What Dorm Is This | NCT DREAM
Suara decitan terdengar saat mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan gerbang dengan karat yang mulai terlihat di sana. Seorang pria dengan surai hitam legam keluar dari dalam mobil, dibantu oleh sang supir yang mengeluarkan barang pemuda itu.
"Ma, serius ini aku tinggal disini? Serem, ma," Wanita paruh baya itu menghela nafas, sedari tadi putranya itu terus saja mengeluh.
"Mama harus apa Hanif? Ini juga salah kamu yang terus mencari masalah. Ini hukuman sementara dari Papa, oke? Hanya 1 tahun, Mama yakin kamu bisa." Pria bernama Hanif itu mengangguk. Memberi pelukan kepada Mama nya.
Mobil itu pergi meninggalkannya sendirian. ia berputar, menghadap asrama yang menurutnya memiliki kesan seram. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terpaksa harus tinggal disini karena hukuman dari Papanya.
"Asrama serem kaya gini ada yang tinggal? Semuanya udah berkarat, serius nih gue tinggal disini? Mama, mau pulang. Takut anjir!" batin Hanif
Dengan langkah pelan ia memasuki asrama ini. Awalnya ia merasa biasa saja, namun saat mulai menaiki tangga ia merasa semua orang yang berada di lantai bawah melihat ke arahnya.
Hanif memilih acuh, mungkin ia tampan sehingga banyak orang yang iri akan ketampanannya. Ia menaiki tangga, cukup melelahkan karena ia akan tinggal di asrama lantai 13. Pria itu kembali merutuki nasibnya, kenapa ia harus tinggal di asrama yang memiliki banyak lantai namun tidak memiliki lift?
Sesampainya di depan pintu, Hanif mengetuk pintu tersebut terlebih dahulu. Pintu dibuka, menampilkan pria berwajah tampan yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Halo, gue Hanif. Gue juga tinggal di asrama ini." Pria itu mengangguk, mempersilahkan Hanif untuk memasuki ruangan yang ternyata cukup luas dan rapi.
Hanif mengernyit, ia pikir dalam satu lantai asrama hanya terisi empat sampai lima anak ternyata cukup ramai. Disini terdapat tujuh anak termasuk dirinya.
Hanif tersenyum canggung, ia tak kenal siapapun disini. Ia bukan asli warga sini, ia hanyalah anak merantau karena mendapatkan hukuman dari Papanya. Tak ada satu orang pun yang ia kenali di sini.
"Oke, gue pikir dia yang terakhir. Sekarang mungkin waktunya kita untuk saling kenalin diri? Gausah terlalu formal, gapapa." Pria yang tadi membukakan pintu untuk Hanif itu berbicara.
"Oke, I'm first! Kenalin nama gue Nando Putra Kusuma, gue dipindahin sama bokap kesini karena gue bandel." ujar pria dengan leather jacket yang melekat ditubuhnya.
"Kenalin nama gue Reihan Sanjaya, gue nggak tahu alasan gue dipindahin kesini. Tapi seinget gue, bokap maksa katanya ada konflik keluarga yang gue nggak harus tahu." sambung pria yang lebih pendek. Entahlah bahkan Hanif lebih tinggi dari pria ini.
"Kenalin nama gue Cakra Albara Nandara. Gue dipindahin kesini karena dapet nilai jelek. Yah, sesimpel itu."
"Kenalin nama gue Marvelino Geopatra. Gue pindah kesini karena tuntutan bokap, gue masih kelas dua belas." Kini Hanif tahu, pria yang membukakan pintu untuknya tadi bernama, Marvelino.
"Kenalin nama gue Noah Elga Kusuma. Gue dipindahin kesini tanpa alasan, gue gabisa nolak karena bokap ngancam bakal potong uang jajan kalo gue ngelawan." ujar pria dengan wajahnya yang sedikit ... Seram? Yah, menurut Hanif begitu.
"Kenalin gue Andika Aji Darmawan. Gue dipindahin kesini karena gue baru pindah di ibu kota dan nggak ketemu rumah yang jaraknya deket sama sekolah. Jadinya, Mama masukin ke asrama ini. Panggil aja gue Aji, jangan Andika." jelas pria yang terlihat lebih muda diantara mereka semua.
Saat dirasa kini waktu untuknya mengenalkan diri Hanif menarik napas, ia tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang baru. Rasanya seperti sangat canggung.
"Kenalin nama gue Hanif Januar Wijaya. Gue dipindahin kesini karena dapet hukuman dari bokap. Gue akan menetap di sini selama satu tahun. So, I hope we can be friends."
Semuanya tersenyum hangat, mereka juga berharap jika dapat berteman dengan baik. Waktu yang mereka habiskan di sini tidaklah singkat, sebisa mungkin mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang pastinya sangat berbeda dari sebelumnya.
"Udah SMA semua kan? Yang masih kelas sepuluh disini siapa aja?" tanya Marvelino. Dua orang pria mengangkat tangan mereka, itu adalah Cakra dan Aji.
"Cakra, Aji? Oke, sekarang siapa yang kelas sebelas?" Kini empat pria mengangkat tangan mereka. Ada Noah, Nando, Hanif dan Reihan. Itu artinya disini hanya Marvel yang paling tua
"Pembagian kamar mau gimana? Kalau satu kamar isinya dua sampai tiga orang setuju gak? Soalnya di kamar ini memang ada satu kamar yang ranjangnya tingkat sama ada satu ranjang lagi" usul Reihan.
Pembagian kamar dimulai, Marvel menjadi orang yang mengusulkan teman sekamar yang cocok untuk setiap anak agar nanti tidak ada kata canggung.
Kamar satu diisi oleh Nanda dan Hanif. Tak ada alasan yang pasti, hanya saja Marvel merasa jika sepertinya mereka cocok menjadi teman sekamar. Keduanya terlihat seperti anak yang sangat aktif.
Kamar dua diisi oleh Noah, Marvel dan Aji. Awalnya terjadi perdebatan kecil antara Noah dan Aji. Karena keduanya tidak ingin tidur di ranjang tingkat, lebih tepatnya tidak suka berada di bagian atas. Ranjang tunggal sudah pasti akan di tempati oleh Marvel. Cukup lama perdebatan itu terjadi sampaii akhirnya ada Reihan yang menengahi dan berakhir Noah mengalah dan ia akan tidur di bagian atas.
Kamar tiga diisi oleh Cakra dan Reihan. Keduanya nampak cocok menjadi teman sekamar, sama - sama bisa memasak memiliki bakat di bidang itu. Sehingga pasti akan memudahkan mereka untuk kenal dan akrab.
"Sekarang mending kita tata barang kita dulu di kamar masing - masing, baru nanti kumpul lagi disini. Buat bicarakan juga besok kita berangkat sekolah tuh pakai transportasi apa." ujar Nando. Sontak semuanya mengangguk, bergegas pergi ke kamar masing - masing untuk menata barang bawaan mereka.
****
Karena merasa badannya lengket pasca membersihkan barang bawaannya sendiri, Nando memutuskan untuk mandi menggunakan air dingin. Badannya terasa gerah sekali.
"pembunuh"
Suara gemericik air dari pancuran kamar mandi dimatikan oleh Nando. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada siapapun tapi ia yakin jika tadi ada seseorang dengan suara berat yang mengatakan sesuatu tepat di telinganya.
Ia berusaha acuh dengan kembali menyalakan pancuran kamar mandi dan mulai melaksanakan kegiatan mandinya. Kegiatannya terhenti saat tiba tiba ia merasa ada seseorang yang memegang pundaknya.
Ia berbalik badan, lagi - lagi tak ada seorang pun yang ia temukan. Kegiatan mandinya sengaja ia percepat karena merasa situasi mulai semakin aneh. Ia mengambil pakaian yang sengaja ia letakkan di gantungan kamar mandi.
Saat keluar pria itu justru membuat Hanif bingung, karena langkahnya yang gontai dan tak fokus membuat Hanif yang awalnya masih fokus pada ponselnya kini menatapnya aneh.
"Lo kenapa? Duduk sana." perintah Hanif.
"Nif, tahu ga sih? Tadi waktu mandi gue ngerasa kaya ada yang bilang 'pembunuh' gitu. Terus gue juga ngerasa kaya ada yang megang pundak gue, awalnya gue mikir mungkin gue halusinasi tapi enggak! Semuanya kerasa nyata!" ucap Nando tiba tiba yang membuat Hanif sedikit terkejut.
"Nyata gimana? Gue ga dengar atau ngeliat apapun kok. Beneran halusinasi lo kali, cape abis pindahan jadinya halu begini. Mending istirahat dulu deh ya. baru ikut kumpul, Oke?"
Pria itu berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil handuk. Meninggalkan Nando yang masih dengan kebingungannya. Ia tak yakin jika itu halusinasi, karena semuanya terasa sangat nyata.
"apa emang halusinasi gue? Tapi semuanya kerasa nyata banget! Apalagi waktu tangan itu nyentuh pundak gue, rasanya dingin banget. Tapi bener kata Hanif kali ya? Gue terlalu cape maybe jadinya nge halu." batin pria itu berusaha berpikir positif.
Nando membaringkan tubuhnya, memejamkan sebentar matanya sampai nanti Hanif kembali dan mereka akan pergi bersama sama menuju ruang tamu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments