Aira harus menelan pil pahit, ketika Andra kekasih yang selama ini dicintai dengan tulus memilih untuk mengakhiri hubungan mereka, karena terhalang restu oleh orang tua karena perbedaan keyakinan.
padahal Aira sedang mengandung anak dari kekasihnya.
apakah Aira akan mampu bertahan dengan segala ujian yang dihadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arij Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Waktu sudah menunjukkan pukul 5.30 sore, tapi diluar masih terasa panas, belum ada menunjukkan akan adanya senja, waktu disini tidak sama seperti di Jawa. Aira terbangun karena perutnya merasa lapar.
"hoam..." Aira menutup mulutnya, mengusap-usap matanya kemudian meraba-raba disekitarnya, mencari ponselnya guna untuk melihat jam.
Aira menghentikan gerakannya saat mendengar bunyi perutnya yang nyaring, lantas menyentuhnya, "Kruk... aduh laparnya, jam berapa ya sekarang ?"
Dia lantas kembali meraih ponselnya, sekitar dia melotot " hah! udah jam 5.30! Lama juga ya Aku tidur, Aku kira masih jam 4, masih terang benderang begini."
"pantesan perutku bunyi, udah sore begini, mana belum mandi lagi!" lantas diusap-usap perutnya.
"sabar ya dek, kita mandi dulu, abis itu nanti kita cari makan," Dia masih mengusap perutnya sambil berbicara.
Aira beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. setelah selesai membersihkan diri, Aira berjalan keluar untuk mencari makan.
"tak... Tak... Tak...
Aira menyelusuri semua tempat yang ada dirumah ini, tapi tidak menemukan seorang pun. Dia tidak mungkin langsung mengambil makan didapur sendiri, karena menurutnya tidak sopan tanpa izin dari pemilik rumah, dia merasa sungkan
"kok sepi, kemana orang-orang ya? di semua tempat tidak ada?" Aira masih berjalan.
Hinga akhirnya dia mendengar suara dari arah belakang. Ternyata mereka semua sedang berkumpul di halaman belakang sambil menikmati senja yang akan datang.
Bu lek yang mendengar ada langkah kaki mendekat, dia menoleh kebelakang, melihat Aira yang sudah dekat, dipanggilnya Aira dengan senyum yang menawan "eh... Aira, sudah bangun? sini gabung!"
Mendengar istrinya memangil Aira, om pun ikut mengajak keponakannya, "ayo sini Aira gabung."
" iya pak lek, Bu lek," Aira tersenyum. dia kemudian melangkah menuju mereka, dia duduk disamping Bapaknya.
"sudah mandi Nduk? Giman istirahatnya nyenyak gak?" bapak bertanya saat Aira sudah duduk disebelahnya.
"sudah pak, badannya juga sudah enakan."
"emm... pak Aira lapar?" lanjutnya, dengan pelan, karena malu jika terdengar semua orang.
"apa nduk? bapak gak dengar? jangan bisik-bisik ngomongnya!"
"Aira lapar bapak!" sambil menahan malu, dia agak mengeraskan suaranya.
"Aira lapar? " tanya Bu lek, ketika mendengarnya.
Aira hanya mengangguk saja.
"ya udah, yuk sekalian kita makan malam bareng," bulek mengajak semua untuk makan malam.
"ayo" jawab semuanya.
mereka berjalan ke ruang makan, untuk melakukan makan malam bersama.
...****************...
Setelah acara makan malam yang belum waktunya dimulai karena Aira kelaparan. mereka kembali ke kamar masing masing untuk istirahat kembali, termasuk Aira.
sesampainya di kamar, Dia melihat ponselnya, dia baru tersadar kalau ponselnya rasi dalam keadaan mode pesawat. Aira kembali mengaktifkan ponselnya.
Dret... Dret... Dret.
ponselnya berbunyi, ternyata banyak sekali panggilan tak terjawab dari Andra.
"eh... banyak sekali?" kagetnya.
"kenapa dia?" Dia bertanya-tanya kenapa si mantan masih menghubungi Dirinya. Kan kalau begini malah semakin tidak bisa menghilangkan bayangannya. Aira membuka kembali pesan pesan dari Andra, ingatannya tertuju pada waktu Andra menolak saat Aira memohon untuk tetap bersamanya.
Aira kembali membaca pesan-pesannya, seketika luruh kembali air matanya.
Isi dalam pesan Aira
"yang, kamu serius tidak ingin mempertimbangkan kembali keputusan kamu? demi Aku dan Anak kita yang? Setidaknya hanya pengakuan saja?"
"hanya ijab saja yang, habis itu setelah anak ini lahir kamu mau menceraikan aku juga tidak masalah yang!"
"Aku mohon yang! Please...!"
"please yang? Hanya sebagai status untuk anak ini yang!"
"tolong yang aku mohon pikirkan lagi?"
jawaban Andra
"maaf yang, aku tidak bisa, kalau mau, kamu yang ikut dengan aku. Akupun tidak memaksa yang, cuma kalau aku ikut kamu aku tidak mau yang."
"aku hanya mau menikah satu kali dalam hidupku. kalau udah menikah ya tidak ingin ada kata cerai."
"seandainya jika aku sudah ikut denganmu. terus saat aku berangkat kerja terus aku tertabrak kereta dijalan terus mati gimna yang? Aku gak mau seperti itu yang, aku takut mati yang, aku belum siap mati yang!"
"kamu mau yang, melihat aku seperti itu? Mati mengenaskan setelah menikah denganmu?"
"jawabanku tetap sama yang, jika kamu ingin aku tanggung jawab sama kamu, kamu harus mau ikut denganku, kalau tidak ya sudah aku lepas tangan."
"kan kamu sendiri yang menginginkan hal itu terjadi."
"jangan memaksa aku untuk ikut dengan mu, jika kamu menghubungi aku hanya untuk memaksa. maka gak usah hubungi aku lagi."
Aira kembali menangis waktu membaca pesan itu. Jawaban menohok dari Andra yang menghancurkan perasaannya. Aira sadar kalau semua itu memang kesalahannya yang terlalu meremehkan dan memaksakan kehendaknya.
"hiks... Hiks... Hiks..."
"sakit sekali ya Allah," dia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.
malam semakin larut, semua orang sudah terlelap tapi tidak untuk Aira. Di keheningan malam ini, Aira menangis sejadi-jadinya. Air matanya tidak bisa berhenti padahal dia sudah berusaha untuk tidak mengeluarkannya.
"Andra! Kau jahat sekali..."
"semenjak pesan terakhir itu, aku berusaha tidak menghubungi mu, tapi kenapa kamu mulai menghubungiku lagi."
Aira melampiaskan emosinya pada bantal disampingnya. dipukul-pukul hingga dia puas.
"aku dulu sampai memohon-mohon tapi, kau tolak dengan sangat kasar."
"kini setelah aku mencoba melupakanmu, kenapa kau muncul kembali," Aira masih terisak.
"hiks... Hiks... Hiks...
Aira mencoba memejamkan matanya tapi tidak bisa, lagi-lagi air matanya tak bisa berhenti. Dia mencoba memandangi bintang-bintang dari balik jendelanya, mungkin dengan begitu air matanya bisa berhenti.
"apa mungkin cintaku itu bukan kamu, melainkan obsesiku untuk mengubah menjadi yang ku mau," Aira terus berfikir dalam kepalanya selalu mengatakan hal yang sama.
"cintaku mungkin bukan kamu."
"mereka bilang, aku mendapatan guna-guna darimu, sehingga bisa jatuh cinta padamu. Tapi aku selalu berfikir rasional kalau itu murni cinta tulus dariku untukmu, bukan karena diguna-guna atau semacamnya."
"aku sempat bertanya-tanya, apakah semua itu benar? Apakah aku mendapat guna-guna?"
"ah... Pusing sekali rasanya memikirkan itu?" Aira mengacak-acak rambutnya karena merasa pusing dengan pernyataan yang pernah didengar dari keluarganya
Aira terus memandangi bintang-bintang hingga akhirnya dia mulai tertidur.
.
.
.
Bersambung.....