Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#4. Menetas sendiri•
#4
Hanya sesaat, karena ketika Dhera berbalik, pria itu kembali bergerak hendak meraih senjata apinya yang tergeletak tak jauh darinya. Kemudian kembali mengarahkannya pada Dhera yang sudah melangkah ke arah pintu.
“TIDAAAAAAKKK!!!” dari tempatnya, Danesh berteriak kencang, jantungnya nyaris keluar dari tempatnya.
Kejadian itu terlalu cepat, ketika Danesh berhasil meraih Dhera ke pelukannya, tubuh mereka berguling di lantai, dan peluru tersebut akhirnya menggores salah satu lengan Danesh.
Kedua anak buah Danesh, mengambil alih langkah berikutnya, mereka menembak senjata api yang berada di tangan pria itu, hingga terlepas dari genggaman. Akhirnya pria tersebut berhasil diringkus.
Sementara di halaman sekolah juga terjadi baku tembak, namun tak berlangsung lama, karena para sandera telah diamankan, sementara jumlah polisi dan Agent AG yang melawan para mafia jauh lebih banyak.
Selain itu, Di Singapura, siapa yang tak mengenal keluarga Gustav Agusto. Keluarga terhormat yang memiliki banyak koneksi di kepolisian, selain itu mereka juga terkenal baik dan ramah. Hingga tak ada yang ragu untuk mengulurkan tangan ketika keluarga Daddy Brian dalam masalah.
•••
Kembali bertemu, siapa yang menduga, masih dalam posisi berbaring di lantai aula, keduanya bertatapan, tanpa kata, selain debar jantung yang mulai tak biasa.
Hingga beberapa saat kemudian tim medis datang hendak melakukan evakuasi, barulah keduanya saling menjauh.
Danesh yang terluka, dibantu berdiri oleh salah seorang petugas medis pria. Sementara petugas medis wanita, membantu Dhera yang sedang dalam kondisi hamil.
“Aw!” rintih Dhera ketika mulai melangkahkan kakinya.
“Ada yang sakit?” tanya petugas medis yang memapah Dhera.
Tak peduli dengan darah yang merembes dari lengan, Danesh menghampiri Dhera, ia berlutut, sementara kedua tangannya melepas sepatu kets yang Dhera pakai. Kemudian memeriksa pergelangan kakinya. “Sepertinya terkilir ketika tadi melakukan perlawanan,” ujar Danesh pada petugas medis, seolah tak ingin bicara pada Dhera.
“Benarkah?” Tanya wanita itu.
Danesh meraih sebuah kursi agar Dhera bisa duduk, sementara petugas medis mengoles gel dingin sementara, sebelum mereka tiba di Rumah Sakit.
“Tuan, saya akan memeriksa luka di lengan Anda.”
Danesh menatap lengan kirinya, terasa perih, namun tak ada apa-apanya setelah melihat kondisi Dhera yang sedang hamil. Ah, entahlah, Danesh sendiri belum percaya dengan apa yang dia lihat, juga belum tahu apa yang harus ia katakan pada Dhera. Marah kah? Atau senang? Sementara pergi adalah pilihan Dhera sendiri, ketimbang menerima ajakan menikah darinya.
“Ini hanya luka kecil, Aku sudah biasa.”
“Tetap bisa infeksi, jika tak diberi pertolongan pertama.” Untunglah petugas medis itu tak menghiraukan kalimat Danesh, karena ia segera membuka tas berisi perlengkapan obat-obatan.
Pria itu dengan cekatan membasuh luka dengan antiseptik kemudian membalutkan kain kasa, agar pendarahan segera berhenti.
Setelah pertolongan pertama selesai, mereka kembali berjalan keluar dari gedung sekolah. “Nona, Saya akan mengambil kursi roda.”
“Tidak, aku bisa berjalan, ini sama sekali tak sakit,” tolak Dhera, ketika petugas medis hendak membawakan kursi roda untuknya.
“Jangan pernah mempercayai kata-katanya, karena wanita ini ahli bersandiwara,” sindir Danesh.
“ … “
“Kau …” Dhera hendak membalas kalimat sindiran Danesh, namun tak sempat, karena pria itu segera membopong tubuhnya, keluar gedung. Danesh bahkan tak menghiraukan luka di lengannya.
“Turunkan aku!” Sentak Dhera.
“Kalau Aku menurunkanmu, nanti kamu menghilang lagi,” balas Danesh datar.
“Itu terserah Aku, apa urusanmu?”
“Karena Kamu membawa anakku, lahirkan dia untukku, setelah itu terserah padamu, kalau mau pergi, silahkan saja, tapi jangan coba-coba membawa anakku.”
“Kau!” Dhera kembali memekik, namun tak berlangsung lama. Karena …
“Miss Dheandraa …” Keenan berlari menghampiri Danesh yang tengah membopong Dhera.
Danesh tak peduli dengan putra Adrian tersebut, tetap melanjutkan langkahnya hingga Dhera duduk nyaman di dalam ambulance.
“Jagoan, kamu baik-baik saja?” Tanya Danesh pada Keenan.
“Hmm … Uncle terluka ya?” Tanya bocah kecil itu, sambil meraba lengan Danesh yang berbalut perban.
“It's okay, this is just a small wound.” Danesh menenangkan Keenan agar bocah itu tidak terlalu panik.
“Miss … Anda baik-baik saja?”
Jika Keenan bertanya pada Danesh, maka Adrian bertanya pada Dhera.
“Hmm, Saya baik-baik saja, Tuan,” jawab Dhera kikuk.
Mendengarnya saja, membuat Danesh merasa ada sesuatu diantara mereka. Ditambah Keenan yang tiba-tiba memberinya pelukan, “Terima kasih, Uncle karena sudah menyelamatkan Miss Dheandra.”
Heh, apa ini, Danesh mencium aroma tak biasa, seperti aroma …
Ah, Danesh memilih netral dulu, ia tak mau berprasangka.
“Danesh … Kamu terluka?” Daddy Brian datang, setelah berbincang dengan kepala polisi.
Danesh meringis, “Iya, Uncle, ini hanya luka kecil, selain itu, Aku baik-baik saja,” jawab Danesh, agar sang paman tidak terlalu panik.
Daddy Brian bernafas lega, “Uncle tak akan melupakan bantuanmu hari ini.” Daddy Brain memeluk Danesh erat-erat, ia sangat bersyukur dan berterima kasih, karena memiliki keponakan seperti Danesh.
Keenan meminta sang Daddy, mengangkatnya ke dalam Ambulance, tempat Dhera berada. Bocah kecil itu memeluk Dhera seperti halnya Danesh, ia bahkan menangis kecil. “Miss, apa Anda baik-baik saja?”
Dhera tersenyum lembut, “Tentu saja, Miss baik-baik saja.”
“Lalu baby?” Tanya keenan polos, membuat Danesh menoleh ke arah mereka.
Dhera berbisik, “Baby baik-baik saja,” jawab Dhera.
“Syukurlah, aku takut kalau mereka akan menangis sepertiku tadi.”
Hah, apa tadi katanya? Mereka? Jadi, Dhera sedang mengandung bayi kembar? Batin Danesh menjerit kegirangan, pantas saja jika perut Dhera sudah mulai terlihat, padahal usia janinnya baru 3 bulan. Ia tak menyangka jika tembakannya malam itu, menghasilkan sepasang bayi kembar.
“Terima kasih, Miss, karena tadi berhasil menenangkan Keenan yang ketakutan.” Adrian menambahkan.
Ditengah rasa haru antara Dhera dan Keenan, petugas medis mengabarkan bahwa mereka akan segera menuju rumah sakit untuk perawatan selanjutnya.
Keenan terpaksa menyingkir, Adrian sibuk menenangkan Keenan yang ingin mengikuti Dhera ke rumah sakit.
Ambulance bergerak, sementara Dhera yang duduk di belakang bersama Danesh, hanya terdiam membisu. Jika Danesh kebingungan hendak berkata apa, Dhera pun sama.
Dhera hanya diam, ia menyandarkan punggungnya yang lelah, setelah kejadian menegangkan beberapa jam yang lalu.
“Kenapa kamu pergi?” Tanya Danesh.
“Karena kerja sama kita tlah usai.”
“Jadi, itu Kamu jadikan alasan untuk bohong padaku?” Pertanyaan kembali terlontar dari mulut Danesh.
“Bohong? Bohong dari mana? Bohong apa?” tanya Dhera tak terima.
“Kamu bilang meminum morning after pil, tapi ternyata.” Tatapan Danesh tertuju pada perut Dhera yang kin terlihat besar, jika Danesh tak salah hitung, kini usia kandungan Dhera sudah 3 bulan berjalan menuju 4 bulan.
“Aku memang meminumnya.” Dhera tak terima dituduh berbohong. “Mana ku tahu kalau itu tak berpengaruh padaku.” Karena faktanya, Dhera memang membeli pil tersebut setelah tiba di apartemen, kemudian meminumnya.
“Mereka memang anakku.” Danesh menggumam bangga.
“Siapa bilang? Mereka hanya anak-anakku saja.”
“Apa kamu pikir sel telurmu bisa menetas sendiri, tanpa sumbangan spe^rma dariku?”
🤣🤣
…
Nah kan malah berantem 😤