WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Bersama Mantan
#22
“Tentang kita, dan tentang Al.”
Agnes mengerutkan keningnya, “Tentang kita sudah usai, jangan lagi dibicarakan.”
“Siapa bilang, dulu memang usai, tapi sekarang ada Al yang harus kita urus bersama hingga dia dewasa tanpa merasa kehilangan cinta dari kita sebagai orang tuanya.”
Leon kembali membukakan pintu untuk Agnes, “Masuklah, aku tak punya banyak waktu, karena harus segera ke rumah sakit untuk visit pasien.”
“Ya, sudah, pergilah, aku tak akan pernah menghalangimu. -sejak dulu pun demikian, hingga kamu benar-benar pergi meninggalkan semua tentang kita,” sambung Agnes dalam hati.
“Kali ini aku ingin— kamu mencegahku pergi, tahan aku disisimu.” Leon pun melanjutkan kalimatnya dalam hati.
“Ingin apa?” tanya Agnes ketus.
“Ingin makan, aku lapar, karena pagi tadi tak sempat sarapan, harus menjemput anak-anak, lalu mengantarnya ke sekolah.”
Leon menutup pintu mobilnya, setelah Agnes duduk nyaman. Pria itu berjalan mengitari mobil, hingga kembali duduk di belakang kemudi.
“Kita mau kemana?” tanya Agnes.
“Kamu sudah sarapan?” tanya Leon.
Keduanya saling tanya di waktu bersamaan.
“Belum.”
Agnes menjawab lebih dulu.
“Good answer.”
Leon mulai menjalankan mobilnya, “Kita mau kemana?” ulang Agnes.
“Tidurlah, katamu kamu mengantuk?”
“Ish,” gerutu Agnes, kemudian menurunkan sandaran kursinya, tak lama kemudian ia pun terlelap. Benar-benar tukang tidur, itulah julukan Leon untuk Agnes.
“Rupanya dia tak bohong. Apakah kamu selelah itu?” gumam Leon dengan emosi yang tak bisa diartikan.
Tak lama kemudian mobil berhenti di pelataran cafe yang sudah buka di pagi hari dan mereka juga menyediakan menu untuk sarapan.
Krek!
Suara hand rem membuat Agnes bangun dari tidurnya, “Dimana ini?”
“Tempat nongkrong.”
Leon turun lebih dulu, dan membukakan pintu untuk Agnes.
“Aku bukan siapa-siapamu, jadi jangan perlakukan aku seperti ini.”
Brak!
Leon kembali menutup pintu mobilnya, “Seperti ini? Seperti apa maksudmu?”
“Aku bukan— mmm aku tidak—” Agnes terlihat gugup, ia sendiri kebingungan hendak mengatakan apa.
Semakin gugup Agnes, Leon semakin intens menatap wajah wanita itu. Ia pun menunggu apa jawaban yang hendak Agnes lontarkan.
“Apa yang ingin kamu katakan?”
Pada akhirnya, Agnes hanya menghembuskan nafas tanpa melanjutkan kalimatnya. “Lupakan! Yang jelas aku tak ingin perlakuan istimewa karena aku tak seistimewa itu bagimu.”
Agnes berbalik dan berjalan lebih dulu memasuki kafe.
“Tapi bagiku, kamu masih seistimewa dulu, sekarang, bahkan mungkin beberapa masa ke depan.”
Leon hanya mampu menggumamkan kalimat tersebut dalam hatinya, ia akan menanti sampai suatu saat jodoh dan takdir kembali membuat mereka bersama.
Agnes sudah membuka daftar menu ketika Leon datang dan meletakkan kacamata hitamnya di atas meja.
Pelayan Kafe datang dan bertanya apa yang mereka pesan.
“Nasi goreng hongkong.”
“Original atau pedas?”
“Pedas.”
“Original.”
Dua orang itu menjawab bersamaan, namun, jawabannya berbeda.
“Jangan mengusik apa yang ingin ku makan,” gerutu Agnes. “Pedas, ya, Mbak. Kopinya 1.”
“Apa?!” protes Leon, “asam lambungmu bisa langsung kambuh jika makan pedas bercampur kafein!” sambungnya.
“Mbak, ganti kopinya dengan juice mangga 2, dan nasi gorengnya original saja.”
Leon segera merevisi pesanan Agnes, tak peduli wanita itu melotot tajam kepadanya.
“Ada lagi, Tuan?”
“Waffle vanila 1, Lontong sayur 1,” pesan Leon.
“Oh, iya, air mineral nya 2.”
“Baik, Tuan, kami akan siapkan segera.”
Agnes mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana jeans-nya, ada beberapa pesan termasuk tim delivery yang melapor padanya, bahwa pesanan telah tiba di tempat tujuan.
“Katakan apa yang ingin kamu bicarakan.”
Leon pun meletakkan ponselnya, Agnes melirik sekilas wallpaper ponsel pria itu, ternyata hanya gambar punggungnya sendiri di antara pohon-pohon ketika musim gugur.
“Hari minggu, apa bisa kamu dan Al meluangkan waktu?”
“Waktu, untuk?”
“Aku ingin mengajak Al ke taman hiburan.”
“Pergi saja, aku tak perlu ikut, bukan?”
Bukan itu jawaban yang Leon harapkan, ia ingin Agnes ikut agar kebahagiaan Al semakin lengkap.
“Kamu tak takut aku membawa Al pergi darimu?”
“Tidak, kami bukan tipe pria semacam itu.”
“Lalu? Aku tipe pria seperti apa?” desak Leon berharap Agnes masih mengingat semua tentang dirinya.
“Sebenarnya kita hendak membicarakan apa? Tak penting bagiku mengingat masa lalu,” sergah Agnes.
“Fokus kita kedepan adalah membesarkan Al, dan membuatnya tetap merasakan kasih sayang kita, walau kita tak lagi bersama.”
Suara Agnes sedikit bergetar, ya, Leon bisa merasakannya. Tapi kenapa Agnes menyembunyikan alasannya? Apakah Agnes tak mau membuka hatinya lagi?
Agnes menatap kedua mata Leon yang terlihat sendu, rahasia apa disimpan olehnya hingga tatapan matanya terlihat begitu merana?
“Baiklah, hanya itu yang ingin ku katakan. Tapi aku sangat berharap kamu bersedia ikut, karena aku belum terlalu mengenal Al. Anggap saja kamu adalah jembatan penghubung bagi kami.”
Jika dipikirkan lebih dalam, benar juga apa yang Leon katakan. “Baiklah, aku akan ikut kalian.”
Leon bernafas lega setelah mendengar jawaban Agnes, memang itu yang ia harapkan, pergi bertiga dengan anak mereka. Merasakan perasaan hangat dan bahagia seperti keluarga pada umumnya.
Mereka mulai makan, karena sarapan yang mereka pesan telah tiba. Leon makan lontong sayurnya terlebih dahulu, sambil mengamati Agnes yang melahap nasi gorengnya dengan cepat.
“Ckckck, ini hambar sekali,” gerutu Agnes, kemudian ia menggigit cabai yang ada dalam potongan acarnya. Leon tak protes asal tidak berlebihan, karena asam lambung Agnes sangat sensitif dengan makanan pedas, sementara si pemilik tubuh terlihat acuh akan hal itu.
“Kamu tak makan?” cetus Agnes ketika piring Leon masih berisi banyak lontong dan sayuran di dalamnya, padahal nasi gorengnya tersisa 2 suapan lagi.
“Makan, tapi perlahan, tak ada yang mengejarku, bukan?”
“Ck, alasan, bilang saja kamu tak lapar.”
Agnes mencomot sepotong telur rebus dari piring Leon, pria itu tak protes, justru telur itu sengaja tak ia makan, karena Agnes menyukainya.
“Ups, maaf,” ucap Agnes ketika menyadari kebiasaan lamanya kembali kambuh.
“Tidak apa-apa, itu hanya telur rebus.” Leon justru mendekatkan piring makanannya agar Agnes ikut menikmati sarapan sepiring berdua dengannya. Ini cukup menyenangkan, seperti mengulang nostalgia kebersamaan mereka, dulu.
“Tidak, terimakasih, aku kenyang sekarang.”
Leon tak ambil pusing, ia pun kembali melanjutkan sarapannya, masih dengan perlahan, karena ia ingin menghabiskan separuh hari ini bersama Agnes, sebelum kembali ke rumah sakit hingga malam nanti.
Beberapa saat kemudian setelah Leon menghabiskan makanannya hingga tandas, pria itu kembali mengatakan hal yang membuat Agnes cukup terkejut.
“Aku sedang dalam proses memesan sebuah rumah ke agen properti, dan bila nanti rumah itu siap, pindahlah ke sana Bersama Mama dan Al.”
ikutan perih ei.....
Apa Leon baru tersadar jika Agnes duduk di pelaminan sama Rama
kasihan kali kau leon, gak tahu apa-apa tapi seolah semua kesalahan tertimpa padamu... kamu yg ditinggalkan, ditolak, dan harus menanggung rasa sakit sendirian... huhuhu, sakit sakit sakitnya tuh di sini... kezaaaammm kezaaaammm, othor tega bikin ibu menangisss😭