Ceritanya berkisar pada dua sahabat, Amara dan Diana, yang sudah lama bersahabat sejak masa sekolah. Mereka berbagi segala hal, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan. Namun, semuanya berubah ketika Amara menikah dengan seorang pria kaya dan tampan bernama Rafael. Diana yang semula sangat mendukung pernikahan sahabatnya, diam-diam mulai merasa cemburu terhadap kebahagiaan Amara. Ia merasa hidupnya mulai terlambat, tidak ada pria yang menarik, dan banyak keinginannya yang belum tercapai.
Tanpa diketahui Amara, Diana mulai mendekati Rafael secara diam-diam, mencari celah untuk memanfaatkan kedekatannya dengan suami sahabatnya. Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka mulai retak. Amara, yang semula tidak pernah merasa khawatir dengan Diana, mulai merasakan ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya. Ternyata, di balik kebaikan dan dukungan Diana, ada keinginan untuk merebut Rafael dari Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Setelah Liana meninggalkan ruangan, Rafael duduk di kursi dekat ranjang Diana, wajahnya terlihat bingung dan cemas. Dia memandang Diana yang masih terisak, mencoba menenangkan dirinya sendiri setelah peristiwa yang begitu mengguncang.
Diana mendongak, matanya basah dengan air mata. "Kenapa kamu membiarkan dia pergi, Rafael? Kenapa kamu tidak bilang apa apa? Liana itu tidak seharusnya ada di sini."
Rafael menatapnya dengan tatapan kosong, perasaan tercampur antara kebingungan dan kesedihan. "Diana, aku... aku tidak mengerti. Kenapa kamu bersama Liana?"
Diana terdiam sejenak, tampaknya tidak menyangka pertanyaan itu datang dari suaminya. "Apa maksudmu?"
"Kamu tahu kan, Liana itu... mantan kakak iparku," ujar Rafael perlahan, mencoba mengatur kata kata. "Aku tidak mengerti bagaimana bisa dia ada di sini, bahkan setelah semua yang terjadi antara kita. Kenapa dia yang ada di sisimu, bukan aku?"
Diana mengalihkan pandangannya, menunduk, seakan ada sesuatu yang dia sembunyikan. "Kamu tidak perlu tahu, Rafael," jawabnya dengan nada tajam. "Aku hanya butuh seseorang saat aku terjatuh. Liana datang begitu saja, seperti tidak ada yang terjadi antara kita."
Rafael mengerutkan kening, rasa kecewa mulai tumbuh dalam dirinya. "Aku tidak bisa begitu saja mengabaikan apa yang terjadi di masa lalu, Diana. Aku tak mengerti bagaimana bisa dia tiba tiba begitu peduli padamu."
Diana merespon dengan cepat, “Kenapa? Apa kamu cemburu, Rafael? Apa kamu khawatir dia kembali ke hidup kita?”
Rafael menatapnya dengan tajam. “Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan lagi. Liana... dia sudah lama tidak ada dalam hidup kita. Kenapa sekarang dia muncul lagi? Apa benar benar hanya kebetulan dia ada di sini untuk membantumu?"
Diana mendesah, tidak menjawab pertanyaan nya"Aku sudah cukup merasa disalahkan. Kamu hanya terus bertanya soal Liana, tapi kamu tidak peduli dengan apa yang aku rasakan."
Rafael merasa tertekan. Dia tahu ini bukan saat yang tepat untuk melibatkan masalah pribadi lainnya, tapi pikirannya tetap terfokus pada Liana. Kenapa wanita itu muncul di tengah semua ini? Apakah ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan?
"Diana, aku... aku khawatir," kata Rafael akhirnya, suaranya mulai melemah. "Aku hanya bingung melihat Liana kembali. Itu saja."
Diana tidak menanggapi. Dia hanya menatap rafael dengan tatapan kosong, tubuhnya lelah, dan pikirannya masih penuh amarah. Rafael pun terdiam,
Diana terdiam lama setelah ucapan Rafael. Air matanya mengalir lebih deras, dan tubuhnya bergetar karena perasaan yang begitu berat. Semua yang dia rasakan, terutama kehilangan bayinya, membuatnya merasa hancur.
"Diana..." Rafael berkata dengan suara lembut, berjalan mendekat ke ranjangnya. "Aku tahu ini semua sangat berat. Aku tidak bisa membayangkan betapa sulitnya bagimu."
Diana mengangkat wajahnya, matanya merah karena tangisan yang tak henti. "Rafael... Aku tahu kita kehilangan semuanya. Tapi, tolong... aku butuh kamu. Aku butuh kamu untuk menemani aku, bukan hanya karena anak kita, tapi karena aku merasa... aku merasa sendirian. Semua ini terasa sangat kosong tanpa kamu."
Dia memegang tangan Rafael dengan erat, berharap bisa mendapatkan jawaban yang dia inginkan. "Aku tidak peduli lagi soal masa lalu. Aku tahu anak kita sudah tiada, tapi... aku ingin kita tetap bersama. Tolong, nikahilah aku, Rafael."
Rafael terlihat terkejut dan terdiam sejenak. Dia menatap Diana dengan mata penuh kebingungan dan rasa bersalah yang mendalam. Setiap kata yang Diana ucapkan, membuat hatinya terasa berat. Dia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kebahagiaan lebih banyak pada mantan istrinya, dan kini, di tengah rasa kehilangan ini, dia merasa terpojok oleh permintaan Diana.
"Apakah kamu yakin, Diana?" Rafael bertanya dengan ragu, wajahnya penuh keraguan. "Kamu baru saja kehilangan anak kita. Apakah kamu benar benar ingin aku menikahimu hanya karena rasa kehilangan ini?"
Diana menatapnya dengan tatapan penuh harapan. "Aku tidak peduli tentang itu, Rafael. Aku hanya ingin kita berdua bisa bersama, melewati semua ini bersama sama. Aku tahu mungkin aku salah, tapi aku ingin kita memulai yang baru."
Rafael merasa dadanya sesak. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya rasa bersalah karena tidak bisa menjaga anak mereka, dan kebingungannya tentang hubungan mereka yang begitu rumit. Namun, melihat betapa terpukulnya Diana, dia merasa tidak bisa menolaknya.
Dia menarik napas panjang, lalu duduk di sisi ranjang. "Diana, aku... aku juga merasa kehilangan. Aku merasa bersalah atas semua yang terjadi, dan aku tidak bisa melihatmu seperti ini. Kalau itu yang kamu inginkan, aku akan melakukannya. Aku akan menikahimu."
Diana menatapnya dengan mata penuh harapan, lalu perlahan tersenyum meskipun air mata masih mengalir di pipinya. "Terima kasih, Rafael. Terima kasih."
Rafael meraih tangan Diana dan menggenggamnya, mencoba memberikan sedikit kenyamanan dalam keputusasaan mereka berdua. "Kita akan bersama, Diana. Kita akan melewati ini, meskipun kita kehilangan banyak hal."
Mereka saling memandang, dan meskipun ada rasa kehilangan yang mendalam, di saat itu mereka berdua tahu bahwa keputusan ini adalah langkah untuk mencoba memperbaiki segalanya, meskipun jalan yang mereka pilih penuh dengan kesedihan dan keraguan.
Liana pulang ke rumah dengan langkah lesu, pikirannya kalut setelah kejadian di rumah sakit. Begitu tiba di rumah, dia melihat Amara sedang duduk di sofa, asyik memainkan ponselnya. Namun, saat Amara melihat kakaknya, dia langsung merasa ada yang tidak beres. Wajah Liana terlihat sangat lelah dan tertekan.
"Kak Liana, ada apa? Kok kelihatan capek banget?" tanya Amara, langsung mendekat.
Liana duduk di samping Amara, menarik napas panjang. "Mara... tadi di rumah sakit, Diana... dia kehilangan bayinya. Aku nggak tahu harus gimana lagi. Semua jadi makin rumit."
Amara terkejut mendengar itu. "Apa? Bayinya meninggal?"
Liana mengangguk dengan perlahan, masih terkejut dan bingung. "Iya, Mara. Aku nggak tahu kenapa semua bisa terjadi seperti ini. Diana... dia nggak bisa ngendalikan emosinya, dan akhirnya semuanya berakhir dengan cara yang sangat menyakitkan."
"maksud nya bagaimana kak?"tanya amara begitu bingung,
Liana menjelaskan semuanya,dia bertemu dengan diana mantan sahabat adiknya itu,
"tadi kakak bertemu dengan diana,dia mendekat ke arah kakak dan dia memfitnah kita dan keluarga kita,aku menjawab semua perkataan nya sampai akhirnya dia tidak terima dia seperti ingin menampar atau menjambak kakak tapi kakak mundur beberapa langkah hingga akhirnya diana....diana terjatuh dan mengakibatkan janin nya meninggal."lirih nya dengan nada prustasi.
Mendengar itu amara begitu kaget,dia tidak menyangka bahwa mantan sahabat nya itu masih menggagu kehidupan dirinya dan keluarganya,
"bagaimana bisa diana melakukan itu kak....aku ...aku bahkan sudah merelakan rafael kepadanya,tapi dia tidak berhenti menganggu ku.."lirih nya dengan nada yang tidak percaya....