Reno, adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Papanya memiliki jabatan yang tinggi di suatu instansi pemerintah dan mamanya seorang pengacara terkenal, kakanya jebolan sekolah kedinasan yang melahirkan Intel negara. Sementara dia anak tengah yang selalu dibanding-bandingkan dengan kesuksesan sang Kaka, berprofesi sebagai TNI berpangkat Bintara. Tapi Reno adalah anak yang penurut dan paling berbakti pada kedua orangtuanya.
Keinginannya menjadi seorang TNI karena kejadian luar biasa yang mempertemukan dirinya dengan sosok yang sangat dia kagumi, sosok idola yang merubah hidup dan cara pandangnya.
Hingga pada suatu hari takdir mempertemukan Reno dengan Kanaya yang membantu cita-citanya menjadi seorang TNI terwujud.
Kanaya menemani Reno dari nol karena Reno tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya.
Apakah cinta kasih Reno dan Kanaya akan berlanjut ke pelaminan, atau Kanaya hanya dimanfaatkan Reno saja untuk mencapai cita-citanya?
Yuks ikuti kisah Reno di Cinta Bintara Rema
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Kebohongan yang terendus ...
...Flashback...
"Ijin menghadap komandan." Sapa Arga ala militer dengan suara tegas dan nyaring.
"Masuk!" Jawab Sandi
Arga memberi hormat dengan sikap sempurna.
"Duduk, Ga." pinta Sandi
"Mohon ijin, bersikap biasa." jawabnya masih dengan sikap sempurna. Lalu diangguki oleh Sandi.
"Ada apa om manggil saya?" ucapnya lagi setelah mendapat ijin ngobrol dengan cara biasa.
"Sebelumnya om berterima kasih kamu selalu mendampingi Reno selama ini, tapi ... Om mau tahu apa yang kalian lakukan hingga om bisa terbebas dari fitnahan dan bisa melakukan banding." tanya Sandi
"Mm ... Apa tidak sebaiknya om tanya langsung dengan Reno."
"Tentu om akan tanya Reno, jika ada kesempatan bertemu dengannya. Maksud Om ... Apa yang kalian janjikan sebagai imbalannya? Kalian tidak menumbalkan karier kalian?" selidik Sandi
Arga mengangkat pandangannya menatap Sandi, sedikit mengernyitkan dahinya. "Jika yang om maksud karier kami akan terancam, tentu saja tidak. Karena paman saya menolong dengan hati yang tulus, keberhasilan itu karena kekuasaan dan kemampuannya diplomasi." jawab Arga
Sandi jadi tidak enak hati sudah berpikir negative pada Arga dan keluarganya, yang sudah rela menjembatani kasus yang dia hadapi. Kekhawatiran akan masa lalunya saat awal terikat hubungan dengan Pak Cipto sangat menghantuinya.
Saat itu dia hanya perwira muda yang berusaha membela anak buah, dia datang menghadap Cipto yang saat itu menjadi pimpinannya langsung, namun permohonan akan penangguhan hukuman pada anak buahnya harus dia bayar dengan perjanjian pernikahan menyakitkan dengan putri dari atasannya itu.
Anak buahnya bebas, sebagai gantinya ia yang terpenjara dalam pernikahan dan kebohongan keluarga sang atasan hingga puluhan tahun.
Sandi menghela napas lega, dia berdiri dan memeluk Arga dengan haru. "Terima kasih, kalian orang baik. Maaf jika Om sudah berpikir yang tidak-tidak."
"Jangan terlalu dipikirkan, Om. Kebenaran menemui jalannya sendiri untuk bangkit. Tuhan tidak akan tinggal diam membiarkan kedzaliman mengubur kebenaran." jawab Arga diplomatis.
...Flashback Off...
"Reno! Apa yang kamu lakukan!" suara bariton Sandi menghentikan kegiatan terlarang dari dua insan berbeda jenis.
Reno melepaskan jeratan nafsu pada tubuh mungil gadis yang berada dalam rengkuhannya. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya, dia menatap bingung wajah dua orang pria yang menatapnya dengan amarah.
"Kurang ajar! Kamu mau merusak adikku, Ren!" murka Arga, lalu melayangkan pukulan dua kali pada wajah sahabatnya itu.
Saat pukulan ketiga akan mendarat, Sinta sudah menutupi wajah Reno dengan tubuhnya. "Jangan!! Sudah, Ga! Aku yang salah, aku yang sudah membuat mas Reno seperti ini." teriaknya disertai Isak.
Reno menepis tangan Sinta yang menjaganya dari pukulan Arga, pemuda itu langsung berdiri mengusap sudut bibirnya yang pecah dan menantang, "Apa-apaan kamu datang langsung pukul aku, Ga!"
"Masih nanya! Brengsek!!" murka Arga lagi
Sandi melerai dua pemuda yang kini sudah berdiri tegak dan saling berhadapan.
"Reno, papa kecewa sama kamu! Kamu minum?"
"Sedikit." jawabnya pelan
"Kalau kamu butuh pelampiasan cari perempuan lain, jangan adikku!" maki Arga
Reno melirik Sinta sekilas, "Siapa suruh dia ada di sini, bawa dia pergi!" Reno menepis cekalan tangan papanya dan berlalu pergi ke kamar.
Sinta berlari keluar rumah dengan airmata yang tidak sanggup lagi dia bendung, di teras rumah, Sinta memukul dada berkali-kali, dadanya terasa sesak karena ucapan terakhir Reno, seakan dia wanita yang tidak berharga, setelah dilecehkan lalu disalahkan.
Sementara Arga masih tidak terima dengan sikap sahabatnya itu, dia menyusul Reno ke kamar. Menggedor-gedor pintu kamar sambil teriak meminta Reno keluar dan bertanggung jawab.
"Arga, Om tahu kamu kecewa begitu juga Om, biar kita selesaikan masalah ini besok setelah Reno sadar. Om minta maaf atas kelakuan Reno." pinta Sandi
Arga mendengus kesal, dia menatap wajah Sandi dengan tatapan tajam. "Pastikan Reno datang kerumahku besok jam sembilan, kalau Om tidak bisa mendidiknya, aku yang akan menghajarnya!" Ancamnya.
Sandi mengangguk paham, merangkul bahu Arga, lalu mengantarkan pemuda itu keluar dari rumah dan memastikan mobil mereka bergerak keluar gerbang komplek perumahan hingga menghilang dari pandangan.
Sandi menghela napas dengan kasar, dia sudah memprediksi anaknya akan hancur jika melihat berita pertunangan Kanaya. Karena sebab itu, dia mengajak Arga pulang ke Surabaya untuk menghibur putranya. Diluar dugaan mereka malah mendapatkan kejutan.
Malam semakin bergerak dan mempersilahkan sang mentari merajai bumi. Reno terbangun karena perutnya yang mual, sisa minuman beralkoholnya semalam mulai bereaksi, kepalanya pun masih pening. Dia memuntahkan semua isi perutnya di dalam closet.
Sandi yang sudah menunggu anaknya sejak semalam hanya duduk terdiam di sofa ruang tengah. Tangannya dilipat di depan dada dengan wajah yang serius, dahinya mengernyit. Setelah menunggu hampir tiga puluh menit, Reno turun dengan wajah suntuk dan memegang perutnya yang masih terasa sebah.
"Papa! Sejak kapan papa datang?" tanyanya dengan wajah bingung.
"Hmm ... minuman keras bukan hanya merubah mu menjadi pria brengsek tapi juga menghilangkan ingatanmu, Ren! Berapa botol yang kamu minum?" Omel Sandi
"Hanya setengah botol, Pa." cicit Reno pelan dan tertunduk.
"Kamu ingat apa yang kamu lakukan semalam?" tanya Sandi
Reno menautkan kedua alis, terlihat kerutan di dahi kian jelas, "A-aku ... S-sinta ... Ya ampuunnn!!" Reno menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, merutuki diri sendiri dalam gumam.
"Kamu harus minta maaf padanya, kebodohan kamu hampir merusak masa depan anak gadis orang!" maki Sandi
Sesuai janji, sebelum jam sembilan mereka sudah sampai di kediaman mewah Arga dan Sinta. Masih menyimpan kekesalannya semalam, Arga keluar dengan wajah dingin dan tatapan tak bersahabat pada Reno.
"Ga, aku minta maaf atas kejadian semalam. Aku tahu, khilaf bukan alasan yang ingin kamu dengar, aku belum pernah minum, semalam itu ... Yang pertama bagiku. Kesadaranku ... " ucapnya ragu
Reno tidak ingin menjelaskan secara rinci, betapa semalam yang ada dalam ingatannya hanya Kanaya, seingatnya pun gadis yang dia cumbu dengan brutal semalam adalah Kanaya, sebagai rasa amarah dan niat balas dendam yang terselip di hatinya.
"Semalam, kamu tidak menganggap Sinta itu Kanaya, kan?" cecar Arga
Reno terdiam.
Bungkamnya Reno sebagai jawaban dari pertanyaannya, "Baji ngan kamu!" maki Arga
"Maaf, Ga!"
Arga mendengus kesal, "Kamu pikir kata maaf bisa mengobati trauma adikku?! semalam dia jatuh pingsan dan badannya demam hingga pagi ini."
"Boleh aku bertemu dengannya, Ga?" pinta Reno dengan suara pelan.
Arga menatap Reno dengan tatapan tajam, namun dia berdiri dan mempersilahkan Reno menemui Sinta.
Sandi diam seribu bahasa, membiarkan kedua pemuda itu menyelesaikan permasalahan dengan baik, kehadirannya hanya untuk berjaga agar situasi tetap terkendali dan aman untuk kedua belah pihak.
Reno berdiri di depan kamar gadis yang semalam hampir dia nodai, ragu dan malu memenuhi isi kepalanya, "Sinta, boleh aku masuk?" tanya Reno
Tidak ada jawaban dari dalam, hening.
Arga membukakan pintu kamar adiknya, dan mempersilahkan Reno masuk dengan tatapan matanya.
Reno melangkah masuk mendekati gadis yang terbaring di ranjang dengan jarum infus tersemat di punggung tangannya. Wajah Sinta sangat pucat, mata yang dihiasi bulu mata lebat dan lentik itu tertutup rapat. Seketika hati Reno tersentuh, dia bisa merasakan perasaan terpukul Sinta karena ulahnya semalam.
Reno menarik kursi dan mendekat di sisi ranjang, dia menatap dengan perasaan iba wajah gadis yang ada di hadapannya. Dengan tangan gemetar Reno raba punggung tangan Sinta yang tersemat infusan.
"Maafkan aku, Sinta. Aku sudah membuatmu seperti ini. Aku berjanji akan menjagamu sampai kapan pun." sesalnya dari hati terdalam
Reno membawa punggung tangan Sinta ke arah bibirnya. Lalu mengecupnya dengan lembut, sebagai penyampaian permintaan maaf yang saat ini tidak mungkin Sinta dengar.
Di dalam hati, Sinta bersorak. Kali ini actingnya dapat menyentuh sisi lemah Reno dan bisa membuat lelaki itu mulai memperhatikannya. Bahkan dia mendengar Reno berjanji akan menjaganya sampai kapan pun, dan janji itu akan selalu ia tagih saat Reno mulai goyah.
Lama Reno duduk di sisi ranjang hanya menatap wajah pucat Sinta dengan perasan sedih dan bersalah, diabaikannya panggilan dan pesan penting dari kesatuannya, untuk memintanya kembali ke hanggar, hingga Arga memintanya keluar dari kamar.
"Sudah, Ren. Biarkan dia istirahat, dokter baru saja memberikan obat penenang agar adikku tidak menangis terus dan menyalahkan dirinya sendiri." ucap Arga
"Baiklah, sampaikan padanya aku tadi menunggunya bangun untuk meminta maaf. Jika dia sudah bangun hubungi aku, Ga. Aku akan langsung datang ke sini. Aku pamit, karena sejak tadi Danton menelpon untuk segera kumpul di Hanggar lima." ucapnya
Arga mengangguk mengerti.
Setelah kepergian Reno dan Sandi, Sinta bersorak kegirangan, dia sampai berjingkrak-jingkrak di kamarnya dengan wajah bahagia. Arga hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kembarannya yang manja dan pemaksa.
"Hanya kali ini aku membantumu, Sin. Tidak ada lain kali, aku kasian lihat wajah Reno begitu terpukul dengan acting mu! Aku jadi merasa bersalah pada sahabatku itu."
"Terima kasih kembaranku, kamu memang bisa diandalkan! Aku berhutang budi padamu!" Sinta menghadiahi puluhan kecupan di wajah Arga.
"Jangan begini dek! aku pria normal, manjamu kelewatan." protes Arga, lalu dia teringat ada sesuatu yang janggal dengan kejadian semalam.
"Semalam? Kalau dia yang memaksamu ... kenapa kamu ada diatas pangkuannya dengan posisi yang— Kamu menikmatinya?" cecar Arga
Sinta mendorong tubuh Arga keluar dari kamarnya, setelah mengunci kamar, gadis itu tersenyum malu-malu hingga pipinya merona jika mengulang ingatannya tentang kejadian semalam.
Awalnya memang Reno yang memaksanya, namun lambat laun Sinta merangkak naik di atas pangkuan Reno dengan kaki yang mengunci pinggang Reno.
Di sebuah Resto
"Mau makan apa, sayang ... " tanya Fajar
"Apa aja mas." jawab Naya datar
"Wajah kamu kenapa bete gitu?" protes Fajar dengan nada kasar
"Aku mau tanya, kenapa mas posting acara pertunangan kita di medsos ku, kenapa tidak posting di medsos mas sendiri?" balas Kanaya
"Kenapa? Ada hati pria lain yang kamu jaga? Siapa dia?" cecarnya
"Tentu! Papaku, aku menjaga perasaan papaku, acara sakral yang seharusnya dia hadir, Eyang malah tidak mengabarinya, bagaimana jika papa tahu kalau aku bertunangan tapi tidak memintanya datang." jawab Kanaya dengan nada tinggi.
"Iya! aku dan keluargaku pun heran, kenapa papamu tidak hadir, jangan-jangan rumor yang beredar kalau kamu bukan anak kandung dari kolonel Sandi adalah benar? Iya, kan?!" cecar Fajar
Kanaya terdiam sejenak, banyak hal yang berputar di kepalanya, "apa sebelum memintaku menjadi tunangan, mas tidak mencari tahu dulu pada Eyang, siapa aku?!"
Fajar menautkan kedua alisnya, dia menatap Kanaya dengan tajam. "Kalian hendak menipu keluarga kami? kamu tahu apa arti bibit bebet bobot di keluargaku? Sangat penting Kanaya!!" desisnya dengan suara rendah namun menusuk.
Kanaya membalas tatapan tajam Fajar dengan wajah dingin, dengan melipat tangannya di depan dada Kanaya menegaskan, "Kalau aku tidak masuk dalam kriteria keluargamu, lebih baik kita batalkan pertunangan sebelum ke jenjang lebih serius. Aku tidak masalah!"
"Huh! Jangan harap aku akan bersikap tunduk padamu, Kanaya!" ancam Fajar lalu meninggalkan Kanaya di resto sendirian.
Airmata Kanaya kini mengalir deras, dia tidak tahu lagi harus bagaimana menjalani kehidupan yang diatur oleh Eyangnya, hidup bagai boneka yang dipermainkan orang lain adalah bagaikan hidup tanpa nyawa.
Kanaya terisak dengan menelungkupkan wajahnya di atas meja.
Sementara di dalam mobil yang masih terparkir di halaman resto, Fajar dengan wajah serius menghubungi seseorang dari smart phone nya, hingga panggilan kesekian kali seseorang di sana menerimanya.
"Sayang kamu dimana? Aku membutuhkanmu ... " ucapnya dengan nada penuh kerinduan.
...☘️☘️☘️☘️☘️...
B e r s a m b u n g ...
Ubur-ubur ikan lele, besok lebaran leee ...
Aksara_Dee mengucapkan :
"Mohon maaf lahir dan batin, semoga amal ibadah selama Ramadhan diterima Allah SWT. Selamat berkumpul dengan keluarga dan jangan lupa berbahagia ... "
🩷🩷🩷🩷🩷