Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Rani yang kini menjalani profesi baru nya sebagai per*k mulai terbuai dengan dunianya bahkan ia telah lupa dengan kesalahan yang pernah ia lakukan.
Di suatu sore Arkan yang pergi ke kota berniat mencari Rani dan mengabarkan tentang kondisi Bu Winda.
"Nggak salah sih kapan waktu itu aku mengantarnya ke sini" ucap Arkan bermonolog sendiri.
"Cari siapa mas" tanya seorang wanita dengan pakaian seksi ala kota.
"Saya mau cari yang namanya Rani, kapan waktu itu saya mengantarnya untuk kos di sini" jawab Arkan dengan yakin.
"Oh Rani yang hamil tua itu?" kata wanita yang bernama Linda tetangga kos Rani yang memperkenalkan Rani pada Rosa dan Sandy.
"Iya betul mba nya tau? Di mana dia sekarang" tanya Arkan.
"Rani sudah nggak kos di sini dia bilang kejauhan sama tempat dia bekerja, yah semenjak dia memberikan putrinya pada pasutri yang nggak punya anak" jawab Linda.
"Memberikan anaknya?" Arkan mengernyit. "Memangnya Rani kerja di daerah mana?" tanya Arkan.
"Nah kalo itu saya nggak tau mas karna Rani itu orang nya tertutup" jawab Linda yang kemudia pamit pergi.
"Aku harus cari kemana ya ini sudah jam 20:30 Melia pasti cemas menungguku" lirih Arkan yang bingung harus mencari Rani kemana.
Dengan perlahan Arkan melajukan motornya. Tiba-tiba di depan Arkan melihat ada banyak gadis berpakaian seksi dengan dandanan yang memikat.
"Tempat apa ini kenapa banyak gadis berdandan seperti itu?" tanya Arkan ia memelankan laju motornya.
"Bukan kah itu Rani sedang apa dia di tempat seperti ini dengan pakaian seperti itu memalukan sekali, bagaimana kalo Bu Winda tau tingkah putrinya?"
Arkan bermonolog sendiri saat netranya menangkap sosok yang ia cari sejak tadi.
"Rani.." panggil Arkan si empunya nama pun langsung menoleh.
"Mas Arkan?" Rani melotot tak percaya pasalnya Arkan melihat nya saat berada di pangkuan om om berperut buncit.
"Sebentar ya om teman ku ada perlu sebentar" ucap Rani pelanggan nya.
"Mas Arkan sedang apa mas di sini?" tanya Rani berbasa-basi.
"Harusnya aku yang sama kamu sedang apa kamu di tempat ini, setelah menyingkirkan anakmu kamu pikir bisa kembali ke dunia hitam lagi hah?" Arkan merasa jijik melihat penampilan Rani.
"Kalo nggak kerja begini aku mau kerja apa lagi mas, sedangkan aku butuh makan untuk melanjutkan hidup" ucap Rani dengan santai.
"Baik lah aku nggak akan mencampuri kehidupan dan duniamu, aku ke sini cuma mau kasih kabar, kalo ibumu di kampung sakit keras beliau rindu dengan putrinya yang tak pernah kasih kabar".
Ucap Atkan panjang lebar namun siapa sangka Rani menjawab nya dengan santai.
"Ya sudah kapan-kapan aku jenguk ibuku mas nggak perlu repot-repot untuk kasih kabar" seru Rani.
"Hidup itu adalah pilihan mas ibu yang sudah memilihkan aku jalan seperti ini jadi terima saja akibatnya" sambung Rani sebelum akhirnya ia meninggalkan Arkan yang termangu.
Arkan akhirnya memilih untuk kembali, dengan pikiran yang berkecamuk, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras.
Arkan memilih berteduh di warung pinggir jalan kota.
"Mas duduk lah di dalam di situ nanti baju mas basah" sapa pemilik warung kecil tersebut.
"Oh iya bu terima kasih biar saya di sini saha takutnya mengganggu pelanggan ibu" jawab Arkan penuh sopan.
"Nggak papa mas mari masuk" pemilik warung tak tega melihat Arkan menggigil karna di terpa hujan yang terbawa angin.
"Dewi buatkan teh hangat buat mas ini" ujar pemilik warung pada putrinya.
Tak lama gadis bernama Dewi pun keluar membawa nampan berisi teh hangat.
"Mari mas silahkan di minum" kata Dewi dengan senyum manis, lesung pipi yang menghiasi pipi nya pun menambah keindahan senyum Dewi.
Arkan tak berkedip menatap Dewi seolah terhipnotis dengan kecantikan Dewi.
"Mas...mas" Dewi melambaikan tangan nya di depan wajah Arkan menyadarkan nya dari lamunan.
"Eh iya terima kasih" Arkan tersenyum malu sembari mengangguk ia mulai menyeruput teh hangat buatan Dewi.
Jam sudah menunjukan pukul 23:00 Arkan mulai gelisah, hujan yang tak kunjung reda menambah kegelisahan Arkan.
"Mas kenapa gelisah, apa ada yang nunggu di rumah?" tanya Dewi yang duduk berseberangan dengan Arkan.
"Ah engga, maksud saya iya istri saya pasti gelisah menungguku" jawab Arkan dengan gugup pasalnya pandangan netra Dewi tak lepas dari wajah Arkan.
Setelah beberapa saat akhirnya hujan pun reda menyisakan rintik halus, jam menunjukan pukul 00:25.
Arkan yang sejak tadi gelisah segera pamit.
"Ibu...terima kasih banyak atas tumpangan berteduh nya, oh ya teh nya berapa?" tanya Arkan.
"Ah nggak usah mas bawa saja" ucap ibu pemilik warung.
"Kalo mau bayar boleh tapi nggak pake duit" sahut Dewi.
"Lah di mana- mana bayar pake duit" jawab Arkan yang bingung.
"Mas nya jadi pacar aku untuk bayar secangkir teh hangat nya, mana tau suatu saat aku yang jadi penghangat tubuh mas" ucap Dewi sembari mengerlingkan matanya.
Arkan salah tingkah melihat kerlingan Dewi.
"Ya sudah bu.. Mba Dewi saya pamit dulu sekali lagi terima kasih banyak" pamit Arkan.
Dewi mengejar Arkan yang telah melangkah keluar di tengah gerimis halus yang masih turun.
"Mas nggak mau jadi pacarku?" tanya Dewi.
"Maaf aku sudah beristri jadi nggak pantes buat aku ngomongin pacar-pacar kaya gini" ujar Arkan.
"Hahaha mas itu lucu jaman sekarang masih takut istri? Ya sudah pulang lah dan pikirkan tawaran ku tadi mas mana tau mas berubah pikiran temui aku lagi di sini" ucap Dewi kemudian dengan berani mencium pipi Arkan.
"Hah...apa seperti ini sikap orang-orang kota tak punya sopan santun" ucap Atkan dalam hati.
Tak ingin lebih lama di tempat itu Arkan segera tancap gas dan tak merespon ciuman Dewi.
Tepat pukul 02:30 dini hari Arkan baru sampai rumah.
Arkan masuk begitu saja karna sebelum nya ia membawa kunci cadangan.
Dengan perlahan Arkan berjalan mengendap-endap tiba-tiba "cetek" bunyi saklar lampu di hidupkan.
Arkan terjingkat ternyata Melia yang menghidupkan lampu.
"Ya ampun de' bikin mas jantungan aja sih kamu" ucap Arkan sembari mengelus dada.
Melia tak menjawab ia hanya ingin Arkan tau bahwa sampai dini hari Melia tak tidur karna khawatir akan suaminya.
Melia segera naik ke atas tempat tidur ia menangis tanpa suara.
"De' mas kedinginan peluk mas dong" rengek Arkan tubuhnya menggigil.
Melia yang melihat suaminya menggigil hanya memberinya selimut.
Sebenarnya hati Melia hancur mungkin meminta Arkan mencari Rani adalah keputusan yang salah, tapi amanat dari seorang ibu yang renta dan sakit-sakitan tak bisa juga ia abaikan.
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.