NovelToon NovelToon
Cinta, Aku Menyerah

Cinta, Aku Menyerah

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.5M
Nilai: 4.9
Nama Author: dtyas

“Mbak, saya tidak pernah merebut suami Mbak. Seharusnya Mbak tanya Mas Devan kenapa dia mengaku belum menikah,” sahut Karin membela diri.

“Eh, kamu malah mengajari saya.” Renata kembali mengayunkan tangannya, refleks Karin memejamkan matanya. Tiba-tiba suasana hening dan tidak ada tangan yang mendarat di wajahnya. Karin pun perlahan membuka matanya

“P-Pak Arga,” ucapnya.

“Arga.” Renata terkejut dengan kehadiran Arga diantara mereka.

“Ka-kamu kenal dia?” tanya Renata pada Arga.

“Tentu saja, dia tunanganku. Calon istri Arga Sadewa,” jawab Arga.

***

Karin Amanda, tidak menyangka jika kekasihnya sudah menikah. Akhirnya dia memilih menikah dengan Arga Sadewa yang memiliki masa lalu dengan istri mantan kekasih Karin.

Rumah tangga yang Karin jalani tidak mudah, karena mereka menikah tanpa cinta dan diganggu dengan kehadiran para mantan.

Apakah Karin harus menyerah dengan cintanya atau berusaha mendapatkan hati Arga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menunggu Arga

Karin menyeret kopernya mengikuti langkah Arga menuju lift. Mereka sudah berada di apartemen, menuju unit yang akan ditempati. Karin agak kesulitan menyerat dua koper miliknya, tapi Arga hanya cuek.

Arga tidak ingin berlama di kediaman orangtua Karin. Tidak ingin bersandiwara terlalu lama kalau mereka tidak seperti pasangan pengantin pada umumnya.

“Hafalkan di lantai berapa unitku berada. Jangan sampai nanti kamu menyusahkan karena tersesat.”

“Aku tahu, lagi pula aku bukan anak kecil,” gumam Karin.

Arga menyebutkan kode saat akan membuka pintu. “Untuk menjaga keamanan, Setiap bulan kode akan diganti,” ucap Arga.

“Wow,” celetuk Karin. Tidak menyangka apartemen Arga bergaya seperti rumah mewah. Dengan dua lantai dimana desain interior gaya modern tapi tetap berkesan nyaman.

“Bawa kopermu ke kamar,” titah Arga.

Karin bingung berada di antara dua pintu kamar. “Kamarnya yang ini atau yang itu?”

“Yang kiri kamar kamu, aku yang sebelahnya.”

“Kita tidur pisah kamar?” tanya Karin.

Arga mengernyitkan dahinya. “Kamu pikir kita pasangan sesungguhnya? Masih ingat aturanku semalam, jangan berharap kita bisa berlaku seperti pasangan suami istri pada umumnya. Apalagi kamu ….” ucapan Arga terhenti karena pria itu melirik seakan jijik dengan Karin.

“Paling cepat satu tahun, kita akan bercerai. Jadi sabarlah untuk tidak berhubungan dengan Devan atau pria manapun.”

“Pak Arga, saya dan Mas Devan tidak ….”

“Nope,” Arga menunjukan telapak tangannya seakan meminta Karin untuk berhenti bicara. “Aku tidak peduli kalian ada hubungan apa. Yang jelas jaga kehormatan sebagai istriku dan menantu keluarga Sadewa.

Karin merasa lehernya tercekat karena menahan air mata yang sudah siap menetes ke wajahnya.  Hinaan Arga semalam ternyata belum usai, pria itu kembali mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan Karin.

Memilih masuk ke kamarnya daripada meladeni suaminya, tepatnya suami  pura-pura. Karin duduk ditepi ranjang menatap cincin yang tersemat di jemarinya. Ingin sekali dia melepaskan emosi seperti Arga, apalagi pernikahan mereka jelas bukan atas dasar cinta. Tapi kembali teringat nasihat dari Mamanya, mau tidak mau Karin harus sabar.

“Pernikahan itu sakral, jangan dibuat main-main dengan asal ucap pisah kalau nanti kamu dan Arga bertengkar. Apapun masalahnya tetap berusaha menjadi istri yang baik.”

“Istri yang baik? Kalau aku berusaha menjadi istri yang baik, apa Pak Arga bisa menjadi suami yang baik?”

... ***...

“Karin, hei bangunlah.”

“Nanti dulu Mah, aku masih ngantuk,” ujar Karin sambil kembali mengeratkan selimutnya.

“Hei, bangun,” teriak Arga.

“Lima menit lagi Mah.”

Arga berdecak, “Bangun atau aku siram dengan air es,” teriak Arga.

Karin mengerjapkan matanya dan menatap Arga yang berdiri di samping ranjang. “Pak Arga ngapain di sini?”

“Ngapain? Kamu lihat sekarang sudah jam berapa?”

“Astaga,” pekik Karin sambil beranjak duduk. Tersadar kalau saat ini dia berada di apartemen Arga dan saat ini statusnya adalah seorang istri. “Aku kesiangan, maaf Pak.”

“Sepuluh menit atau aku tinggal.”

Karin bergegas melesat ke kamar mandi. Tanpa polesan make up, menemui Arga yang sudah berdiri dengan wajah tidak bersahabat.

“Hehe, maklum ya Pak. Namanya juga tidur di lingkungan baru, jadi kesiangan.”

“Berikutnya biasakan bangun pagi, jangan lupa buat sarapan.”

“Hah, maksudnya aku buat sarapan untuk … kita?”

“Menurutmu, apa aku yang harus masak.”

“Ya nggak apa-apa kalau Pak Arga mau, saya nggak bisa masak,” jawab Karin sambil cengengesan.

Keduanya sudah berada dalam mobil, selama perjalanan tidak ada yang obrolan apapun. Karin sebenarnya ingin sekali berhenti untuk membeli sarapan, tapi urung melihat Arga yang fokus pada kemudi dan jalan di depan.

“Ingat, jaga nama baik aku. Status kamu saat ini adalah istri dari Arga Sadewa.”

“Iya Pak. Saya ingat,” jawab Karin setelah melepas seatbelt.

Turun dari mobil lebih dulu dan berjalan mendahului Arga karena tidak berminat untuk berjalan beriringan. Sampai di kubikel nya, Karin mendaratkan tubuh di kursi kerja sambil menghela nafas.

“Eh, kok udah masuk aja. Nggak ada perjalanan liburan atau honeymoon gitu?” tanya Abil rekan kerja Karin.

“Pak Arga sibuk dan aku sebentar lagi harus buat laporan magang.”

“Owh, udah mau selesai ya. Sepi dong nggak ada Karin,” goda Abil.

“Kalau sepi teriak-teriak aja, nanti juga ramai," balas Karin.

“Bil, jangan digodain lo. Istrinya Bos, emang mau lo dipecat,” ejek rekan lainnya.

“Waduh, jangan diaduin ya. ‘Kan cuma bercanda.”

Menjelang sore, menit-menit jam pulang kantor. Ponsel Karin bergetar ternyata pesan dari Arga.

[Aku masih ada pertemuan dengan klien, tunggu saja di lobby nanti aku jemput]

“Yah, gagal pulang cepat deh.”

Karin tidak menyegerakan beranjak dari meja kerjanya, memilih menonton film dengan komputer yang biasa digunakan untuk bekerja. Menyadari ruangan sudah sepi hanya tinggal dirinya, melihat jam dinding sudah lewat dari jam pulang tapi Arga belum ada menjemput.

“Pak Arga kemana sih?” Karin menatap layar ponsel tidak ada panggilan atau pesan baru dari Arga. Berniat menghubungi nyatanya daya ponsel ternyata lemah.

“Eh, ya mati … Gimana ini?”

Karin akhirnya menunggu di lobby. Berniat pulang menggunakan taksi tapi dia belum hafal alamat apartemen Arga.

“Mbak Karin belum pulang?” tanya salah satu security yang berjaga.

“Belum Pak. Tunggu Pak Arga jemput.”

“Owh begitu. Saya tinggal ya Mbak.”

Karin hanya menganggukkan kepalanya. Sudah satu jam berlalu masih belum ada tanda-tanda Arga tiba. Bahkan perutnya sudah terasa keroncongan. Security tadi menghampiri Karin lagi, “Apa nggak dihubungi saja Mbak, Pak Arga nya.”

“Ponsel saya mati, Pak. Mau naik taksi, tapi saya belum hafal alamat apartemen PAk Arga.”

Security itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, agak bingung dengan solusi untuk pasangan pengantin baru ini.

“Hubungi dengan ponsel saya saja.”

“Saya nggak hafal nomor ponsel Pak Arga.”

“Walah, saya cari tahu dulu ya Mbak.”

Sedangkan di apartemen. Arga baru saja sampai, setelah terjebak macet yang cukup melelahkan dan membuat emosi. “Kok masih gelap,” gumam Arga. Menghidupkan beberapa lampu di unitnya lalu menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

“Ngapain aja kali, sampai lampu aja nggak sempat hidupkan,” ujar Arga lalu membuka kamar Karin yang ternyata masih gelap.

“Nggak ada.” Arga mengambil ponselnya dan menghubungi Karin tetapi tidak aktif. Beberapa kali hasilnya sama, kontak Karin tidak aktif.

Lelah dengan aktifitas seharian ditambah tidak menemukan Karin di kamarnya membuat Arga semakin emosi.

“Sepertinya aku harus mandi untuk mendinginkan otakku, bisa-bisa aku darah tinggi menghadapi Karin.”

Cukup lama Arga berada di kamar mandi dan saat keluar disambut dengan dering ponselnya. Arga mengernyitkan dahinya melihat nomor yang tidak dikenal menghubunginya.

“Halo.”

“Selamat malam, dengan Pak Arga?”

“Iya.”

“Maaf Pak, ini Mbak Karin masih di lobby. Pak Arga sudah sampai mana?”

Dalam hati Arga mengumpat mendengar informasi Karin masih berada di kantor.

“Suruh dia pulang naik taksi,” titah Arga.                                                                                             

“Anu Pak. Mbak Karin belum hafal alamat Pak Arga.”

“Astaga Karin,” ujar Arga. “Saya kirim alamatnya. Kalau saya jemput akan lebih lama,” sahut Arga.

Arga menghela nafasnya, entah kemarahan apa yang akan diterima Karin atau diluapkan oleh Karin.

 

\=\=\=\=\= yuhuuu, jangan lupa jejak cinta ya gaesss

 

1
Lia Kiftia Usman
mantan oh mantan...gara gara mantan nih...🤦‍♀️
Lia Kiftia Usman
mlipir ke karyamu ini ..thor, bis baca bosku arogan 😊
Komang Diani
Luar biasa
Anonymous
k
Dewi Kasinji
Renata punya ke PD an yg luar binasa
Dewi Kasinji
Luar biasa
Dewi Kasinji
ijin baca kak
Nelly oktavia
kecebong arga dah ada tuh
Reni Setia
makasih author untuk novelnya
Surati
bagus
Melda Herawaty
luar biasa 👍👍
Lia Sakking
Luar biasa
MiMi Chan
ok
Safa Almira
yey
Lina Herlina
emak y Arga kok gtu sih...gampang menelan mentah2 info yg gk jls. Padahal aslinya baik tp kok gampang terpengaruh...
Lina Herlina
good karin...foto balas foto
Realme Sebelas
hampir panik Thor..
Mas Sigit
smg arga mendengar dengan jelas percakapan sekertarisny itu dn lngsung memecatny biar kaaaapoooooookkkkkkkk😡😡
Mas Sigit
jgn" karin hamil
Mas Sigit
ternyata penghianatny sekertarisny arga, smg arga cepat mengetahuiny dn lngsung memecatny
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!