7 Jiwa yang dipertemukan dan bahkan tinggal di satu atap yang sama, Asrama Dreamer.
Namun, siapa sangka jika pertemuan itu justru membuat mereka mengetahui fakta yang tak pernah ketujuhnya sangka sebelumnya?.
hal apa itu? ikuti cerita mereka di What Dorm Is This
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raaquenzyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 (Kita sendirian di sini)
Hingga akhirnya keempatnya dikejutkan dengan pintu utama yang tiba-tiba tertutup. "Tenang aja, kena angin itu." ujar Noah mencoba menenangkan ketiga temannya.
Akhirnya keempatnya kembali melihat beberapa pigura yang terletak di asrama milik Andra. Atensi Hanif beralih pada salah satu figura yang menunjukkan foto tujuh pria dengan pakaian seragam tengah menuruni tangga.
Kening Hanif mengerut saat melihat sekeliling ketujuh pria itu, matanya membelalak saat menyadari jika ternyata difoto itu ada banyak makhluk yang mengelilingi ketujuh pria dalam foto. Tapi ia merasa heran, kenapa ketujuhnya nampak tenang.
"Tunggu, kok mirip gue sama yang lain? Ini kaya bang Marv, ini kaya Noah, ini Reihan, ini Cakra, ini Aji, Ini gue, terus ini Nando." batin Hanif dengan tangan yang terus bergulir menunjuk satu persatu wajah yang mirip dengan teman-temannya dan dirinya sendiri.
"Guys, lihat deh. Mirip kita nggak sih?" tanya Hanif membuat ketiga temannya mendekat ke arahnya untuk melihat foto yang ditunjuk oleh pria itu.
"Lah iya." jawab Reihan
"Bukan mirip lagi ini mah, tapi emang kita." sahut Noah dengan mata yang masih fokus pada foto yang ditunjukkan oleh Hanif.
"Yang di sekeliling kita tuh siapa? Kayak bukan manusia, tapi waktu itu kita lihat lagi ramai orang kan?" tanya Nando memastikan.
"Ada lagi disebelah sana." Noah berjalan mengambil bingkai foto yang juga menunjukkan mereka bertujuh.
"Ada yang aneh, kenapa foto kita bertujuh ada di sini? Kenapa sekelilingnya bukan manusia semua?." Dengan panik Reihan terus memberikan pertanyaan.
Tak lama napas mereka seolah tercekat, saat mendengar suara perempuan menangis di arah kiri dan perempuan tertawa di sebelah kanan. Mereka saling berdekatan, menatap ke arah kanan dan kiri.
Lampu yang tiba-tiba saja mati membuat keempatnya semakin ketakutan, pintu utama yang semula tertutup kembali terbuka membuka mereka berbalik.
"POCONG!!" teriak Hanif dan Nando histeris saat melihat sekumpulan makhluk disana, tidak hanya pocong. Ada banyak sekali makhluk yang menampakkan diri mereka.
"No, Noah. Gimana kita keluar? Gue gamau di sini, takut banget." Nando terus saja mengguncangkan tubuh Noah.
"Gue juga nggak tau, Na." jawab Noah.
"Kalo kita tabrak mereka, kira-kira kita bakal kepental atau malah berhasil keluar?" bisik Hanif.
"Ya, nggak tau! Masa gue kudu nanya ke setannya?!" pekik Reihan emosi, keempatnya semakin ketakutan saat para makhluk itu mulai mendekat.
"Kita nggak bisa diem aja, ayo tabrak aja mereka. Kalau emang nggak bisa, ganti cara."
Akhirnya dengan hati yang tak yakin, keempatnya berlari sekuat tenaga menembus para makhluk di depan mereka. Namun, tak seperti dugaan, keempatnya kini terpental.
"Kok nggak bisa ditabrak anying? Di tv bisa kemarin gue liat sinetron!" teriak Hanif.
"Oon Hanif! Kenapa ngelihat dari tv sih!! Sekarang gimana kita bisa keluar?! Kita cari masalah dengan nabrak mereka goblok!" umpat Reihan kesal pada salah satu temannya itu.
"Ambil barang apapun di sini, kita dorong atau pukul mereka. Itu satu-satunya cara yang bisa kita lakuin sekarang!" seru Noah. Akhirnya keempatnya berlari mengambil barang apapun yang ada di asrama Andra.
Reihan mengambil palu
Noah mengambil Pisau
Nando mengambil tongkat bisbol
Hanif mengambil garpu
"Dari sekian banyaknya barang kenapa lo ngambil garpu, oon!" teriak Reihan
"Ya nggak tau, gue cuma kepikiran ngambil ini!" jawab Hanif ikut berteriak.
"Nggak ada cara lain selain mukul, ataupun membuat mereka luka. Itu cara yang paling tepat buat kita cepet keluar dari sini. Jangan ragu, inget, mereka cuma makhluk!" peringat Noah. Ketiganya mengangguk, kembali maju menuju sekumpulan makhluk itu untuk memberikan pukulan dan luka pada mereka.
Cukup lama keempatnya bertarung hingga akhirnya terdapat celah yang membuat mereka berhasil keluar. Dengan cepat mereka berlari menuju asrama mereka.
Di sinilah mereka sadar, jika di asrama ini hanya mereka yang masih hidup. Semuanya sudah mati, semua yang mereka lihat bukanlah manusia asli.
"Bang Marv! Buka pintunya bang! Aji, Cakra! Bukain pintunya!" teriak Reihan, tangannya terus menggedor-gedor pintu asrama mereka.
Pintu dibuka, menampilkan Marvel yang menatap mereka dengan wajah kebingungan. "Kalian dari mana? Ayo masuk dulu."
Napas keempatnya terengah-engah, membuat kebingungan Marvel semakin bertambah. Ia memerintahkan Cakra untuk mengambilkan minum, sementara Aji mengambil barang yang dibawa oleh keempat anggotanya.
Setelah merasa keempat anggotanya sudah tenang akhirnya Marvel duduk dengan wajah mengintimidasi anggotanya.
"Kalian dari mana?" tanyanya.
Akhirnya secara bergantian keempatnya berusaha menjelaskan pada Marvel, pria yang lebih tua itu menghela napas kasar.
"Kan gue udah bilang, kalau mau lakuin sesuatu bilang dulu. jangan gegabah, untung aja kalian bisa keluar dari sana. Kalau nggak bisa dan posisinya gue, Cakra sama Aji nggak tau kalian dimana, gimana?" Keempatnya terdiam, merasa bersalah sekaligus bersyukur karena masih bisa selamat hingga saat ini.
"Bang, jangan ngomel dulu deh. Yang kalian maksud dengan banyak makhluk di sekeliling kita di foto yang kalian temuin?" tanya Aji.
"Cuma ada kita di sini, nggak ada manusia lain. Wujud manusia yang kita lihat itu cuma makhluk yang nyamar, karena nyatanya di sini cuma ada kita. Semua foto kita yang ada di asrama Andra, itu nunjukin kalau cuma ada kita di sana. Sisanya, makhluk." jelas Noah.
"Semuanya makin nggak beres bang, ayo kita berusaha secepatnya buat keluar dari sini." Ujar Cakra.
"Besok bareng-bareng kita ke kelas si Andra itu, kita tanyain maksud dari foto kita di asramanya. Sepulang sekolah, kita pergi ke rumah pak Danu. Oke?" ujar Marvel, keenamnya mengangguk.
Biarkan kini mereka berusaha mengambil risiko dalam perjalanan yang akan mereka lakukan. Biarkan mereka berharap untuk saat ini.