Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XIV. Pangeran Kedua
"Lavie, siapkan dua kopi hangat lalu antarkan ke kamarku, mengerti?, " perintah Alaric dengan lembut dan Cassa mengangguk patuh. Pikirannya sedikit bertanya-tanya. Dua kopi? Untuk siapa kopi-kopi itu?
Tanpa berpikir panjang, Cassa segera melangkahkan kakinya ke dapur istana meski dia harus bertanya terlebih dahulu ke salah satu penjaga. Berniat meminta izin ke pelayan di dapur agar bisa memakainya, namun sesampainya di dapur dikejutkan oleh salah satu pelayan istana yang menatapnya dengan pandangan tidak suka bahkan menatapnya dengan tatapan rendah.
“Hei, kau! Pelayan rendahan seperti kau ini berharap bisa menjadi Duchess? Cih, mimpi mu terlalu tinggi, ya? Memalukan!," sinis pelayan bersurai hitam itu, lalu diangguki oleh beberapa pelayan lainnya. Beberapa pelayan lainnya juga ikut tertawa kecil, menambah panas situasi. Cassa begitu geram, bisa-bisanya direndahkan seperti ini.
Cassa menahan diri, tapi hatinya mendidih. Ia tidak terima direndahkan seperti ini. Dengan langkah tegap, ia mendekati pelayan yang tadi merendahkannya, mengangkat dagunya dengan penuh keberanian.
“Kau tahu apa tentang hubungan Duke Alaric denganku?, ” ucapnya lantang, membuat pelayan itu terdiam, "Kau tidak dengar, hm? Kalau ada yang mengusikku kau bisa saja berurusan dengan Duke Hexton, ingin mencobanya?."
Pelayan yang tadinya percaya diri langsung pucat. Tubuhnya gemetar, teringat ancaman Duke Hexton kepada siapa pun yang berani mengganggu pelayan pribadi pilihan Alaric. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia menunduk dan segera mundur, memberi jalan untuk Cassa. Pelayan lainnya juga ikut terdiam, tidak berani memandangnya lagi.
Dengan puas, Cassa menghela napas dan langsung menuju dapur. Para pelayan kini memberinya ruang, bahkan salah satu dari mereka membantu menyiapkan bahan-bahan untuk kopi.
“Dapur ini milikmu, gunakan saja,” ucap seorang pelayan dengan nada sopan. Cassa hanya mengangguk kecil sambil menyembunyikan senyumnya.
"Maaf, aku memanfaatkan mu Duke jelek. Aku hanya ingin pelayan didepanku tidak lah semena-mena denganku!, " ucap Cassa dalam hati.
...****************...
Di sisi lain, di ruang kerja Alaric, seorang pria berambut putih sedang duduk di hadapannya. Wajahnya tenang, tapi matanya menunjukkan kegigihan.
“ Jadi, ide bisnis ini menurutku cukup menguntungkan, Duke Hexton. Kita bisa mulai dengan distribusi rempah-rempah dari timur ke wilayah barat. Kau tahu sendiri permintaannya sangat tinggi dan kita akan mendapatkan peluang keuntungan yang lumayan banyak, ”
Alaric mengangguk sambil menyilangkan tangannya, tatapan datarnya tidak pernah hilang, “Kedengarannya menarik, Pangeran Kael. Tapi aku butuh jaminan distribusi ini tidak terganggu oleh bandit.”
Kael tertawa kecil, “Percayakan itu padaku. Aku akan mengurus detail keamanannya. Ngomong-ngomong, aku perlu mengambil dokumen penting di kamarku. Kau tunggu sebentar.”
Alaric mengangguk, dan Kael beranjak keluar dari ruangan.
......................
Kembali ke dapur, Cassa akhirnya menyelesaikan dua cangkir kopi hangat. Ia memastikan nampan yang dibawanya stabil sebelum berjalan menuju kamar Alaric. Tapi saat ia hendak mengetuk pintu, langkahnya terhenti oleh sosok pria yang muncul tiba-tiba dari belakang pintu.
“Ah!” seru Cassa kaget. Ia hampir kehilangan keseimbangan, dan salah satu cangkir kopinya tumpah. Cairan panas itu mengotori baju pria berambut putih di depannya.
“Maaf! Aku tidak sengaja, Tuan,” Cassa panik, langsung meletakkan nampan di meja terdekat dan mengambil kain untuk membersihkan noda di baju pria itu.
Kael memegang tangannya, menghentikan gerakan Cassa. Wajahnya tetap tenang meski ada sedikit senyum di bibirnya merasakan tangan lembut yang dipegangnya.
“Tidak apa-apa. Aku yang mengagetkanmu. Maafkan aku, " ucap pria didepan Cassa dengan lembut, pikirannya melayang, "Tangan nya begitu lembut seperti bukan pelayan yang sering melakukan pekerjaan keras. Astaga pikiran apa ini!"
Cassa mengerjapkan matanya, bingung dengan sikap pria itu yang begitu santai. Kael melepaskan genggamannya, beralih menatap cangkir kopi yang tersisa di nampan. “Kau pelayan baru di sini?,” tanyanya ringan, sedikit penasaran dengan sosok gadis bersurai cokelat didepannya.
Cassa ingin menjawab, tapi sebelum sempat, Alaric muncul di belakang Kael. Pandangan Alaric langsung menuju noda di baju Kael dan salah satu cangkir kopi yang kosong. Ia mengangkat alis, menatap Cassa dengan tatapan bertanya.
“Apa yang terjadi di sini?” tanyanya, suaranya rendah tapi tegas.
Cassa menunduk sedikit, merasa bersalah. Kael hanya tertawa kecil melihat temannya ini begitu menyeramkan, dia menepuk bahu Alaric begitu santai, “Tenang saja, Duke. Ini salahku. Aku terlalu terburu-buru.”
Alaric menghela napas panjang, lalu mengisyaratkan Cassa untuk masuk. “Bawa kopinya ke dalam. Kau bisa jelaskan nanti.”
Dengan jantung yang berdebar, Cassa mengikuti perintah Alaric, membawa nampan kopi yang tersisa ke dalam ruangan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi satu hal yang pasti, pria berambut putih sepertinya pernah ia temui saat masih menjadi Putri Cassandra. Dia merasa sedikit takut, semoga saja dia bukan seorang bangsawan. Kalau dia bangsawan kemudian marah, dia akan dibunuh dalam sekejap karena telah menumpahkan kopi panas tadi! Semoga saja..
Setelah insiden kopi tumpah, Alaric membawa Cassa masuk ke dalam kamarnya. Kamar itu begitu luas, dengan ruang kerja di sudutnya yang terorganisasi rapi. Ia menunjuk kursi dekat meja kerjanya dan memerintahkan agar Cassa duduk. Walau datar tapi ada nada lembut yang tersirat. Sementara ia sendiri bersandar di kursi di hadapan Cassa, meneliti Cassa yang tampak begitu semakin cantik. Dia adalah penggemar pertama dan hanya satu-satunya gadis didepannya.
Cassa duduk dengan gelisah, tangannya saling menggenggam di atas pangkuannya. Ia tak tahu apa yang akan Alaric katakan.
“ Tenang saja, Lavie. Pasti Pangeran Kael tidak marah soal insiden tadi,” ucap Alaric lembut, mencoba menenangkan gadis itu. Tangannya merasa gatal ingin mengelus lembut surai gadis didepannya.
Namun, Cassa mendongak, bibirnya sedikit mengerucut, bola matanya melotot, “Tapi itu tetap salahku. Aku terlalu ceroboh,” sayangnya, Cassa sama sekali tidak mendengarkan siapa identitas dari orang yang telah ditabraknya
Ia mendesah pelan, lalu dengan nada sedikit kesal berkata kembali, “Sebenarnya, salah dia juga. Dia muncul tiba-tiba tanpa aba-aba! Siapa pun akan terkejut!, ”
Alaric mendengarkan dengan tenang, lalu tersenyum kecil. Merasa gemas dengan — Lavie nya apalagi melihat raut wajah yang ditampilkannya. Dia tidak ingin raut wajah itu ditunjukkan kepada pria lainnya! Tidak akan!, “Aku akan bicara dengan Pangeran kedua, nanti. Jangan terlalu khawatir, ”
Mendengar itu, pupil mata Cassa melebar, sangat lebar, “ Tunggu... dia itu Pangeran kedua?! Astaga!, ” Kepanikannya semakin terlihat, “Bagaimana nasibku setelah ini?!"
Alaric menahan tawa, menikmati reaksi milik kucing nakalnya, “Kau terlalu dramatis, Cassa. Dia tidak akan melakukan apa-apa padamu, kalau dia akan macam-macam denganmu aku akan membalasnya!. "
Namun sebelum Cassa sempat membalas, pintu terbuka, dan Pangeran Kael masuk. Langkahnya tegas, dan tatapannya langsung mengamati ruangan sebelum berhenti di Cassa. Sebenarnya dia sudah berada di depan kamar Alaric, tapi dia sengaja menguping perdebatan di dalam. Dia semakin merasa kalau Duke Hexton alias temannya mempunyai rasa kepada pelayan pribadinya, tapi dia juga sedikit tertarik karena pelayan pribadi temannya itu menggemaskan.
Cassa buru-buru berdiri, membungkuk dalam-dalam, “Salam, Yang Mulia Pangeran Kedua. Semoga Dewa Agung memberkati Anda. Mohon maaf atas kelalaian hamba tadi,” katanya dengan nada gemetar.
Kael tersenyum tipis, melambaikan tangannya. Dia tidak pelayan pribadi temannya merasa terus-terusan bersalah, “Tidak perlu meminta maaf. Aku yang salah karena mengejutkanmu.”
Ia mendekati meja kerja Alaric dan duduk santai di kursi seberangnya. Tatapannya beralih ke Cassa, yang masih berdiri dengan gugup, “Jadi, ini pelayan pribadimu yang jadi bahan perbincangan saat ini?” tanyanya sambil menatap Alaric santai.
Alaric mengangguk kecil, wajahnya datar, “Benar." Pikirannya penuh teka-teki, sepertinya Pangeran Kedua tertarik dengan pelayan pribadinya. Tidak! Tidak boleh.
Kael memiringkan kepalanya, tatapannya berubah penuh rasa ingin tahu, "Aku penasaran. Kenapa dia bisa bertahan denganmu? Kau bukan tipe orang yang mudah dihadapi. Sepertinya ini pertama kalinya juga kau mengangkat pelayan pribadi..”
Cassa yang mendengar itu langsung menyela, suaranya terdengar tegas meski wajahnya menunjukkan senyum paksa, “Yang Mulia, saya hanya menjalankan tugas saya. Tidak ada yang istimewa.”
"Cih, aslinya aku juga tidak ingin menjadi pelayan pribadinya. Dia saja begitu menyebalkan!, " lanjutnya, tapi hanya bisa diucapkan dalam hati.
Namun, Kael hanya tersenyum dan mengalihkan tatapannya kembali ke Alaric, “Bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Aku ingin dia jadi pelayan pribadiku selama seminggu alasannya karena dia telah menumpahkan kopi di salah baju agungku, ”
Cassa membelalakkan mata, terkejut dengan usulan itu, "Katanya tadi dia yang salah! Kenapa sekarang malah menyalahkanku kembali. Cih, semua lelaki sama saja!," Cassa menatap malas dua lelaki didepannya.
Tapi sebelum ia sempat protes, Alaric sudah menjawab, suaranya dingin dan tegas,
“Tidak.”
Kael terkejut sejenak, lalu terkekeh menantang, “Kenapa tidak? Aku hanya ingin tahu apa yang membuatnya istimewa sampai-sampai kau memperlakukannya dengan lembut.”
Alaric menatap Kael tajam, ekspresinya tidak berubah, “Lavie adalah pelayan pribadiku, dan aku tidak punya alasan untuk membiarkan dia melayani orang lain. Terutama kau, walau kau adalah seorang Pangeran aku tidak akan memperbolehkannya!”
Cassa menoleh ke arah Alaric, terkejut dengan nada suaranya yang terdengar begitu posesif seperti.... seorang kekasih yang sedang cemburu.
Kael mengangkat bahu, mencoba membujuk, “Hanya seminggu. Kau terlalu pelit, Duke. Lagipula, kau bisa mengambil pelayan lain sementara.”
Alaric menghela napas panjang, lalu bersandar di kursinya, “Aku tidak peduli apa alasannya, Pangeran Kael. Lavie akan tetap di sini. Aku tidak ingin dia dekat-dekat dengan pria lain.”
Kael terdiam beberapa detik, lalu tersenyum kecil. “Oh, aku mengerti sekarang,” Tatapannya bergantian ke arah Alaric dan Cassa, seolah-olah dia menemukan sesuatu yang menarik, “ Tapi, Alaric.. Aku masih menginginkannya. Jadi kau tidak bisa menolakku! Atau kau ingin aku..?”
Alaric yang mendengar ancaman itu, tidak bisa mengelak lagi. Dia pasrah, tangannya mengepal di bawah. Matanya menatap Kael dengan tatapan tajam, dan dibalas seringai. Sepertinya Kael mengibarkan bendera perang.
Kael kembali fokus ke Cassa yang menatap tajam juga kepadanya, dia tersenyum kecil tidak mempermasalahkannya.
" Namamu Lavie? Begitu cantik seperti dirimu, " Kael mulai terang-terangan menggoda Cassa membuat Alaric menarik kerah Pangeran serta teman dekatnya itu.
"Jangan panggil nama itu! Laviora namanya, jangan lagi kau panggil dengan nama kesayanganku!, "
Cassa hanya menatap pertengkaran dua lelaki didepannya, dia merasa diperebutkan. Dia tidak peduli, dan dia harus menyiapkan mental untuk menjadi pelayan pribadi seorang Pangeran Kerajaan Aneila.
...— Bersambung —...