(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
ISTRI 13 TAHUN
27
"Bukan begitu Kasiah, Bang. Emak khawatir jika Suniah akan kesulitan beradaptasi dengan kultur kota. Makanan mereka dan kita itu berbeda. Belum lagi cara mencuci pakaiannya juga berbeda, dan masih banyak hal lainnya. Emak tidak bisa mengajarkan Niah tentang hal itu, karena kita tidak memilikinya." Maimun mengungkap keresahan hatinya. Tetapi dengan cepat Rijali menenangkan istrinya tersebut.
"Emak, keluarga Hendro itu baik. Dulu saat Bapak masih kecil kami berteman dekat bahkan seperti saudara. Ayahnya Hendro adalah bos dari Abah. Mereka selalu membantu keluarga kami, bahkan menyekolahkan bapak sampai SMP. Jadi kamu tidak perlu khawatir ya? Kemarin saat mereka semua kemari, apa Emak tidak lihat betapa pedulinya Hendro dan istrinya pada Suniah?" Mata Maimun berkaca-kaca mendengar perkataan suaminya, sedangkan Kasiah diam-diam memasukan satu perkedel kentang ke dalam mulutnya.
"Kita harus percaya pada anak kita Mak, Allah itu maha pengasih dan penyayang. Pasti akan melindungi anak kita." Emak yang sedari tadi menggoreng kerupuk pun menghapus air mata yang membasahi pipinya tanpa suara.
"Baiklah Pak, semoga Suniah mampu mengemban tugas sebagai seorang istri dengan baik. Emak juga berharap Pajajar tidak bermain kasar terhadap anak kita."
Mendengar ucapan istrinya Rijali merasa sedikit tersindir. Lantaran dulu saat mereka berdua baru menikah, Rijali pernah beberapa kali bermain tangan pada Maimun. Saat itu Rijali tidak berfikir bahwa tindakannya bisa berbalik menimpa anaknya kelak, perubahan Rijali terjadi saat kelahiran Suniah. Barulah dirinya menjadi sosok suami yang berbeda. Tetapi terkadang emosinya masih tetap kurang baik, walaupun hanya beberapa kali.
Rijali jadi terbayang jika anak gadisnya mendapatkan perlakuan buruk seperti apa yang dilakukannya dulu terhadap Maimun, jika sampai hal itu terjadi tentu Rijali tidak akan memaafkan keluarga Hendro terutama Pajajar. Tetapi disatu sisi Rijali sadar, bahwa semua itu bisa terjadi karena ulahnya sendiri. Berapa sedihnya orangtua Maimun saat mengetahui anaknya babak belur lantaran suaminya sendiri, Rijali menjadi makin merasa berdosa.
"Mak, bapak minta maaf atas semua perbuatan bapak terdahulu. Sungguh Bapak mengakui semua itu salah, bahkan setelah kejadian itu setiap malam Bapak selalu meminta ampunan dari Allah karena sudah berbuat kasar pada istri."
"Bapak tidak mau jika Suniah atau Kasiah mendapatkan perlakuan yang buruk seperti itu dari suami mereka kelak."
Kasiah melihat dengan jelas air mata membasahi wajah Bapaknya, begitu pula dengan Emak. Tetapi tangan Kasiah dengan sigap menyuapkan lagi satu perkedel kentang ke dalam mulutnya dengan sekali hap! Karena Emak dan Bapak sibuk menangis sambil terus memasak. Kasiah kagum pada orangtuanya yang bisa multitasking, memasak sambil menangis, juga curhat.
"Iya Pak, sudah semenjak Bapak berubah, emak selalu memaafkan Bapak. Semoga anak kita tidak harus mengalami apa yang aku alami ya Pak," Keluarganya di dapur sedang dalam tangisan dan haru, Suniah di kamarnya sudah terlelap dalam mimpinya.
***
Hari pernikahan pun tiba, Pajajar sudah bersiap dengan stelan jas hitam dan kemeja putihnya. Terlihat tampan, rambutnya yang sedikit gondrong pun sudah dirapihkan dengan minyak.
Belakangan banyak masalah yang datang pada Pajajar, membuat dirinya tidak bisa tidur. Harusnya kantung mata Pajajar sudah seperti mata panda, juga wajahnya kusam. Tapi ternyata saat Pajajar bercermin, dirinya terlihat begitu segar seolah belakangan ini cukup istirahat dan tidak memiliki permasalahan. Mungkin karena sebenarnya hati Pajajar senang akan menikah, maka dari itu wajahnya pun berseri? Entahlah ... Pajajar hanya bisa bersyukur karena wajahnya terlihat segar.
Rosiati, Hendro, dan ketiga anaknya pun naik di satu mobil yang sama. Di ikuti oleh keluarga besarnya yang lain dengan mobilnya masing-masing.
Baru memasuki dini hari mereka semua berangkat menuju kampung halaman Suniah, calon istri Pajajar. Karena jika berangkat pagi hari, kemungkinan mereka semua akan sedikit terlambat datang. Karena penghulu yang akan menikahkan hanya memiliki waktu satu jam, dan Pajajar sudah bersepakat untuk akad di jam 8 pagi.
Memasuki wilayah kampung Suniah, semua keluarga Pajajar terdiam, bukan karena gugup. Tapi karena udara di kampung ini begitu sejuk dan membuat hidung nyaman bernafas sebab tidak ada polusi. Tidak lama kemudian mobil mereka pun terparkir di lapangan. Lalu semuanya berjalan turun dan menuju ke tempat acara yang akan berlangsung. Tidak jauh dari rumah Suniah, tenda biru sudah terpasang, begitu juga janur kuning yang menandakan bahwa sedang ada acara hajatan.
Rombongan keluarga besar Pajajar berjalan beriringan memenuhi jalanan yang tidak terlalu besar.
"Benar anaknya Hendro akan menikah dengan wanita pelosok kampung seperti ini?" ujar salah seorang wanita paruh baya yang adalah kerabat jauh dari Hendro.
TBC