NovelToon NovelToon
Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dokter Genius / Beda Usia / Roman-Angst Mafia
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Dibesarkan oleh kakeknya yang seorang dokter, Luna tumbuh dengan mimpi besar: menjadi dokter bedah jantung. Namun, hidupnya berubah pada malam hujan deras ketika seorang pria misterius muncul di ambang pintu klinik mereka, terluka parah. Meski pria itu menghilang tanpa jejak, kehadirannya meninggalkan bekas mendalam bagi Luna.

Kehilangan kakeknya karena serangan jantung, membuat Luna memilih untuk tinggal bersama pamannya daripada tinggal bersama ayah kandungnya sendiri yang dingin dan penuh intrik. Dianggap beban oleh ayah dan ibu tirinya, tak ada yang tahu bahwa Luna adalah seorang jenius yang telah mempelajari ilmu medis sejak kecil.

Saat Luna membuktikan dirinya dengan masuk ke universitas kedokteran terbaik, pria misterius itu kembali. Kehadirannya membawa rahasia gelap yang dapat menghancurkan atau menyelamatkan Luna. Dalam dunia penuh pengkhianatan dan mimpi, Luna harus memilih: bertahan dengan kekuatannya sendiri, atau percaya pada pria yang tak pernah ia lupakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Klinik kecil itu pagi ini penuh dengan suara orang-orang yang berbicara sekaligus, seperti pasar pagi yang berisik tapi penuh kehangatan. Jeffrey berdiri di depan pintu dengan tangan di pinggang, mencoba mengatur kerumunan kecil yang terus bertambah. Magdalena sibuk membagikan gelas teh hangat kepada para tetangga yang datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Luna. Di tengah semua keramaian itu, Amelia dan Yumi berdiri seperti dua tiang lampu yang murung, wajah mereka lebih layu dari tanaman di pot klinik yang sudah sebulan tidak disiram.

"Lunaaa… Jangan pergi! Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi guru matematika tanpa dukungan moralmu!" seru Amelia, suaranya seperti opera tragedi yang gagal. "Dia akan menghancurkanku di ujian berikutnya!"

Yumi mengangguk penuh drama. "Dan siapa yang akan menyelamatkan aku dari geng bully di kantin, Luna? Tanpa kau, aku selesai!"

Luna, yang sedang memasukkan buku-buku tua milik kakeknya ke dalam koper, hanya memutar mata. "Astaga, kalian ini… Aku cuma pindah ke ibu kota, bukan pindah ke planet lain!" Dia berusaha terdengar tegas, tapi sudut bibirnya yang terangkat menunjukkan bahwa dia menikmati perhatian itu.

Sementara itu, Jeffrey mengambil alih perhatian dengan gaya bos besar. "Luna, dengar. Aku sudah berdiskusi dengan warga lain, dan kami sepakat untuk menjaga rumah dan klinik ini. Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja."

Seorang ibu tua dari ujung desa menambahkan dengan suara tegas, "Benar itu! Jeffrey ini hebat. Dia mungkin agak pelupa, tapi kalau soal tanggung jawab, dia bisa diandalkan!"

"Saya setuju, meski dia pernah salah kasih resep waktu itu," gumam seseorang dari belakang, memancing tawa kecil dari yang lain.

Jeffrey langsung tersedak udara. "Hei! Itu sudah lama sekali, dan pasiennya sembuh, kan?" protesnya dengan wajah merah.

Bradley, yang sejak tadi berdiri dengan tenang sambil memperhatikan, hanya tersenyum kecil. "Sepertinya kau meninggalkan klinik ini di tangan yang tepat," katanya kepada Luna. "Mereka mungkin agak kacau, tapi mereka peduli padamu dan tempat ini."

Luna mengangguk, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia berbalik menatap semua orang, mencoba menyembunyikan emosi di balik senyum kecilnya. "Terima kasih, semuanya. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan kalian, tapi aku janji, aku akan kembali suatu hari nanti."

"Dan bawa oleh-oleh!" teriak salah satu anak kecil dari pojok, membuat semua orang tertawa.

Saat akhirnya Bradley menuntun Luna keluar ke mobil, suasana menjadi lebih hening. Amelia dan Yumi memeluk Luna erat-erat seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan balonnya. "Jangan lupakan kami, ya!" seru Yumi.

"Kalian siapa ya?" Luna pura-pura bingung, membuat keduanya mencubitnya keras-keras hingga Luna tertawa sambil menahan sakit.

Ketika mobil mulai melaju meninggalkan klinik, Luna melambaikan tangan, menatap wajah-wajah akrab yang perlahan mengecil di kejauhan. Ada tawa, ada air mata, tapi di tengah semua itu, dia merasa ada kekuatan baru di dalam dirinya. Dia mungkin pergi, tapi hatinya akan selalu tertinggal di klinik kecil itu, bersama orang-orang yang telah menjadi keluarganya selama ini.

...****************...

Perjalanan menuju ibu kota terasa panjang, namun kesunyian di dalam mobil lebih memakan waktu daripada jaraknya. Luna dan Bradley duduk bersebelahan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya. Bradley sesekali melirik ke arah Luna, mencoba mencari celah untuk memulai percakapan, namun sepertinya mulutnya kering entah kenapa. Sebagai pria lajang yang lebih terbiasa berbicara dengan rekan-rekan seprofesinya di dunia hiburan, ia merasa sedikit canggung berhadapan dengan gadis remaja yang baru saja dia temui kembali setelah sekian lama.

Luna sendiri tidak jauh berbeda. Ia tidak tahu harus bagaimana bersikap pada pamannya yang tiba-tiba hadir kembali dalam hidupnya. Apalagi setelah mereka berdua jarang sekali berhubungan. Jadi, percakapan itu harus dimulai oleh siapa?

Tiba-tiba, Bradley membuka mulutnya, seolah menemukan kesempatan emas, meskipun suaranya agak terputus-putus. "Jadi... kau akan mendaftar sekolah di mana di ibukota?" tanyanya, sedikit gugup. "Aku akan membantumu. Apapun yang kau butuhkan, bilang saja padaku"

Luna mengangguk perlahan, tersenyum tipis, "Aku sudah menemukan sekolah yang akan aku datangi."

"Oh, iya?" Bradley menoleh sedikit, merasa lega karena akhirnya ada percakapan. "Sekolah apa itu? Aku bisa bantu apa saja kok, kalau kau butuh referensi atau… ya, sesuatu lah!"

Luna tampak santai, seolah sudah memikirkan semua dengan matang. "Imperial International Highschool," jawabnya singkat.

Bradley terdiam, terkejut, dan hampir menabrak pembatas jalan. "Imperial In... Hah?" katanya, hampir tercekat. "Itu kan sekolah untuk para Jenius!"

Luna menatapnya dengan tatapan datar, "Iya, memang. Kakek punya kawan lama yang jadi kepala sekolah di sana, jadi aku dapat special admission."

Bradley mengernyit, tertegun. Tentu saja ia tidak tahu kakeknya memiliki koneksi di dunia pendidikan sekelas itu. Imperial Highschool adalah sekolah yang dikenal elit, terkenal dengan para siswa berprestasi luar biasa. "Special admission? Kau... kau pasti gadis yang cerdas ya?" tanyanya, dengan nada yang mencoba terdengar lebih santai, meskipun ada rasa kagum yang tak bisa disembunyikan.

Luna hanya mengangkat bahu, merasa tidak perlu menjelaskan lebih lanjut. "Tidak juga, aku hanya beruntung"

Bradley menatap ke depan, mencoba mencerna informasi itu. "Wow... Itu, uh, cukup... luar biasa, Luna." Suasana menjadi canggung lagi. Mereka berdua kembali terdiam, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Bradley ingin mengatakan sesuatu yang lebih bijak, tapi rasanya kata-kata itu terjepit di tenggorokannya.

Di sisi lain, Luna merasakan sedikit kegugupan. Ia tidak tahu apakah seharusnya dia merasa bangga dengan kesempatan yang dia dapatkan atau justru merasa canggung harus berbicara soal hal itu dengan pamannya yang baru saja kembali dalam hidupnya.

Akhirnya, Bradley kembali membuka mulut, kali ini dengan nada yang lebih ringan. "Jadi, kapan kau akan mulai?" katanya sambil tertawa kecil.

Luna menoleh padanya dengan tatapan heran, "Mungkin minggu depan, karena aku pindah saat tahun ajaran baru sudah dimulai, jadi aku harus melakukan registrasi terlebih dahulu"

Bradley hanya tertawa, meskipun sedikit gugup. "Oh begitu, katakan saja kapan kau akan mulai. Aku akan mengantarmu."

Luna menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis. "Tentu. Terima kasih sebelumnya."

Senyuman kecil itu cukup untuk menghangatkan suasana yang sempat canggung antara mereka. Meskipun masih banyak jarak yang harus mereka atasi, Luna merasa sedikit lebih nyaman. Siapa tahu, mungkin ada banyak hal yang bisa dipelajari dalam perjalanan ini—termasuk bagaimana menjalani hidup bersama seorang pamannya yang baru kembali masuk dalam kehidupannya.

...****************...

Saat matahari mulai merendah, memancarkan sinar jingga ke segala penjuru kota, mobil Bradley berhenti di depan gedung tinggi yang megah. Luna menatap bangunan itu dengan sedikit terkesima. “Wow, jadi paman tinggal di gedung ini” ujarnya pelan.

Bradley tersenyum tipis, menenangkan diri meskipun sedikit gugup, "Yup, cukup besar untuk kita berdua tinggal." Sambil membuka pintu mobil, dia melangkah keluar, diikuti oleh Luna yang masih memandang sekitar dengan perasaan campur aduk.

Mereka masuk ke dalam gedung dan menaiki lift menuju lantai teratas. Luna merasa sedikit canggung, memikirkan kembali betapa canggungnya perjalanan mereka. Paman dan keponakan, dua orang yang terpisah selama bertahun-tahun, sekarang berada dalam satu ruang yang tak terlalu besar untuk dua orang, tapi terasa sangat besar untuk hubungan mereka yang penuh jurang.

Sesampainya di unit apartemen, Luna tertegun. "Paman... ini apartemenmu?" tanyanya, mencoba menahan tawa melihat pemandangan yang ada di hadapannya.

Bradley mengernyit, mengernyitkan dahi melihat ruangan yang berantakan. Benda-benda berserakan di meja kopi, tumpukan pakaian yang tak tersentuh di kursi, dan makanan cepat saji yang tergeletak begitu saja. Sepertinya sang aktor tidak terlalu mengurus penampilannya di rumah.

Luna, yang melihat semuanya dengan pandangan tajam, membelalakkan mata. “Ini, uh, apartemen yang sangat... nyaman... Bagiku" katanya dengan nada sarkastik.

Bradley langsung tersenyum canggung. “Maaf, aku belum sempat membersihkan. Ini... hanya tumpukan pakaian lama, jadi aku akan meminta housekeeping untuk datang sebentar lagi." Dengan cepat, dia mulai mengumpulkan beberapa barang yang berserakan di sekitar ruang tamu. "Tinggal dibersihkan sedikit, kau tidak perlu khawatir"

Luna hanya menatapnya dengan ekspresi tak terbaca, sebelum akhirnya membuka mulutnya dengan senyum nakal. “Paman... Kau tidak punya pacar ya?”

...****************...

1
dheey
bagussss luna!!!
Ratna Fika Ajah
Luar biasa
Nurwana
mo tanya thor... emang umur Luna dan Lucius berapa???
Seraphine: Perbedaan usia 8 tahun
Jadi waktu Luna masih SMA dia 18 tahun.
dan si Lucius ini ngempet dulu buat deketin Luna sampai si Luna lulus jadi dokter dulu, karena bab2 awal dia masih abege 🤣✌️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!