NovelToon NovelToon
Cinta Beracun Pak Gustav

Cinta Beracun Pak Gustav

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nara Diani

"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.

"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.

Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.

Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.

Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.

George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 03

Setelah kepergian Gustav, Gladys tidak bisa tidur lagi. Ia terus kepikiran dengan omongan terakhir pria itu alhasil dia memilih untuk membuka macbook dan belajar hingga pagi.

Menjelang siang, Gladys menutup macbook-nya dan beranjak mandi. Hari ini tidak ada kegiatan apapun di kampus, waktu ia manfaatkan untuk beristirahat seharian penuh memulihkan tenaga.

Saat tengah mengeringkan rambut dengan handuk fokus Gladys teralih pada denting notifikasi di ponselnya.

Ternyata dari grup matkul Pemasaran Strategis, Bu Rina mengirim file berisi nilai presentasi kemarin.

Gladys meng-klik file itu dan seketika senyumnya mengembang menemukan namanya ada di urutan teratas.

Gladys Anastasya  |   A+

Syukurlah usahanya tidak sia-sia meski harus di bayar dengan harga yang mahal sekali.

Notifikasi datang lagi, kali ini dari Mita teman akrab Gladys yang mengajaknya pergi ke pameran seni lukis di museum.

 

 

*** 

 

“Hai, Beb, sini-sini!” seru seorang gadis muda berperawakan kecil melambaikan tangannya pada Gladys dengan wajah cerah. Mata monolit nya melengkung ke bawah saat tersenyum, manis sekali. 

“Mit, udah lama?” tanya Gladys begitu sampai di depan Mita.

“Belum lima menit, yuk masuk pamerannya sudah di mulai dari tadi,” ajak Mita  dengan wajah antusias, ia gandeng tangan Gladys riang.

“Eh, eh, pelan-pelan,” ucap Gladys memegang perutnya yang agak nyeri.

Sesampainya di dalam, gedung museum terlihat sudah ramai oleh pengunjung dari berbagai kota.

Lukisan-lukisan karya seniman baru dan seniman lama di pajang pada dinding museum dengan pembatas setinggi lutut pada setiap karya seni.

Salah satu dari lukisan menarik perhatian Gladys, lukisan itu menggambarkan potret seseorang dengan dua sisi yang berbeda, sisi kanan terlihat indah dengan background langit cerah dan wajah tersenyum sementara sisi kiri sangat mengerikan, wajahnya pucat dengan luka menganga di pipi, mata yang mengeluarkan darah serta bayangan orang-orang berbentuk seperti zombie yang menariknya ke belakang,

“The Double,” gumam Gladys ketika matanya turun ke bawah membaca nama lukisan yang tertulis di papan tag.

“Lukisannya seram,” celetuk Mita.

Gladys mengangguk setuju. “Penggambaran dua sisi manusia, satu sisi terang yang ditunjukkan pada dunia dan satu lagi sisi gelap, trauma, luka, dan pilu yang ia simpan sendiri,” ucap Gladys.

Matanya kembali memandang lukisan tersebut, meresapi makna-makna di sana dan seketika dadanya sesak. Sesak karena entah mengapa Gladys rasa penggambaran makna lukisan ini mirip sekali dengan hidupnya saat ini.

 Seorang pria bertubuh tinggi mengenakan kemeja biru lengan pendek juga celana tailored slim fit warna hitam mendekati kedua gadis itu.

 “Lukisan ini menggambarkan manusia yang mengalami trauma dan ketakutan besar tapi luka-luka itu ia pilih untuk disimpan sendiri karena tidak ada yang benar-benar mengerti penderitaannya selain dirinya sendiri di dunia ini,” ujar pria itu panjang lebar ikut memandang lukisan di dinding.

Gladys dan Mita menoleh secara bersamaan pada pria itu. Mita seketika melongo dengan side profil si pria tampan yang bak keluar dari lukisan, rambutnya berwarna pirang dengan mata biru cerah dan garis jawline yang tegas.

Pria itu menoleh pada mereka, tersenyum kecil lalu mengulurkan tangannya yang berkulit putih kemerahan dengan urat-urat lengan yang tampak seksi.

“Halo, saya George Dawson, pelukis dari lukisan yang baru saja kalian lihat,” ucapnya memperkenalkan diri meski wajahnya bule sekali tapi dia sangat fasih bahasa Indonesia.

Mita menerima uluran tangan George dengan gerakan cepat. Kapan lagi ada pria tampan bak pangeran yang mengajak kenalan bukan? Ini keberuntungan bagi mereka.

“Hai, gue Sasmita, panggil saja Mita,” jawab gadis berperawakan mungil itu.

George tertawa kecil menyambut antusiasme Mita, ia menoleh pada gadis yang sedikit lebih tinggi dari temannya mengulurkan tangannya juga.

“Kalau yang ini?” tanya George.

“Gladys,” jawab perempuan itu menerima uluran tangan George ramah.

“Gladys, nama yang bagus,” puji George.

“Terima kasih.”

"Btw, lo bule kan? Bahasa Indonesia lo bagus,” puji Mita, sejak tadi matanya tidak beralih dari wajah tampan George.

“Saya mix, ibu saya orang Inggris.” Kedua gadis itu mengangguk-ngangguk.

“Kalian datang melihat pameran juga?” Kedua gadis itu mengangguk lagi.

“Mau saya temani keliling? Nanti saya bantu jelaskan juga seni-seni yang di pajang di sini.”

Gladys dan Mita saling pandang, Mita tersenyum antusias sementara Gladys juga tampak setuju dengan ajakan itu, kapan lagi ada seniman yang menawarkan diri menjadi tour guide seni secara cuma-cuma terlebih pada orang biasa seperti mereka.

“Boleh,” jawab Gladys.

Pergilah mereka keliling museum, George mengenalkan lukisan-lukisan keren yang ada di sana juga menjelaskan makna-makna yang dilukis serta teknik-teknik melukisnya.

Kedua teman itu menyimak dengan saksama, tetapi mata George lebih fokus pada Gladys, sesekali dia juga kepergok memandangi wajah Gladys sambil senyum-senyum.

“Boleh saya meminta nomor ponselmu?” tanya George pada Gladys setelah mereka selesai keliling.

Gladys diam, wajahnya tampak menimbang-nimbang pinta George tiba-tiba saja wajah marah Gustav dengan urat leher yang tampak ke permukaan dan rahang mengeras serta wajah merah terlintas di pikiran Gladys, perempuan itu menelan ludah kasar.

“Em, maaf aku tidak membagi nomorku dengan orang asing yang baru pertama kali bertemu,” ucapnya mencari aman, pria terakhir yang mencoba mendekatinya babak belur di tangan Gustav.

George terlihat kecewa tapi tetap berusaha tersenyum. “Oke, tapi berjanjilah kamu akan memberi nomormu jika kita bertemu lain kali.”

Gladys mengangguk setuju. “Kami harus pulang,” pamitnya.

“Hati-hati di jalan,” ucap George memandang punggung Gladys yang semakin menjauh.

 

 

***

 

Pagi berikutnya, Gladys sudah harus kembali ke kampus, sudah cukup bersedihnya kemarin karena hidup harus terus berjalan.

Aliran air dingin dari shower membasahi badan telanjang Gladys yang berdiri di bawahnya, Gladys memejamkan matanya menikmati sensasi dingin menusuk dari air yang mengaliri tubuh.

Gladys selalu mandi dengan air dingin mau se sejuk apapun udara pagi, baginya air ini bukan hanya membawa rasa dingin yang membuatnya mengigil tapi juga penenang yang membuatnya tetap waras di tengah gempuran masalah. Air dingin selalu menjadi pelarian Gladys di saat ia sedih.

Gladys terlonjak kecil ketika merasakan sepasang tangan besar tiba-tiba memeluknya dari belakang, mendongak dan ia menemukan wajah Gustav di belakang. Wajah pria itu terlihat lelah dan frustrasi.

Napas Gladys memberat ketika Gustav mengelus leher perempuan itu dengan tangan besarnya yang terlihat seperti sedang mencekik karena tangan Gustav langsung menutupi batang leher Gladys semua.

“Aku mau kamu,” ucap Gustav dengan napas berat.

“Bukankah kamu bilang aku boleh libur sementara waktu?” tolak Gladys halus.

Gustav tidak menjawab melainkan tangannya naik ke atas mengusap bibir bawah Gladys, merasakan sisa kehangatan dari sana di tengah dinginnya guyuran air shower.

“Yang ini tidak sakit kan?”

Gladys meremas tangannya kesal, mau marah tapi tidak punya hak, sial! Pria ini benar-benar tidak membiarkannya istirahat sedikit pun!

“Lakukan!” titah Gustav menyuruh Gladys berlutut.

 

***

 

Siangnya Gladys kembali ke kampus padahal baru dua hari lewat ia mengalami keguguran tapi seolah kejadian itu tidak berarti apa-apa Gladys dengan wajah tenang dan pakaian rapi kembali menjalani aktivitas seperti semula.

Rasa sedih itu tentu masih membekas tapi hidup harus terus berjalan, tidak ada gunanya ia berlarut-larut dalam kesedihan tidak akan ada yang mau mengerti dan peduli.

Gladys memarkirkan mobilnya di parkiran khusus mahasiswa, begitu turun dari mobil ia mengernyit heran melihat para mahasiswa berlarian dengan wajah tergesa-gesa.

Gladys memanggil seorang mahasiswa yang merupakan teman sekelasnya. “Beni tunggu, apa yang terjadi ini kenapa semua orang kayak gelisah?”

 “Itu, Dys. Ada mahasiswa yang nemuin janin yang sudah membusuk di toilet perempuan.”

Jantung Gladys berdetak kencang, tanpa pikir panjang ia ikut berlari menuju ke arah toilet dan benar saja para mahasiswa sudah mengerumuni tempat itu.

“Permisi, permisi,” ucap Gladys menerobos kerumunan hingga ia bisa sampai di depan.

Wajahnya memucat begitu melihat seorang petugas keamanan keluar dari dalam bilik toilet dengan mengenakan sarung tangan dan masker menenteng sebuah kresek hitam di tangan.

Kaki Gladys melemas, itu adalah toilet yang Gladys masuki dua hari yang lalu, toilet tempat dia membuang janinnya.

Ya Tuhan ... bagaimana ini? Bagaimana jika ketahuan aku yang membuang janin di sana?

Gladys panik.

 

1
Myra Myra
lupakan gustac dah sesuai Ngan mu
Chung Chung
Up
Tình nhạt phai
Gokil abis!
Amanda
Seru banget deh!
Mina
Mantap jiwa banget, bikin nagih baca terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!