Lamanya waktu bersama tidak menjamin sebuah ikatan langgeng dan bahagia. Bahkan meski hampir 20 tahun Elara Nasution menghabiskan hidupnya bersama sang suami Ares Dawson Atmaja. Semua terasa tidak berarti untuk pria itu. Ditambah dengan belum adanya buah hati di antara mereka membuat hubungan suami istri itu menjadi semakin renggang.
Kehadiran orang ketiga yang dibawa secara sadar oleh Ares menjadi awal dari keruntuhan rumah tangga yang telah susah payah Elara bangun. Elara pun menyerah, melepaskan cintanya yang telah mati dan tergantikan oleh sosok baru yang mengasihinya lebih dari siapa pun. Penyesalan selalu datang terlambat, dan itu semua dirasakan Ares saat Elara bukan lagi miliknya.
Apa yang akan dilakukan Ares untuk mendapatkan kembali cinta Elara?
Apakah Elara akan menerima Ares atau menjalin kasih dengan pria idaman lain ?
follow my ig @ismi_kawai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
Seminggu telah berlalu, dan hari ini adalah kepulangan Ares ke tanah air. Pria itu sampai di kediaman pada waktu petang. Kami menyambutnya seperti saat melepasnya pergi ke Jerman. Sophie menghambur memeluk pria itu di hadapanku, ia memeluk Ares manja sambil berkata lembut menyampaikan rindunya yang begitu dalam.
Aku tersenyum tipis, bukankah ini indah. Inilah yang Ares idamkan, bukan diriku. Lalu untuk apa aku di sini?
Aku melihatnya yang berjalan ke arahku lalu meraih tanganku dan mengecupnya. Aku tidak bergeming saking terkejutnya.
Ada apa dengan pria ini?
Aku melihat Sophie yang menatap tajam padaku dan meremas dressnya. Ares memandangku dengan tatapan penuh misteri. Ucapannya bahkan terdengar seperti menggema di kepalaku.
"Ikut aku, ada yang ingin aku berikan padamu," ujarnya lembut seraya membawaku berjalan bersamanya.
Pria itu mengabaikan Sophie begitu saja? Ada yang aneh! Aku harus waspada. Sampailah kami di ruang kerjanya, hanya berdua. Dia berjalan menuju meja kerjanya, mengambil sesuatu dari saku mantelnya lalu menaruhnya di atas meja. Sebuah kotak beludru persegi panjang, seperti kotak perhiasan. Ares memperhatikanku sambil berkata.
"Aku memenangkan pelelangan, maukah kau menerimanya?"
"Lelang?"
Ares mengangguk, ia membuka kotak itu dan mengambil sesuatu dari sana. Mataku melebar saat melihat apa yang ada di tangannya. Christies Diamond! 5 dari kalung berlian termahal di dunia.
Ares berjalan mendekatiku lalu berdiri di belakangku. Aku menyampirkan rambutku agar ia mudah memasangkan kalung itu padaku. Tengkuk putih mulus terpampang di hadapan Ares. Dengan perlahan ia memasangkan kalung itu, namun kemudian aku terhenyak dengan sesuatu yang hangat menyentuh tengkukku. Ares mengecupnya dengan lembut dan berbisik.
"Terima kasih, Ara."
Aku melangkah maju, menghindari Ares yang mulai mendekap pinggangku. Aku berdiri menghadapnya. Ares tampak terkejut dengan sikapku, aku tidak perduli.
"Terima kasih untuk apa?" tanyaku.
"Untukmu yang mengorbankan nama baikmu yang berharga untukku," sahut Ares masih dengan tatapan anehnya.
Aku tersenyum tipis. "Hm... bukan apa-apa, kau yang paling penting," ucapku membuatnya memicingkan mata.
"Berhenti berkata semua untukku!" Ares berkata dengan penuh penekanan.
"Memang bukan, ini semua untuk Ibumu. Aku berjanji padanya untuk menjagamu, dan ini adalah janji yang telah aku tepati," aku melangkah pergi untuk keluar namun dikejutkan dengan pintu yang mendadak terbuka kasar.
"Akhirnya kau pulang juga, Nona!" sebuah kepalan tangan meluncur bebas ke arah Ares dan mengenai pipinya.
BUGH!!!
Mataku membulat sempurna melihat Ares yang tersungkur dan secepat kilat seorang pria kembali menghujamnya dengan pukulan. Aku memekik berusaha menarik pria itu.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan?!" aku menahan tangannya yang menggantung hendak membogem Ares kembali.
Pria itu melihat kepadaku hingga cekalanku terlepas. "Kakak!"
Ares yang mulai bisa sadar, mendorong Kakakku dan melayangkan pukulan balasan padanya.
BUGH!!!
"Hentikan, Kakak! Ares!" seruku.
Ares berdiri dan meraih ponselnya, tidak lama para bodyguard datang dan menahan tubuh Kakakku. Aku panic dan mendekati Ares dengan khawatir.
"Ares, kau baik-baik saja?" aku memegang pipi Ares yang membiru.
Januar menatap nyalang pada Ares seperti ingin menelannya. "Untuk apa kau masih membela pria pecundang itu?" ucapnya padaku.
Ares menatap sini pada Januar. "Memang apa salahku?" ketusnya.
"Kau dan jalang itu harus menderita!" teriak Kakak.
Ares menepis tanganku dan berjalan dengan langkah lebar hingga tepat berhadapan dengan Kakakku. "Jangan pernah kau coba-coba menganggu Sophie!" tekannya.
Hatiku berdenyut nyeri, Ares begitu menjaga wanita itu. Bahkan mengancam Kakakku.
"BAWA DIA!" titahnya pada bodyguard.
Aku terperangah, kenapa Kakakku dibawa pergi?
"Mau dibawa kemana Kakakku, Ares?" aku mengguncang tangan Ares keras.
"Membawanya ke tempat yang seharusnya!" Dia mengedikkan bahu acuh. "Aku tidak akan membiarkan calon penerusku dalam bahaya, kau cam kan itu!" Ares menatapku tajam. Ia meninggalkanku yang masih memanggilnya.
"Kau tidak bisa begini! Dia Kakakku Ares! Ares!"
Tubuhku luruh di lantai, aku tidak menyangka Kakak akan melakukan hal nekat. Aku menahan amarah akan sikap Ares yang keterlaluan. Kakakku memang kasar, tapi semua dia lakukan semata-mata selalu demi diriku. Apa yang akan Ares lakukan padanya?
🍁🍁🍁
Aku mendengar kabar jika Kakak menjadi tahanan rumah hingga waktu yang tidak ditentukan, Ares menyewa pengacara yang paling kompeten dan menjerat Kakak dengan segala bukti yang ada. Semenjak kejadian itu pula Ares semakin dingin padaku. Perhatiannya tertuju hanya pada wanita itu yang perutnya semakin membuncit.
Dan aku semakin hari semakin terbiasa, aku bagai patung yang menyaksikan keharmonisan keluarga yang hampir sempurna itu. Perlahan, rasa sakit itu pun berangsur-angsur berkurang. Kami seperti orang lain meski tinggal dalam satu atap.
Seperti hari ini, aku memilih keluar saat wekkend tiba. Ares akan seharian di rumah, dan biasanya mereka memanjakan diri di ruang keluarga saling berpelukan. Ares melihatku pergi, aku pun mengangguk permisi sambil menyapa.
"Permisi Tuan dan Nyonya maaf menggangu," aku melenggang pergi.
Tanpa ku tahu, Ares mengepalkan karena sikapku yang acuh padanya. "Jangan lupa pesta nanti malam," seru Ares menahan langkahku.
"Tentu saja... aku tidak akan lupa, Tuan." Jawabku asal.
Apa yang kau inginkan Ares? Aku merajuk dan memohon agar kau memperdulikanku? Tidak akan pernah.
🍁🍁🍁
Taman Kota.
"Hai, boboboi! Kau datang tepat waktu, apa aku yang terlambat?" seruku riang.
Hanya dia yang membuat hari-hariku lebih berwarna. Badut itu menggeleng lalu memberikan aku setangkai bunga matahari.
"Untukku?" anggukan badut itu membuatku tersenyum.
"Terima kasih, akan menyenangkan sekali jika ada kau di acara pesta nanti. Tapi tidak mungkin, karena acara malam ini, badut tidak diperbolehkan masuk," ledekku. Aku hanya berandai hal yang konyol.
Aku menelisiknya secara seksama pada badut itu. Aku akhirnya melontarkan kata yang sejak lama ingin aku tanyakan.
"Bolehkah aku melihatmu langsung? Tanpa costum ini?"
Badut itu terdiam tanpa memberikan respon membuatku tidak enak hati. Aku menangkupkan kedua tanganku seraya meminta maaf.
"Ah... jangan terlalu dianggap. Tidak mau juga tidak apa-apa, aku tidak memaksa," ucapku menenangkan.
Charles tertegun dengan pertanyaanku. Apakah sudah saatnya dia membuka jati dirinya. Memberitahukan pada wanita yang disukainya jika dia yang selama ini menemaninya berkeluh kesah?
Please rate, vote dan likenya yach!
Sertakan comment kalian agar aku lebih baik lagi, Enjoy!
Dikit lagi sabar harus sabaaaaarrrrr
alur ceritanya jg Ter atur. love u thor 🥰🥰🫰
gita " tapi malu... "