Ketika semua hanya bisa di selesai dengan uang. Yang membuat ia melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan uang, juga termasuk menju*l tubuhnya sendiri.
Tidak mudah menjadi seorang ibu tunggal. di tengah kerasnya sebuah kehidupan yang semakin padat akan ekonomi yang semakin meningkat.
Ketika terkuaknya kebenaran jati diri putrinya. apakah semua akan baik-baik saja? atau mungkin akan bertambah buruk?
Ikuti kisahnya dalam. Ranjang Penyelesaian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bunda Qamariah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2_Ranjang Penyelesaian
Sebelum menjelang siang. Aulia segera bersiap-siap memakai pakaiannya semua agar bisa segera pergi menjauhi Dave, sebelum pria itu melihatnya.
Sebenarnya tidak masalah kalau sampai pria itu melihatnya. Karena Dave tidak pernah bertemu dengan saudara tiri istrinya, setelah menjalin rumah tangga selama beberapa tahun bersama Lusia.
Hanya saja Aulia mengelak sesuatu hari nanti kalau sampai dia bertemu dengan suami Lusia sebagai sepupunya. Dan itu juga tidak di inginkan oleh Lusia sendiri.
Usai Aulia mengenakan pakaiannya. Ia bersiap untuk segera pergi meninggalkan kamar hotel.
Tak!
Saat akan melangkah kan kaki. Tiba-tiba Dave memegang lengannya. Ternyata pria itu terbangun dari tidurnya.
"Kau mau pergi mana?" Tanya Dave.
"Tidak ada keharusan untuk saya menceritakan, atau memberi tahukan kemana saya akan pergi. Urusan di antara Anda dengan saya hanya untuk saling menguntungkan antara satu sama lain. Jadi, Anda tidak berhak bertanya setelah saya selesai dengan tugas saya." Tegas Aulia ingin menarik pergelangan tangannya yang di pegang Dave.
Tapi pria itu mengerat pegangannya. Meski tak melihat wajah Aulia dengan jelas. Namun samar-samar Dave bisa melihat bibir merah wanita itu.
"Bagaimana kalau aku memberimu tawaran? Tawaran melahirkan benih ku, dengan imbalan aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan. Aku juga akan memenuhi semua kebutuhan mu," tawar Dave serius.
Aulia menarik kasar pergelangan tangannya hingga lepas dari tangan Dave.
"Saya tidak tertarik." Aulia menolak mentah-mentah kemudian berjalan menghampiri meja yang masih dalam kamar hotel.
Di sana ia mengambil selembar cek yang sudah Dave siapkan. Usai mengambil cek tersebut. Ia segera menghampiri pintu.
Rahang Dave terlihat mengeras ketika wanita bayarannya menolaknya mentah-mentah tanpa berpikir dua kali.
"Berhenti di sana!" Dave benar-benar marah.
Aulia berhenti tepat di depan pintu kamar hotel, menoleh sedikit ke samping. Kemudian mengeluarkan kalimat terakhirnya.
"Anda dengan saya sudah selesai. Dan tidak ada lagi yang perlu di bahas. Saya pamit." Membuka pintu segera melangkah pergi menjauh.
Wanita yang berbeda dari biasanya. Aku suka dia. Batin Dave tersenyum penuh makna.
**
1 TAHUN KEMUDIAN.
Desa.
"Bunda!" Seorang gadis kecil berusia 6 tahun tersenyum bahagia melihat bundanya datang menjemputnya di sekolah.
Kalau anak gadis pada umumnya melihat sosok wanita yang bergelar ibu. Dia pasti akan sangat senang kemudian berlari menghampiri si ibu dan memeluknya.
Tapi berbeda dengan sosok gadis kecil bernama Asya. Asya gadis yang penuh keterbatasan, gadis yang belum pernah merasakan bagaimana rasanya menginjakkan kaki ke tanah.
Karena selama hidupnya. Asya duduk di kursi roda, akibat benturan keras yang pernah terjadi semasa ia masih bayi 6 tahun yang lalu.
Sehingga membuat kakinya mengalami kelumpuhan, dan tidak bisa berjalan sampai saat ini.
Tak jarang Asya juga di-bully dan direndahkan oleh teman-teman sekelasnya, karena fisiknya yang tidak seperti anak-anak lainnya.
Aulia tersenyum melihat keceriaan di wajah putrinya. Ia ingin menghampiri putrinya, tapi sebelum ia tiba di dekat Asya.
Terlihat ada seorang gadis kecil, teman sekelas Asya yang sedang meledeknya.
"Asya, kasihan banget sih. Nggak bisa lari-lari. Ahahaha." Gadis kecil itu tertawa kemudian berlari sembari menjulurkan lidah mengolok Asya.
Yang tadi wajah gadis kecil itu ceria. Tiba-tiba berubah mendung. Dengan fisik yang keterbatasan, Asya tidak bisa menjadi seperti anak-anak lainnya.
Ia sering merasa insecure. Dan sering menangis diam-diam karena tidak punya teman.
"Kok putri bunda mendung kayak gini? Apa nggak bahagia ketemu sama bunda?" Aulia berusaha menghibur putrinya.
Senyuman di bibir gadis kecil itu kembali terbit dengan kepala yang digelengkan.
"Tentu saja Asya bahagia, bunda." Asya tidak ingin bunda melihat kesedihannya.
"Hm, baiklah. Kita mau ke mana?" Tanya Asya mencium pipi Asya.
"Kita pulang aja deh bunda, soalnya Asya juga mau istirahat,"
"Beneran pulang?"
Asya mengangguk yakin. Ia tahu benar kalau dia tidak bisa meminta ini dan itu pada bunda. Karena Asya tahu betul seperti apa keuangan bunda. Sehingga ia tidak ingin mempersulit bundanya memikirkan di mana akan mencari uang lagi.
Apalagi dia yang setiap minggu harus konsultasi ke dokter. Sehingga Asya tidak mau menambah beban Aulia.
**
Di lain sisi. Terlihat Lusia memutar bola mata malas saat melihat suaminya yang sedang memandangi foto sosok seorang bayi yang berusia sekitaran sebulan.
Ia mendorong kursi rodanya menghampiri Dave.
"Kamu merindukannya? Dia sudah bahagia di alam sana, Mas." Berbeda saat berada di belakang, dan di depan Dave yang tiba-tiba berubah menjadi istri lemah lembut dan baik.
Dave menyimpan foto itu. "Kalau bayi kita masih hidup, dia pasti sudah berusia 6 tahun. Tapi kecelakaan itu---"
"Sssttt.. Nggak usah di ungkit lagi dong, Mas. Semua sudah berlalu. Mari kita lupakan kejadian itu." Kata Lusia tampak bersedih.
Ting!