Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ucapan untuk Sarah
Dua hari lalu sudah terlaksana lamaran Raya dan Arsyad. Hari ini Raya sedang sibuk dengan kegiatannya bersama Bu Sofiyah di dapur. Mereka asyik membuat adonan aneka kue kering. Sebenarnya Raya sangat malas tapi karena diajak membuat kue kering dia bersemangat karena termasuk kesukaan nya.
"Nggak ada cetakan bentuk love gitu umi?"
Bu Sofiyah nampak berpikir, "Sepertinya ada, ada kok nak cuma umi lupa. Biasanya ya ditaruh jadi satu." masih mencari-cari cetakan love itu namun tak kunjung bertemu.
"Oh iya lupa. Dulu sempat dipinjam Inayah mungkin dia lupa nggak dibalikin," beliau menepuk keningnya.
"Huh, padahal Raya pengen loh bentuk love gitu kan kelihatan sweet umi. Coba deh ditelepon suruh balikin kesini,"
"Iya nak tapi dia pergi keluar sama suaminya kali aja sudah pulang mereka. Dicetak sama cetakan yang ada dulu ya, nanti kapan-kapan kita bisa buat lagi," Raya pasrah saja.
"Oh ya umi, gimana kabarnya Tante Sarah?" Raya masih memanggil Sarah dengan sebutan Tante karena sama dengan mamanya meski tua sedikit.
"Dia baru balik hari ini katanya. Umi juga nggak tahu pasti soalnya bilangnya hanya empat hari."
Sehari sebelum lamaran Raya, Sarah pergi pulang ke rumahnya karena ingin menenangkan dirinya. Orangtuanya pun sudah tahu akan hal itu namun mereka tak bisa berbuat apa-apa. Apalagi bapaknya Sarah sangatlah setuju jika Arsyad menikah lagi dengan berpikiran bahwa semoga saja Arsyad bahagia dengan pernikahan keduanya. Bagaimana tidak, anaknya tiga tahun lalu membuat ulah yang sangat memalukan hingga dulu pernah ia menampar Sarah karena berhasil menjerat Arsyad menikahinya. Sungguh mukanya ditaruh dimana, meski ia tak punya apa-apa tapi setidaknya harga dirinya tak serendah itu.
"Umi... Raya mau ngomong sesuatu,"
"Apa nak?"
"Tapi umi nggak boleh kaget ya," Bu Sofiyah mengangguk.
"Sebenarnya saat Raya antar cookies sore hari kerumahnya Gus Arsyad, Raya sempet denger mereka cek-cok gitu. Terus pas Gus Arsyad ke atas Raya nggak sengaja dengerin tante Sarah ngomong sendiri kalau mereka nikah hanya dengan siri?" Bu Sofiyah kaget kalau Raya sudah mengetahuinya namun bagaimana lagi sudah terlanjur, mending di ceritakan saja.
"Memang benar nak. Kejadiannya sudah tidak tahun lalu. Arsyad masih belum pernah menikah sama sekali," beliau mengingat-ingat masa kelam dulu.
"Tapi... Tante Sarah juga sempet ngomong kalau dia nggak pernah tidur sama Arsyad umi," ucapan Raya barusan membuat Bu Sofiyah kaget, hampir jantungan.
"Apa! Ti—tidak pernah tidur bersama?" Raya dengan polosnya mengangguk.
"Iya umi makanya Raya mikir emang iya tahan Gus Arsyad selama itu nggak pernah nyentuh sedikitpun?"
"Kepala umi tiba-tiba pusing," Raya gegas membantunya duduk di kursi meja makan.
"Itu berarti sudah termasuk talak?"
"Abi.... Aku harus beritahu abi sekarang Raya. Ini nggak bisa dibiarkan sudah tiga tahun tapi malah satu rumah meski tak bersentuhan itu nggak boleh, iya kan? Aku harus beritahu abi." Bu Sofiyah segera lari menyusul suaminya yang sedang membaca kitab dihalaman rumahnya.
Raya masih mematung di tempat. Dia ikutan pusing bahkan linglung.
"Berarti habis ini... Omaygat Gus Arsyad habis ini cerai dong?! Jadi duda? gue nikah sama duda?"
"Nggak-nggak enak saja jadi duda. Eh tapi kalau nggak gini ya mana bisa cerai itu si Tante Sarah. Ditunggu saja dah mending gue selesaikan sendiri ini, tapi banyak juga buset!"
...----------------...
Setelah Bu Sofiyah memberitahu kepada suaminya, kini dia juga memberitahu kepada Malik, informasi itu cepat sekali sampai Farah pun mendengar sendiri. Mereka sangatlah terkejut.
Tak lama mereka semua berkumpul di dalam rumah pak Umar. Tak terkecuali, Arsyad juga sedang di interogasi oleh orangtuanya.
"Jadi benar nak?" pak Umar menatap serius kearah anak bungsunya.
Arsyad mengangguk dengan pasti, wajahnya sangatlah tenang seperti tidak terjadi apapun. Raya yang masih setia menunggu oven selesai pun tidak ikut ke sana, namun tiba-tiba Sarah datang bersama orang tuanya membuat Raya segera ikut ke sana.
"Untung kamu sudah disini, Sarah." Sarah juga bingung dan sangat tegang akan suasana yang terjadi hari ini. Bersamaan dengan itu orangtua Sarah juga takut saat melihat aura mereka menyeramkan.
"Saya akan menjelaskan detail apapun itu tanpa dikurangi maupun ditambah," pak Umar mulai membuka suaranya. Menjelaskan sedetail mungkin setiap masalah yang ada. Jantung Sarah berdegup kencang, apalagi ekspresi orangtuanya yang menunjukkan rasa ketakutan. Setiap kata, kalimat yang terucap tak luput dari perhatian mereka.
Saat menjelaskan dari awal hingga akhir ternyata membuat orangtua Sarah sedih dan mereka menangis, ia tahu putrinya sangat bersalah tapi kalau tidak dikasih nafkah secara batin apakah itu boleh? Namun Arsyad lalu menyahuti bahwa dengan tegas dia tak pernah menyukai bahkan menyayangi Sarah, dia sendiri pun terjebak akan pernikahan dadakan tiga tahun lalu. Orangtua Sarah hanya bisa berdiam diri sambil merenungi setiap kata yang keluar dari ucapan.
Sarah hanya tertunduk dia merasa malu akan kelakuannya dulu yang diceritakan kembali. Arsyad bahkan tak ada malunya saat bercerita tentang dia atau Sarah mencampuri sebuah minuman dengan obat pera4ngs4ng, namun hal itu cepat diketahui olehnya dan diam diam dia sendiri yang membuang minuman itu. Untungnya ada cctv tersembunyi didalam dapur, sehingga Arsyad dengan mudah mempertontonkan video itu kepada Sarah dan memarahinya habis-habisan waktu itu juga.
"Maaf Gus..." ujarnya lirih sampai hampir tidak ada suara.
"Dengan ini saya katakan secara langsung dan tegas bahwa kau Sarah Nur Indarti sekarang bukan lagi istri saya!" Raya membeku ditempat sungguh seperti ini suasana yang menegangkan padahal bukan dia yang ikut dalam permasalahan ini.
Sarah menangis dengan keras, orangtuanya hanya bisa pasrah saja karena memang salah anaknya dulu yang tak tahu sopan santunnya. Karena saat pertama kali menjadi istrinya Arsyad, dia seolah menyombongkan diri bahwa dia berhasil masuk ke lingkungan pesantren.
"Gus apa tidak ada kesempatan lagi untuk saya? Saya mencintaimu Gus,"
"Tapi sudah saya katakan sejak awal apa kurang jelas Sarah? Saya sama sekali tidak ada rasa denganmu! Saya juga akan menikah dengan pilihanku sendiri!"
'Apa maksudnya pilihannya sendiri? Emang dia mau menikahi dua perempuan gitu selain gue? Dasar Gus Arsyad gue banting juga hari ini bisa-bisanya mau menduakan gue lagi?' Entah kenapa hati Raya seperti tercabik-cabik mendengar pengakuan Arsyad.
"Maksudnya apa Gus, siapa pilihanmu bukankah Raya itu pilihanku?"
"Salah, kau salah besar. Sebelumnya aku memang sudah lebih dulu mengenalnya, dan dia memang pilihanku sendiri!" Raya jadi salting akibat mendengar pengakuan langsung oleh Arsyad, tapi yang bikin dia bertanya-tanya dari mana mengenalnya? Lalu sejak kapan dan dimana?
"Nak..." uminya menghampiri dia untuk mengelus-elus tangannya supaya anaknya lebih tenang dan tidak tersulut emosi lagi.
"Sarah, sudah cukup ya. Daripada kamu sujud begitu mending bangun dan duduklah dulu, kalian juga pak Bu," Bu Sofiyah menyuruh mereka supaya duduk, pasalnya dari awal kedatangan kesini belum sempat untuk duduk.
"Kalian sudah resmi bukan lagi suami istri karena kalian hanya menikah secara agama itu artinya dengan mengucapkan kata tadi itu sudah jelas bahwa kamu sudah ditalak, Sarah." pak Umar dengan tenang menjelaskan kembali.
Inayah dan Malik juga tak kalah terkejutnya tadi karena mereka baru aja pulang dari luar. Tiba-tiba saja uminya menyuruhnya untuk kumpul disini, sedang anaknya Farah juga malah ikut karena takutnya ada hal yang lebih penting karena melihat ekspresi dari Bu Sofiyah yang nampak tegang.
"Iya pak kyai saya sebagai orangtua dari Sarah sangat-sangat meminta maaf yang sebesar-besarnya menyangkut masalah dulu. Kami memang orangtua yang kurang dalam mendidik anak kami dengan baik maka terjadilah seperti itu. Sungguh saya malu, namun bagaimana lagi," pak Sodik tertunduk dengan mata yang masih merah akibat menangis sebentar tadi. Sedangkan Bu Juminten memeluk anaknya Sarah menenangkan supaya berhenti menangis.
"Mas, sepertinya aku mencium bau gosong. Kamu juga nggak?" Fira berkata kepada Bilal.
Bilal mencoba menghirup apa yang istrinya katakan, dsn ternyata memang benar aroma mulai menyeruak.
"Iya, tapi siapa yang masak lah Uma aja ada disini?"
"Siapa tahu lupa,"
Mereka mencium aroma tidak sedap keluar dari dalam dapur yang ternyata bau gosong itu dari kue kering yang Raya panggang tadi namun akibat kelamaan jadi dia tak sadar sampai menjadi aroma memabukkan, bukan lagi aroma wangi dari kue kering nya.
"ASTAGA, KUE KERING GUE GOSONG!!!" Teriak Raya kencang membuat semuanya ikut berdiri lalu ikut ke dapur mengecek keberadaannya.
"Ya ampun nak. Kamu nggak apa-apa kan? Bu Sofiyah membolak-balik badan Raya dan menatap cemas Raya, dia menggeleng karena jujur dia baru saja ke dapur akibat ikut mengintip dan mendengar diruang tamu tadi.
"Untung saja tidak kenapa-kenapa, panggil saja bik Sumi sama Juni buat beresin ini. Nak Raya kamu ke sana dulu, sudah tidak apa-apa," pak Umar menyuruh Raya dan semuanya agar balik ke ruang tamu tadi, namun Raya urung karena sangat sayang akan kue kering yang dibuatnya tadi menjadi hitam.
"Tapi kue Raya gimana umi?" dia seperti akan menangis.
"Tidak apa-apa nak, tadi masih ada dan matang kan? Yang ini ikhlas kan saja nanti kita buat lagi, oke?" bibir Raya mengerucut dengan alisnya yang menukik. Hal itu tak luput dari pandangan Arsyad yang menganggapnya sangat lucu dan imut menggemaskan. Ya ampun Arsyad, jangan bilang udah kepincut banget sama Raya sampai memandangi terus. Gimana nggak gitu lah Raya seperti kartun Loopy, sangat imut bukan?
"Yaudah deh umi."
"Permisi kyai, kami akan bersihkan dapurnya," bik sumi datang bersama Juni.
"Iya tolong ya bereskan semuanya."
Mereka kembali ke tempat tadi. Menyelesaikan permasalahan supaya benar-benar clear. Di sana masih ada Sarah yang susah tenang, tidak lagi menangis walau masih sesenggukan.
"Kemasi barang-barang mu, kami tunggu disini nak," pak Sodik berkata pada Sarah.
Sarah menoleh kepadanya, lalu melihat ke Arsyad sebagai mantan suaminya. Arsyad sama sekali tidak menatapnya, ia sangat enggan, akhirnya setelah tiga tahun lamanya ia bisa melepaskan Sarah dari hidupnya karena memang sangat-sangat membuatnya tidak nyaman sama sekali. Bahkan saat Arsyad diminta abinya untuk mencoba membuka hati dan mencintai Sarah tidak bisa, sama sekali tidak bisa! Karena dia tahu betul siapa Sarah dan bagaimana wajah polosnya yang mampu menipu banyaknya orang.
Pernikahan antara Raya dan Arsyad terjadi sebulan lagi, waktu yang cukup singkat dalam urusan perlengkapan dalam pernikahan nantinya.
"Ayo nak ibu bantu kami berkemas. Kamu sudah tidak bagian dari keluarga ini," Sarah menggeleng dia seperti mimpi.
"Baiklah, saya akan pergi hari ini juga. Bantu aku berkemas Bu," ucapnya lirih, lalu mereka bangkit dan menuju ke rumah sederhana yang pernah ditinggalinya selama tiga tahun terakhir.
...----------------...
Untuk bab ini sudah cukup bagi Sarah ya... Karena nantinya fokus aja sama Raya dan Arsyad. Bakal banyak juga kelakuan Raya yang bikin geleng-geleng kepala dan harus stok kesabaran yang banyak.
Pokoknya Stay tuned aja, jangan bosan-bosan bacanya kalau dirasa ada alur yang kurang mengenakkan bagi pembaca, hehe:)