Bukan cerita poligami... Ini cerita dua orang wanita yang tidak mau mencapai surga dengan cara berbagi suami...
Shanshan mengira, menjadi cucu dari keluarga kaya raya, dan model seksi ternama, bisa membuatnya mudah mendapatkan Emyr; pria yang dicintainya...
Rupanya tidak, karena background kehidupannya, justru menjadi masalah bagi hubungan cintanya...
Shanshan harus menyaksikan pernikahan kekasihnya bersama wanita surga pilihan orang tua Emyr...
Meski nyatanya cinta Emyr masih untuknya, tapi ia tidak rela menjadi madu dari salah satu kaumnya (perempuan). Jangan sampai ada surga tak terindu: baginya dan Adeeva.
“Sekalipun aku tidak berpikir untuk menyentuhnya, rasaku masih tulus padamu, Shan," ucap Emyr.
“Allahumma baid baini wa baina.” Berkaca-kaca Shanshan merapalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Setelah selesai kelas, Shanshan keluar bersama Berg, Farah dan Aruna. Kantin kampus yang mereka datangi; kantin yang di per khusus untuk makanan halal saja.
Biasanya, warga Indonesia, Singapura, Dubai, Arab, Malaysia, Brunai, yang banyak mengisi outlet estetika ini.
Shanshan terpaku. Rupanya sudah ada Emyr yang duduk tanpa suara di sudut tempat, membaca kitab suci berukuran kecilnya.
Berg memilih duduk bersama Emyr. Sedang Farah dan Aruna menemani Shanshan duduk di tempat yang lumayan jauh.
Kendati demikian tatapan mata Shanshan tak luput dari mantan kekasihnya. Ia merampak, semenjak mereka putus, Emyr seperti hilang arah. Ia mendapatinya seperti bukan Emyr yang dahulu.
Emyr menjadi begitu emosional dan tidak relevan, ujaran bijak yang biasanya menghamburkan kedamaian, seolah hilang di telan bagian bumi terdalam.
Ya Tuhan, kenapa tiba-tiba Shanshan merindu pada senyum kecil tampan itu. Benar, tak mudah melupakan seseorang yang sudah melekat dalam pikiran dan perasaan.
Di sana Emyr seperti sengaja terdiam tanpa mau mengalihkan pandangan dari kitabnya. Bahkan Berg pun dia acuhkan begitu saja.
Shanshan tahu, Emyr sedang berpura-pura tangguh, berpura-pura tegar, seperti dirinya yang juga melakukan hal sama, meski nyatanya keduanya memiliki jeritan hati yang tak jauh berbeda.
Klik ...
Ponsel dalam tas berdering sekilas, segera Shanshan indahkan pesan teks dari nomor yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
📥 [Assalamualaikum Shanshan, salam kenal, aku Adeeva, istri Emyr. Kalau kamu berkenan, aku ingin bicara penting dengan mu.]
Membulatkan mata almond miliknya, jantung Shanshan berdegup kencang. Pesan ini lebih mengejutkan dari pada saat pertama kalinya ia mendapat telepon dari Emyr dahulu.
Dari mana Adeeva tahu nomor pribadinya? Apakah Adeeva sengaja mengambilnya dari ponsel Emyr?
Tentu saja bisa terjadi, bukankah Emyr dan Adeeva tinggal bersama? Ah, kenapa dia harus memikirkan hal ini juga!
"Siapa yang chat, Shan? Emyr?" tanya Aruna. Dari raut terkejut Shanshan, sepertinya pesan yang diterimanya cukup serius.
"Kamu belum block nomornya?" timpal Farah.
Shanshan menggeleng saat menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukan Emyr."
"Lalu?"
"Istrinya, dia minta ketemu," jawab Shanshan seantusias itu.
Farah dan Aruna terhenyak. Untuk apa istri sah mengajak mantan kekasih suaminya bertemu? Perang?
"Ngapain?" Aruna dan Farah menyeletuk bersamaan. Terlihat gusar, takut jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti cekcok barang kali.
"GUS, AWAS!"
Teriakan suara Haikal membuat Shanshan, Farah dan Aruna menoleh pada Emyr. Hal apa yang membuat Haikal memekik sekeras itu.
Brakkk....
Shanshan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Bagaimana Emyr terjatuh setelah pukulan dari tongkat bisbol mendarat di kepala pemuda itu.
Tak ada jeritan darinya, suara seolah tak mau keluar dari tenggorokannya. Tergagu bisu, hal yang saat ini Shanshan lakukan di tengah semaraknya kepanikan orang-orang.
Haikal berlari menyatroni putra bungsu dari kiyai yang telah menganggap dirinya anak, bagaimana pun mereka pernah hidup sedekat jari tengah dan jari manis.
Tuntutan ilmu Haikal di pesantren Abah Emyr, sudah sedari masih kanak-kanak. Kedekatan itu entah kenapa menjadi renggang setelah keduanya sama-sama tahu, mereka memiliki rasa yang sama terhadap wanita yang sama.
Haikal meraih tubuh Emyr, sempat ia melihat mata itu membelalak; seperti berusaha untuk tidak pingsan barang kali, tapi sekejap dari itu Emyr menutup matanya.
Berg dan teman lainnya sibuk mengondisikan orang yang memukul kan tongkat bisbol pada kepala Emyr. Siapa lagi jika bukan rombongan bergajulan Juan Manuel yang mendendam.
"Kita bawa ke klinik!" Haikal dibantu beberapa teman lainnya. Mengangkat dan memboyong raga lunglai Emyr ke ruang yang tentunya sudah seperti rumah sakit bagi kampusnya.
Tiba di ruangan, beberapa tim medis menyambut. Sedikit terkejut mendapati kepala pemuda tampan itu bercucur darah.
"Bagaimana bisa terjadi?"
Jawaban dari pertanyaan dokter magang tersebut tentu memilukan. Di mana Emyr sendiri tak tahu menahu saat pukulan keras mendarat di kepalanya.
Lupakan bagaimana prosesnya. Haikal dan mahasiswa kedokteran lainnya segera membantu, memberikan pertolongan pertama pada Emyr dengan alat seharusnya.
...{[<<
^^^Satu jam setengah berikutnya.^^^
Adeeva berlari dengan langkah tunggang langgang. Namun, tujuan kakinya mengarah pada ruang pasien yang saat ini menyimpan suaminya.
Aruna dan Farah lah yang menjemput wanita itu. Datang ke rumah sakit, tempat di mana Emyr di rawat saat ini.
Rupanya hanya klinik kampus saja tak cukup memberikan perawatan bagi Emyr yang tak mau membuka matanya cukup lama.
Adeeva tergopoh-gopoh menyusuri lorong suite, ia mendahului Aruna dan Farah yang masih tertinggal di belakang sana.
Tiba di pintu kamar pasien milik Emyr, Adeeva berhenti langkah, sedikit menenangkan deru napas kacaunya, dari balik pintu ia menyisir seluruh wajah yang ada di dalam sana.
Ada Haikal Sulaiman yang sudah tentu dia kenal, ada Shanshan dan satu lagi laki-laki; mungkin Berg seperti yang sempat Emyr ceritakan saat pria itu menelepon.
Hatinya terenyuh melihat kepala Emyr dibebat kain perban yang cukup tebal. Sedikit miring posisi tidur kepala Emyr, nampaknya di bagian belakang lah luka Emyr berasal.
Tak hanya itu saja, karena masih ada bagian paling mengejutkan selain kondisi suaminya, Adeeva mendengar percakapan antara Haikal, Berg dan Shanshan; mengenai bagaimana cara Emyr mendapat musibah ini.
Lagi-lagi karena Shanshan, demi Shanshan, untuk Shanshan. Berawal dari Shanshan, dendam Juan terpicu dan membuat suaminya celaka sedemikian rupa.
"Kenapa tidak masuk?"
Aruna yang baru tiba, ia menuntun gadis itu masuk. Shanshan, Berg dan Haikal tersentak, mereka benar-benar tak menyadari sedari kapan perempuan berpakaian serba hitam ini mendengar percakapannya.
"Ning," sapa Haikal. Shanshan menunduk, ia merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Emyr.
Adeeva mendekati Emyr, ia mengusap wajah, lalu kening milik suaminya yang masih tak sadarkan diri. Mata mulai berkaca-kaca, tapi tidak ingin menangis di depan teman-teman suaminya.
Melihat keberadaan Adeeva, Shanshan mengeluyur undur, sebelum langkah kakinya terhenti tatkala Adeeva menyeletuk.
"Bisa kita bicara empat mata saja?"
Hal yang tidak sekali pun Shanshan inginkan, adalah berbicara empat mata dengan istri sah dari mantan kekasihnya.
Semua teman lainnya terdiam. Mereka merasa, tidak cukup pantas untuk ikut campur urusan Adeeva dan Shanshan.
"Kita bicara di luar, Shan." Adeeva meraih pergelangan tangan Shanshan untuk dibawanya keluar ruangan.
Bangku tunggu fasilitas rumah sakit yang mereka tuju bersama-sama. Adeeva menyuruh Shanshan duduk sebelum dirinya menyusul duduk, tepat di depan gadis itu.
Shanshan terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi. Nyatanya, ia tak cukup berani untuk mengeluarkan suara indahnya.
Adeeva menatap dalam kecantikan mantan kekasih suaminya. Dalam hati mengucap 'Masya Allah' meski terkoyak-koyak kepercayaan dirinya setelah melihat seksama ciptaan Tuhan yang benar-benar hampir tanpa celah.
Cukup lama keduanya terdiam, sampai Adeeva mendapat keberanian penuh untuk mengangkat suaranya. "Shanshan."
"Hmm." Gadis itu mendongak menatapnya.
"Kamu percaya bahwa semua masalah ada solusinya?" tanya Adeeva.
Shanshan terdiam kembali. Jujur, ia tak cukup pandai mengartikan isyarat bahasa yang tidak lugas menurutnya.
"Maksud mu?"
"Boleh aku minta tolong pada mu? Demi Emyr, tolong lakukan ini untuk ku," hiba Adeeva.
Segera up lagi.... Terima kasih like komen dan kesetiannya....❤️💋