempat tidur nya, lalu mengelap kening Jeniffer yang basah itu. Glenn juga menempelkan punggung tangan nya, lalu menyentuh bagian kening, pipi dan leher. Ia kaget tubuh Jeniffer terasa sangat panas, segera ia keluar dari kamar dan berlari menuju lantai bawah.
Para pelayan yang tengah mengobrol di dapur pun segera membubarkan diri saat tiba-tiba melihat Glenn muncul. Tidak seperti biasanya Tuan rumah itu menginjak dapur biasanya dia akan memanggil pelayan untuk menyiapkan segala keperluan nya.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" tanya salah satu pelayan yang bernama Nancy.
"Ambilkan mangkuk"
"Baik Tuan"
"Ini Tuan"
Glenn segera mengisi mangkuk tersebut dengan es batu dengan di campur air.
"Biar saya yang bawakan Tuan"
"Tidak usah"
Glenn pun segera meninggalkan dapur, ia kembali lagi menaiki anak tangga untuk menuju kamar nya.
Sambil menunggu Alice datang, tidak ada salah nya jika ia memberi pertolongan pertama pada gadis itu. Tanpa ragu Glenn membuka seluruh pakaian nya, dan mengganti nya dengan selimut tebal. Ia pun meletakkan handuk kecil di atas kening Jeniffer, serta mengusap ke bagian yang lain.
Terdengar suara pintu di ketuk. Daniel muncul dengan membawa seorang wanita yang tak lain adalah Alice.
"Selamat Malam Tuan" sapa Alice. Ia pun segera mengeluarkan peralatan nya dari dalam tas.
"Biar saya periksa" ucap Alice. Glenn mengiyakan lalu menggeser posisi nya.
Alice pun mulai memasang alat pendengar dari stetoskop itu pada telinga nya, lalu menempelkan bagian bulat ke tubuh Jeniffer. Selesai memeriksa Jeniffer ia pun kembali memasukkan alat itu ke dalam tas nya.
"Maaf Tuan, siapa nama wanita ini?" tanya Alice
"Jeniffer" dengan cepat Glenn menjawab.
"Sepertinya Nona Jeniffer kelelahan, itu salah satu penyebab beliau pingsan"
"Lalu bagaimana dengan demam nya?"
"Itu tidak masalah, nanti setelah Nona Jeniffer bangun berikan obat penurun demam dan pereda nyeri"
"Baik lah, terimakasih Alice"
"Sama-sama, ada hal lain yang bisa aku bantu?"
"Tidak ada"
"Baik kalau begitu aku pamit pulang, selamat malam".
Daniel pun kembali mengantarkan dokter tersebut. Selama perjalanan nya menuju ke lantai bawah Alice memberanikan diri untuk bertanya. "Siapa wanita tadi?"
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Aku hanya bertanya Daniel"
"Dia gadis incaran Tuan Glenn"
"Penghibur lagi?" Alice membuat Daniel berhenti melangkah.
"Aku tidak tahu. Sebaiknya kau tidak banyak tanya" ketus Daniel.
"Kau selalu saja begitu"
Tak terasa mereka sudah sampai di depan pintu, Daniel menyuruh anak buahnya untuk mengawal Alice hingga sampai ke rumah nya. Sebagai orang yang punya hubungan dengan sebuah organisasi di dunia bawah sama saja seperti mempertaruhkan nyawa nya. Akan ada saja musuh yang mengincar dan mengintai nya secara diam-diam.
Tak terasa malam telah berganti dengan cerah nya sinar matahari, Jeniffer sudah mulai membuka mata nya setelah tidak sadarkan diri. Yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit kamar. tempat ini terasa asing bagi Jeniffer, sebuah ruangan yang mempunyai ceiling tinggi. Ia menyadari jika tubuhnya hanya di balut dengan selimut, ia buka selimut tersebut hanya meninggalkan pakaian dalam. Sayup-sayup Jeniffer dengar suara hembusan nafas di sebelahnya, ia pun menoleh dengan cepat. Ia juga mendapati Glenn yang tidak mengenakan sehelai benang pun pada tubuhnya.
Jeniffer melotot lalu berteriak. "Aaaaaaaaaaaaaaaa" . Mendengar teriakan yang cukup kencang Glenn terperanjat dari tidur nya, ia segera menarik laci dari nakas dan mencondongkan senjata nya ke berbagai arah. Sadar tidak ada yang terjadi di kamar nya, Glenn pun meletakkan kembali benda tersebut ke dalam laci.
"Hei, kenapa kau berteriak?"
"Kau benar-benar menjijikkan, berengsek! Apa yang telah kau lakukan padaku sialan!!!!"
Jeniffer beringsut bangun dan mengambil posisi duduk. Ia melempar Glenn dengan bantal tepat mengenai bagian vital yang menggelayut manja itu. Lalu memalingkan wajah nya ke arah lain. Glenn hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Jeniffer.
"Pakai baju mu, kenapa kau bertingkah seperti Tarzan"
"Memang nya kenapa? Ini kamar ku, aku bebas melakukan apa saja yang ku mau".
"Punya mu itu lari kemana-mana".
Glenn segera mengambil handuk lalu ia lilitkan pada pinggang nya. Kemudian duduk di atas tempat tidur dan mendekati Jeniffer. Wanita semakin menaikkan selimutnya sampai ke batas leher.
"Tapi kau menikmati nya semalam" bisik Glenn.
Jeniffer menoleh dengan cepat ke arah Glenn, ujung hidung lancip mereka saling bertemu. Dan dapat menghirup aroma nafas dari keduanya yang baru bangun tidur.
"Dasar Pria berengsek! Berani-beraninya kau melakukan ini padaku". Jeniffer memukuli dada bidang Glenn, hingga kedua tangan nya di tarik lalu jatuh pada pelukan Glenn.
"Tenang saja sayang, aku akan bertanggung jawab".
Jeniffer yabg tersadar akan hal itu segera bangkit dari duduknya lalu mengambil handuk yang juga telah di sediakan, dan melilitkan nya ditubuh.
"Kenapa dipakai handuk nya?"
"Apa maksud mu?"
"Aku ingin melihat pemandangan yang indah".
"Kau dan Tuan Baron sama-sama" Ah! Kalimat Jeniffer terhenti saat menyebut nama Baron. Ia kembali menghampiri Glenn dan duduk di sisi tempat tidur. "Ngomong-ngomong, bukankah semalam aku bersama Tuan Baron, kenapa berakhir disini bersama mu?"
Glenn mengerutkan kening, Jeniffer berkata demikian apakah dia benar-benar tidak ingat akan kejadian semalam? Padahal dia hanya pingsan , tidak mungkin sampai amnesia kan?
"Semalam kau pingsan"
"Lalu?"
"Lalu aku membawa mu kesini"
"Kenapa kau bisa pingsan?"
"Kau pingsan saat melihat tubuh Baron dan anak buahnya tergeletak" terang Glenn.
Jeniffer kembali mengingat kejadian semalam, setelah berfikir sejenak ia baru ingat, jika ia semalam masih berada satu mobil bersama Baron.
"Lalu siapa yang membuka gaun ku?"
Glenn menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum. Jeniffer membalas nya dengan tatapan tajam.
"Apa yang kau lakukan padaku? Di saat aku tak sadarkan diri?"
Glenn raih wajah cantik itu dengan kedua tangan nya, lalu mengusap lembut anak rambut yang menusuk ke mata Jeniffer.
"Singkirkan lengan mu itu" Jeniffer menepis tangan Glenn.
"Sudah lebih baik kau mandi sana, Daniel sedang dalam perjalanan pulang membelikan mu baju ganti".
"Tidak perlu, aku pakai gaun yang semalam saja"
"Gaun nya sudah ku buang"
"Apa? Kau membuang nya?"
"Iya, kenapa memang nya?"
"Kau tahu itu adalah baju mahal yang selama ini aku miliki" teriak Jeniffer. Glenn segera membungkam mulut gadis itu.
"Suara mu ini berisik sekali seperti petasan, apa kau menelan peluit?"
Tak lama suara ketukan pintu terdengar, Glenn segera menutupi tubuh Jeniffer dengan selimut. "Kau ini apa-apaan"
"Hei, itu pasti Daniel yang telah kembali membelikan baju untuk mu. Jangan sampai dia melihat mu yang hanya mengenakan handuk".
Glenn segera beringsut dari tempat tidur nya, ia pun curi curi kesempatan dengan mengecup pipi Jeniffer.
"Ish" Jeniffer mendengkus.
Pintu dibuka, tampaklah Daniel dari balik pintu lalu tersenyum ke arah Jeniffer yang memerhatikan nya.
"Hei, jaga mata mu itu"
"Maaf Tuan"
Pintu pun segera di tutup dengan Glenn yang datang dengan membawa beberapa tote bag lalu menyerahkan nya kepada Jeniffer.
Tanpa menunggu lama ia pun segera mengeluarkan benda di dalam nya. Sebuah baju satu set crop top dengan rok yang panjang nya selutut. Tak lupa juga dalaman dan sepatu flatshoes. Semua barang tersebut Glenn ambil dari butik milik ibunya. Ya! Benar Glenn tidak lupa jika ia masih memiliki ibu yang kini tengah berada di luar negeri.
"Darimana kau mendapatkan semua ini?" tanya nya.
"Kau ini bawel sekali, lebih baik bersihkan diri mu. Atau kita ingin membersihkan nya secara bersamaan?" Glenn menggoda Jeniffer sambil menyipitkan sebelah mata nya.
"Dasar mesum!!"
Jeniffer segera bangun dan berjalan menuju bilik mandi. Kedua matanya terbelalak saat masuk ke dalam. Begitu luas dengan tersedia bathtub yang berukuran cukup panjang. Keran air di nyalakan ia isi wadah tersebut dengan air dingin, lalu melemparkan bath bombs ke dalam nya. Setelah terisi cukup penuh ia naik dan merendamkan tubuhnya disana. Begitu menyenangkan baru kali ini ia mandi sambil berendam. Maklum saja kamar mandi dirumah nya tidak semewah disini, hanya ada shower dan closet duduk yang tergabung.
Sementara di lain tempat Jessica & Demian mencemaskan keberadaan Jeniffer saat kini. Ia mencoba menghubungi ponsel nya namun tidak aktif. Mau lapor polisi pun rasanya tidak mungkin, karena tidak ada kendaraan untuk pergi ke kota.
Kendaraan roda dua yang biasa dipakai Jeniffer bekerja, itu bukan milik pribadi nya namun hasil menyewa kepada sebuah agen rental. Dan karena Jeniffer belum membayar biaya sewa nya minggu ini, terpaksa motor itu di tarik.
Demian berkali-kali mengusap wajahnya, ia khawatir akan nasib putri nya saat ini. Demian juga tak berhenti mondar-mandir sambil melihat ke arah luar, berharap putri nya yang datang namun itu semua nihil.
"Kau tidak punya nomer telepon teman nya Jes?" tanya Demian.
"Ayah, Kak Jen itu pergi bersama Tuan Baron tidak mungkin jika dia menginap dirumah teman nya kan?"
"Maksud Ayah, siapa tahu dia sempat komunikasi dan memberitahu keberadaan nya"
"Itu tidak mungkin, karena Kak Jen membawa ponsel pemberian dari Tuan Baron bukan ponsel milik nya"
Demian pun terdiam, ia tidak lagi bertanya kepada Jessica.
"Jika dalam waktu 24 jam kakak mu belum juga pulang kita lapor polisi".
"Baik Ayah".
Hanya itu langkah yang dapat Demian ambil, ia juga tidak mungkin jika harus pergi ke rumah Baron, perjalanan bisa memakan waktu dua jam.
Mencoba untuk tetap tenang dan berfikir positif itulah yang harus ia terapkan sekarang. Jangan sampai kekhawatiran nya berubah menjadi sugesti yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan nya.
Demi mengusir fikiran buruk yang tengah berkecamuk dalam benak nya, Demian pun menghibur mata dengan menyaksikan tayangan pada televisi. Sebuah program yang menampilkan lelucon dan berhasil membuat nya tertawa. Namun saat sedang asyik menyaksikan tayang tersebut, channel beralih ke acara berita.
Seorang presenter menjelaskan jika telah terjadi kecelakaan di jalan La Flare, sebuah mobil mewah berwarna hitam hangus terlahap si jago merah.
"Jalan La Flare? Itu kan akses yang menghubungkan jalur kota ke desa" Timpal Jessica. Ia pun terus memperhatikan apa yang akan di sampaikan pembawa berita tersebut.
"Hah?" Jessica menutup mulut. Saat petugas berwajib mengevakuasi barang bukti seperti tas dan juga ponsel yang tergeletak di area kejadian.
"Kau kenapa Jes?" tanya Demian sambil melirik ke anaknya yang terkejut itu.
"Itu kan tas dan ponsel yang diberikan oleh Tuan Baron kepada Kak Jen"
"A-Apa? Kau serius?Jangan bercanda Jessica"
Tiba-tiba saja Demian merasakan dada nya sesak. Tidak mungkin jika anaknya ikut tewas dalam kecelakaan tersebut.
"Ayah" Jessica nampak panik melihat kondisi Demian seperti itu.
"Tolong ambilkan obat Ayah" kata Demian dengan nafas yang terengah-engah.
Jessica segera berlari mencari obat sang Ayah lalu lekas menuju dapur untuk mengambil air putih.
"Ini Ayah".
Dengan segera demian memasukan beberapa pil ke dalam mulutnya. Ia menarik nafas panjang lalu meminta bantuan Jessica untuk membawa nya masuk ke kamar.
Sedangkan di kediaman lain, Jeniffer sedang asyik menyantap makanan yang tersedia penuh di atas meja. Glenn tersenyum bahagia melihat pemandangan di depan nya itu.
"Glenn, boleh aku pinjam ponsel mu?"
"Untuk apa?"
"Aku lupa menghubungi orang rumah, mereka pasti mencemaskan ku".
Glenn mengiyakan, ia beri benda pipih itu ke tangan Jeniffer. Tombol angka di tekan, untung nya ia hafal dengan nomer adiknya.
Jessica kaget saat mendapat panggilan dari private number. Tak ingin dihantui rasa penasaran ia segera mengangkat nya.
"Hallo"
Ekspresi wajah Jessica seketika berubah ketika mendengar suara yang ia kenal dari sebrang telepon.
"Kak Jen? Apa ini kau"
"Iya ini aku, maaf aku lupa memberitahu semalam"
"Astaga kakak! Kenapa kau selalu seperti ini, aku dan Ayah mencemaskan mu. Apalagi saat melihat tayang berita di TV bahwa telah terjadi kecelakaan di Jalan La Flare. Dan aku melihat sebuah tas yang diberikan oleh Tuan Baron kepadamu tergeletak di area kejadian".
"Kau tidak perlu khawatir aku baik-baik saja, sebentar lagi aku akan pulang".
"Memang nya sekarang kau dimana?"
Nah kan, tidak mungkin jeniffer mengatakan yang sejujurnya.
"Aku sedang berada di apartemen teman ku, semalam dia menyuruh ku datang. Karena ada masalah dengan kekasihnya" .
Glenn melotot saat mendengar Jeniffer berbohong pada adiknya.
"Oh baiklah, aku bersyukur kau baik-baik saja. Yasudah aku tunggu kau pulang, karena Ayah sempat merasakan sesak di dada nya".
"Apa?lalu bagaimana kondisi Ayah sekarang?"
"Aku sudah memberikan nya obat, dia sekarang sedang tidur".
"Baiklah setelah selesai sarapan aku pulang"
Sambungan telepon di tutup, Jeniffer mengembalikan lagi barang tersebut kepada pemiliknya.
"Terimakasih".
"Sepertinya aku harus segera pulang".
"Kau boleh pulang setelah, kau menghabiskan makanan mu".
Ya, apa boleh buat daripada Pria ini mengamuk karena Jeniffer tidak menghabiskan makanan nya, lebih baik turuti saja perkataan nya.