Tantangan Kepenulisan Noveltoon
Bagaimana rasanya dijodohkan dengan 5 laki-laki tampan? Tanyalah kepada Irene Abraham.
Cantik, pintar, dan kayaraya membuat kehidupan Irene serasa sempurna. Apapun yang inginkan selalu bisa didapatkan dengan mudah. Hidupnya sangat bebas sesuka-suka hatinya.
Sampai suatu ketika, sang kakek berencana untuk menjodohkannya dengan salah satu putra keluarga Narendra. Ada lima tuan muda yang bisa Irene pilih menjadi pendampingnya, Alan, Alex, Alfa, Arvy, dan Ares. Kelima tuan muda memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Irene yang belum siap menikah, memutuskan untuk menyamar sebagai wanita jelek dan kampungan. Tujuannya satu, agar tidak ada dari kelima tuan muda yang akan menyukainya.
Apakah tujuan Irene berhasil? Ataukah Irene akan jatuh cinta pada salah satu dari kelima tuan muda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Nasib Menjadi Idola
Arvy menunggu di depan halaman rumah dengan kesal di samping mobilnya. Sudah 15 menit ia menunggu, Irene tak kunjung keluar. Kalau bukan karena aturan yang diberlakukan oleh saudara-saudaranya, ia lebih memilih tidur-tiduran menikmati akhir pekan. Gara-gara Irene, ia harus mengajak wanita itu pergi jalan-jalan. Ingin rasanya ia gantung diri karena selama seminggu ini selalu merasa tertekan setiap kali harus berdekatan dengan Irene.
Kakek Narendra tak kunjung pulang dari luar negeri. Seandainya sang kakek ada di rumah, ia akan memohon agar tidak memaksanya berdekatan dengan wanita jelek itu. Cukup keempat saudaranya saja yang jadi pilihan.
Hidupnya seketika tersiksa sejak perjodohan itu terjadi. Dia harus mau kembali ke mansion, mematuhi aturan rumah, ditambah bertanggung jawab pada wanita jelek yang begitu diistimewakan di rumah. Para pelayan tak ada yang berani menghinanya karena Irene adalah pilihan langsung dari Kakek Narendra.
Terkadang ia penasaran, apakah kakeknya benar-benar tahu seperti apa wujud wanita yang hendak menjadi cucu menantunya? Kalau dipikir secara logika, tidak mungkin ada kakek yang mau menjodohkan cucu-cucu gantengnya dengan wanita buruk rupa.
"Maaf, ya ... aku agak lama." Irene harus melumuri tubuhnya dengan body painting sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk bersiap. Dari wajah yang ditampilkan Arvy, dia tahu betul jika lelaki itu memendam kekesalan padanya. Tanpa berkata apapun, ia membukakan pintu mobil audy miliknya untuk Irene. Setelah Irene masuk, barulah ia masuk ke arah pintu sebelah dan duduk di belakang kemudi.
"Kita mau kemana?" tanya Irene sembari memasang sabuk pengaman di tubuhnya.
"Kamu pilih yang mana, ke taman hiburan atau mall?" Arvy bertanya dengan nada malas. Ia juga memasang sabuk pengaman miliknya.
"Aku bosan main di mall. Tapi, kalau kita main di taman hiburan, apa tidak apa-apa untukmu? Aku takut nanti banyak yang mengenalimu sebagai artis."
"Tidak apa-apa. Aku bisa memakai masker dan topi, paling tidak akan ada yang mengenali." Arvy berbicara dengan nada datar. Ia mulai melajukan mobilnya.
Irene sendiri sangat tidak nyaman setiap hari harus berusaha mengakrabkan diri dengan tuan muda yang jelas-jelas tidak menyukainya. Kalau saja kedua kakek mereka mau mendengarkan keluhan cucu-cucunya, seharusnya perjodohan itu sudah dihentikan. Mereka sama sekali tak menginginkan perjodohan seperti itu. Apalagi para tuan muda sepertinya sudah memiliki pilihan hatinya masing-masing. Irene berasa seperti seorang pelakor.
Setibanya di area taman hiburan, mereka berdiri memandangi antrian yang mengular dari para pengunjung yang ingin masuk ke dalam. Akhir pekan semua tempat wisata pastilah ramai, tak mungkin sepi.
"Ramai sekali. Apa kita tetap akan masuk ke dalam?" tanya Irene memastikan.
Meskipun Irene juga tidak suka dengan Arvy, ia masih mau mencoba memahami lelaki itu. Posisi Arvy yang seorang artis cukup terkenal pastj sangat menyusahkannya untuk pergi kemanapun yang ia mau. Lelaki itu sudah memakai masker dan topinya tapi masih terlihat tampan.
"Tidak apa-apa, kita masuk saja. Ambil tiket khusus yang antriannya lebih sedikit." Arvy menunjuk ke arah antrian yang pendek. Tempat itu khusus bagi pengunjung yang berani membayar dobel tiket masuknya.
"Baiklah, jangan salahkan aku lagi kalau ada apa-apa." Irene menurut.
Mereka berjalan ke arah antrian yang lebih sedikit. Arvy terus berusaha menunduk menyembunyikan wajahnya selama berada di dalam antrian. Entah mengapa ia merasa beberapa orang terus memperhatikannya meskipun sudah berpenampilan sangat tertutup. Irene ikut merasa tidak enak.
"Permisi, apa kamu Arvy?" ada salah seorang di dalam antrian yang akhirnya menyadari bahwa di sana ada Arvy.
"Arvy? Apa dia Arvy?"
"Masa, sih? Benarkah Arvy mau masuk ke taman hiburan?"
Semakin banyak orang yang penasaran dan ingin mengetahui sosok yang mereka yakini adalah Arvy. Meskipun dia bukan Arvy, penampilannya cukup menarik. Tubuhnya yang tinggi dan proporsional mirip seperti artis luar negeri.
"Arvy, lari!" Irene memberikan kode kepada Arvy untuk lari.
Keduanya langsung berlari menembus kerumunan sekuat tenaga. Lari Irene lebih lambat karena dia seorang wanita. Agar wanita itu tidak hilang, Arvy terpaksa mrraih tangan Irene san mengajaknya berlari bersama. Di belakang mereka orang-orang yang kebanyakan kaum wanita masih terus mengejarnya.
"Sembunyi di sini!" Irene menarik Arvy agar masuk ke dalam semak-semak dan bersembunyi di sana. Mereka jongkok dan berdiam diri saat rombongan fans bar-bar masih mencari-cari Arvy di sana.
"Kamu yakin tadi Arvy?"
"Yakin! Aku hafal banget ciri-ciri tubuhnya. Mau dilapisi baju sampai 100 juga aku bakalan tahu, soalnya dia suamiku."
"Enak saja! Mana mau Arvy sama kamu. Dia cocoknya sama aku!"
"Apaan, sih ... aku yang paling cocok sama Arvy. Aku kan cantik!"
"Ah! Sudah! Kenapa kita malah jadi berdebat? Ayo kita kejar Arvy lagi. Sepertinya dia lari ke arah sana."
Lambat laun suara orang-orang yang tadi mengejar Arvy hilang. Irene tampak menahan tawa dengan menutupi mulutnya. Sungguh, mendengarkan percakapan para fans Arvy bisa membuatnya tertawa sampai sakit perut. Terkadang sulit dipercaya kalau ada fans yang rela melakukan apa saja demi idola yang bahkan tidak ia kenal secara personal atau ditemuinya secara langsung. Mereka bisa mengatakan cinta kepada idola hanya dari karya-karyanya.
Fans kalau sekedar mengagumi masih terhitung wajar baginya. Jika Fans sudah berubah menjadi sasaeng, mengganggu ketenangan dan privasi idolanya, ia rasa itu sudah mengkhawatirkan. Seorang idola juga berhak untuk bahagia menikamati kehidupan pribadinya.
"Kamu menertawakan aku, ya?" Arvy melirik tajam ke arah Irene. Keduanya masih belum berani keluar sampai situasi benar-benar aman.
"Tidak ...." Irene berusaha menetralkan raut wajahnya dan menghilangkan tawanya agar Arvy tidak memarahinya.
"Jangan mengelak! Kamu pasti sedang puas melihatku harus sembunyi di semak-semak."
Memang lucu melihat ada orang terkenal malah sembunyi di semak-semak karena takut dengan fans. Kalau dia ambil foto Arvy sedang sembunyi, dia pasti akan langsung terkenal.
"Tidak, kok ... aku hanya tertawa karena fans-mu sepertinya lucu-lucu. Obrolan yang tadi aku dengar, mereka sangat mencintaimu sebagai seorang idola."
Arvy menghela napas panjang. Dicintai banyak fans pastilah suatu kebahagiaan bagi seorang artis. Fans adalah orang-orang yang membuat mereka ada dan bertahan di dunia hiburan. Tanpa fans mereka bukan apa-apa.
Akan tetapi, terkadang keberadaan fans juga mengganggu. Mereka tidak bisa leluasa pergi kemana-mana. Setiap orang yang melihat pasti akan menyapa dan meminta foto. Kalau masih satu dua orang bisa ditangani. Jika ada ratusan orang yang secara bersamaan ingin meminta foto, ia akan pingsan duluan.
hamish tgh sekarat pun sempat lagi bercium... nyampahhhh