Lily Valencia seorang wanita yang cantik, yang mengandung dan membesarkan seorang anak seorang diri, tanpa tahu siapa yang menghamilinya.
Kehidupan yang keras ia lalui bersama Adam, putranya. Setelah Lily diusir karena di anggap aib oleh keluarganya.
Setelah Empat tahun berlalu, pria itu datang dan mengaku sebagai ayah biologis Adam.
"Dia anakku, kau tidak berhak memisahkan kami!"
"Dia lahir dari benih yang aku tanamkan di rahimmu. Suka atau tidak, Adam juga anakku!"
Lily tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan mengancam hidupnya, jika ia bersama pria ini. Kehidupannya tak lagi bisa damai setelah ia bertemu dengan ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanyut
Mentari yang ceria menghangatkan hari. Begitu cerah bersinar pagi ini, sungguh kontras dengan keadaan Lily. Wanita itu terlihat kusut dengan kantong mata hitam melingkar di matanya. Semalaman ia tidak bisa memejamkan mata sama sekali, gelisah gugup dan takut. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia harus tidur dalam satu ranjang, satu selimut dengan pria asing.
Meskipun Aric tak melakukan apa-apa, laki-laki itu bahkan menjaga jarak mereka. Mungkin ia tidak ingin Lily merasa tidak nyaman dengannya.
Aric sudah pergi ke kantor sejak tadi, Lily pura-pura tidur untuk menghindari Aric. Lily sungguh tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan orang yang berstatus suaminya itu, jujur saja Lily belum siap, semuanya begitu mendadak.
Setelah Aric pergi keluar dari kamar, Lily bangun. Ia duduk di tepi ranjang, sambil memegangi keningnya. Tempat dimana Aric menempel bibirnya. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Lily.
"Siapa?" tanya Lily.
"Saya mili Nyonya," sahut seorang wanita dari luar pintu.
"Masuklah."
Pintu terbuka, seorang gadis dengan memakai seragam pelayan berjalan mendekati Lily. Gadis bermata sipit itu tersenyum ramah kepada Lily.
"Saya Mili, saya akan menemani Nyonya. Apa Nyonya ingin mandi sekarang?" tanya gadis itu.
"Ya, aku rasa aku akan mandi sekarang. Dimana Adam? Apa dia sudah bangun?" tanya Lily seraya bangkit dari duduknya.
"Tuan muda sudah berangkat ke sekolah baru bersama Tuan," jawab Mili sambil mengekor pada langkah Lily.
"Ke sekolah? Kaki Adam masih sakit bukan? Dan juga, kenapa mereka tidak pamit dulu padaku," keluh Lily.
"Tuan bilang, Anda masih tidur. Jadi merek mereka langsung berangkat. Tuan juga berpesan kalau mereka hanya akan melihat keadaan sekolah saja," jawab Mili, Lily pun hanya ber O ria menanggapi jawaban Mili.
"Eh kamu mau apa?!" tanya Lily terkejut saat Mili mengikutinya sampai kedalam kamar mandi.
"Saya akan membantu Nyonya mandi."
"Tidak! keluar sana, aku bisa melakukannya sendiri."
"Tapi Nyonya, ini perintah langsung dari Tuan."
"Persetan dengan perintah Tuanmu, aku akan mandi sendiri," kekeh Lily.
"Baik, Nyonya." Dengan lesu Mili mengikuti perintah Lily, ia keluar dari kamar mandi dan membiarkan majikannya untuk melakukan rutinitas mandinya sendiri.
Lily bernafas lega, apa-apaan itu tadi. Membantunya mandi, Lily bukan anak bocah yang harus dimandikan.
Setelah menyesuaikan ritual mandinya, Lily pun keluar dari kamar mandi. Ia terkejut melihat Mili masih berdiri di depan kamar mandi.
"Astaga! kau masih di sini!"
"Saya ditugaskan khusus untuk melayani Nyonya!" tegasnya.
"Iya, tapi nggak gini juga kan. Masa kamu harus nempel terus sama aku?"
"Saya bertanggung jawab atas kebutuhan dan kenyamanan Nyonya selama Tuan tidak ada di rumah."
Termasuk keamanan Anda juga, Nyonya.
"Keluarlah, aku mau ganti baju," usir Lily dengan halus.
"Saya akan membantu," sergah Mili.
"Astaga Mili, aku bukan anak kecil. Keluar sana!"
"Nyonya saya mohon, biarkan saya membantu Anda. Jika Tuan tahu, saya bisa di pecat, tolong saya Nyonya. Saya sangat membutuhkan perkerjaan ini," ujar Mili memelas dengan mata yang mulai berembun.
Melihat wajah Mili yang memelas Lily merasa tidak tega. Dengan terpaksa mengizinkan gadis itu untuk membantunya berpakaian.
"Baik-baik, jangan menangis. Bantu aku berpakaian," tukas Lily.
"Terima kasih Nyonya, terima kasih."
Hati Anda sungguh baik Nyonya, semoga Anda bisa selalu bahagia bersama Tuan.
Mili mempersilahkan sang Nyonya, untuk masuk ke ruang ganti. Ia mendudukkan Lily di sofa besar yang ada di sana. Dengan semangat Mili mengambilkan beberapa pakaian untuk dikenakan Lily.
"Nyonya bagaimana kalau Anda memakai baju ini, ini akan sangat pas di tubuh Anda."
"Mili, memangnya kita mau kemana? Aku hanya akan berada di mansion seharian ini. Kenapa harus memakai baju semewah itu."
"O .... baiklah, bagaimana kalau ini. Terlihat nyaman dan tidak mencolok." Mili membawakan sebuah kemeja berwarna biru dengan celana berwarna mustad.
Lily mengangguk setuju, ia pun mengenakan pakaian yang dipilih Mili untuk.
Setelah selesai berpakaian dan menyelesaikan sarapan pagi. Lily meminta Mili untuk mengajaknya berkeliling mansion, bagaimanapun Lily akan menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat ini. Sepanjang perjalanan, para pelayan selalu menunduk hormat saat melihatnya, Lily membalasnya dengan, tersenyum ramah pada mereka semua.
"Nyonya sebaiknya istirahat dulu," saran Mili. Ia melihat langkah Lily yang mulai tertatih karena lelah.
"Iya kau benar, Mil. Aku butuh istirahat." Lily menjatuhkan bokongnya di kursi santai yang ada di area kolam renang.
Semilir angin berhembus lembut, membelai rambut panjang Lily yang tergerai indah. Ia meluruskan kakinya yang tegang,
"Nyonya apa saya akan mengambilkan minum untuk Anda," ucap Mili.
"Apa kau tidak lelah duduklah sebentar di sini." Lily menepuk sofa kosong di sebelahnya.
"Saya akan duduk setelah mengambil minuman untuk Anda." Mili pun berlalu ke dapur.
Lily menyandarkan tubuhnya, ia memejamkan matanya menghirup dalam udara segar. Belum semua tempat di mansion ini berhasil ia jelajahi, bahkan belum ada separuhnya. Tetapi Lily sudah kelelahan.
Suara derap langkah mendekat, Lily yakin itu adalah Mili yang membawa minuman untuknya.
"Letakkan saja minumannya di meja, dan temani aku bersantai di sini." ujar Lily dengan mata yang masih terpejam.
Suara gelas kaca beradu dengan meja kayu, menandakan minuman itu telah di letakkan di meja.
"Kau tau Mil, hari ini pertama kalinya aku bersantai seperti ini. Jam segini biasa aku masih berkutat dengan karteter atau selang oksigen, berpacu dengan waktu agar target terpenuhi," tutur Lily dengan senyum getir tersungging di bibirnya.
Masih sangat segar diingatannya, bagaimana ia harus berkerja ke untuk menyambung hidup.
"Tapi aku bahagia, ada Adam bersamaku. Penat dan lelah setelah berkerja seolah hilang saat aku melihat senyuman pria kecil itu. Kau tahu, aku selalu ingin mempunyai sebuah toko bunga, tetapi aku belum sempat mewujudkannya," lanjut Lily sendu.
Sebuah kecupan mendarat di kening Lily. Lily membuka matanya kaget, wajah tampan Aric sudah ada tepat dihadapannya.
"Kau!"
Cup
"Mulai saat ini, aku tidak akan membiarkanmu kesusahan lagi, kau berhak untuk bahagia dan bersantai selama yang kau mau.
Aku akan mewujudkan semua impianmu yang tertunda, aku akan menjadi pelindungmu, pendukung mu. Aku juga akan membalas setiap hinaan yang kau terima."
Deg.
Netra Lily melebar, apa Aric tahu. Apa pria itu tahu apa yang terjadi padanya lima tahun yang lalu.
"Ingatlah aku akan selalu ada untukmu, sekarang dan untuk selamanya." Aric membelai lembut pipi Lily, yang menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Seolah tersihir oleh kata-kata Aric, keduanya semakin dekat. Melihat tak ada penolakan, Aric memberanikan diri untuk menyatukan bibir mereka.
Sebuah penyatuan manis, tanpa sadar Lily memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut dari suaminya.
"Apa yang kau lakukan, ada banyak orang di sini," ujar Lily setelah mendorong Aric menjauh, wajahnya memerah karena tersipu malu.
Aric tersenyum.
Mereka semua sudah aku latih dengan baik, lihatlah. Lily pun mengedarkan pandangannya, benar saja semua pelayan sudah menghilang tanpa jejak.
"Sudahlah, aku lelah!" Lily bangkit dari duduknya, dengan setengah berlari ia kembali ke dalam.
klo emng Aric mau balas dendam hancurkan nama "Gulfaam" yaudah lenyapkan sja, Tpi setidaknya papa Hadid ga di biarin, kasihan aplgi dia udah tua, beri kesempatan buat papa Hadid trus katakan klo emng masi mau hidup damai di masa tuanya cukup ngerawat cucunya aja, gausah pertahankan Perusahaan "Gulfaam" lgi