NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

"Kau butuh pengawal, Xion." Berujar pelan, Lilia yang duduk dalam kamar Axillion menatap putranya yang sedang melahap Apel Pie dengan bahagia.

Menatap bingung Lilia, Axillion menelan Apel pie dalam mulutnya dan bertanya. "Apa maksud ucapan anda barusan, Ibunda?"

"Tidakkah kau merasa bahwa kau butuh pengawal, Xion?" balas Lilia dengan sebuah pertanyaan.

"Saya tidak butuh, Ibunda," senyum Axillion dan memusat kembali pandangan matanya pada Apel Pie di depan. "Lagian, saya jarang keluar dari kamar."

"Tidak," Lilia menggeleng kepala, menolak alasan yang diberikan Axillion. "Ibunda merasa kau benar-benar butuh pengawal. Lihat adik-adikmu, mereka semua memiliki pengawal yang mengawal mereka ke mana saja."

Mengangkat pandangan matanya pada Lilia, Axillion tertawa. "Itu mereka, Ibunda. Saya berbeda—saya tidak butuh pengawal."

Lilia mendesah pelan mendengar ucapan Axillion. Bagaimana bisa Axillion tanpa pengawal terus?—tidakkah putranya sadar bahwa dunianya telah berubah sejak dia menutup Gate Kosong di samping Ibukota Agresia? Kini semua mata tertuju padanya. Bagaimana jika ada yang berniat jahat atapun ingin membunuhnya?

Ya, Lilia tahu Axillion kuat. Tapi, sekuat apapun seseorang, ada kalanya dia lengah ataupun lemah. Bagaimana jika ada yang memanfaatkan keadaan itu untuk mencelakainya?

"Ibunda tetap merasa kau butuh pengawal, Xion," tidak putus asa, Lilia tetap berusaha membujuk Axillion untuk memiliki pengawal. "Setidaknya, satu orang."

Axillion tersenyum. Dia tahu kekhawatiran Lilia. Tapi, membayangkan seseorang akan mengikutinya ke mana saja—dia sudah merasa risih. Sepertinya, kenyataan bahwa ada Assassin yang menyerangnya pada malam pesta kemenangan seminggu yang lalu tidak boleh ketahuan Lilia. Dia tidak tahu bagaimana reaksi Ibunya jika mengetahui kejadian tersebut.

Pintu kamar Axillion yang tertutup rapat tiba-tiba terbuka, dan Owen berjalan masuk dengan sebuah amplop dokumen di tangannya. Ekspresi wajahnya datar seperti biasa, namun langsung melembut begitu dia melihat Lilia tersenyum menyambutnya.

"Ayahanda," Axillion segera menyambut Owen. Tersenyum, dia berdiri dan memberikan salam hormat sesuai tata krama pada Ayah kandungnya. "Tumben anda datang jam begini?—anda tidak sibuk?"

Owen tidak mempedulikan pertanyaan maupun sikap Axillion. Putranya ini memang selalu seperti, dia selalu bersikap sopan penuh tata krama, tapi mulutnya tidak.

Lilia yang sudah biasa dengan sikap suami-anaknya dengan elegan dan lembut menuang secangkir teh untuk Owen. Dia juga tidak lupa memotong sepotong Apel Pie buatannya. "Silakan, Yang Mulia."

Owen mengangguk kepala dan tersenyum. "Terima kasih, Lily."

Lily adalah nama kecil Lilia. Axillion yang melihat kemesraan kedua orang tuanya hanya dapat menggeleng kepala sambil tersenyum. Duduk kembali, dia tidak mempedulikan Owen dan Lilia yang sambil melempar senyum. Dia lebih tertarik pada Apel Pie di depannya.

Owen meneguk teh dan memakan Apel Pie yang disodorkan Lilia dengan santai. Selesai menghabisinya, dia baru mengarahkan pandangan mata pada Axillion yang masih saja belum selesai menghabisi Apel Pienya. "Xion," panggilnya datar. "Mulai besok, kau pindah ke Istana lain."

Mulut Axillion langsung berhenti mengunyah. Mengangkat pandangan matanya, dia menatap Owen bingung.

"Kau tidak mau pindah ke Istana Bintang Timur, kan? —jadi, pilihlah sendiri kau mau tinggal di istana apa." Lanjut Owen lagi tidak peduli dengan ekspresi kebingungan Axillion.

Axillion tentu saja tidak mau tinggal di Istana Bintang Timur, karena sejak dulu, itu adalah istana tempat tinggal Putra Mahkota. Tapi, bukan itu intinya—kenapa Ayahnya mengusir dia dari istana Ibunya?

Lilia yang juga kebingungan menatap Owen dalam diam. Tapi, dia tidak berkomentar. Dia sadar, Axillion yang sudah berumur tujuh belas tahun memang tidak seharusnya tinggal bersamanya. Dulu dia selalu mengurung diri dalam kamar dan tidak mau menunjukkan wajahnya, tapi, sekarang telah berbeda—putranya sudah melangkah keluar.

Sebagai anak yang selalu tinggal bersamanya selama tujuh belas tahun, di mana dia bisa melihatnya setiap hari, kepindahan Axillion mungkin akan membuatnya sedikit kesepian. Tapi, dia juga tidak ingin Axillion mengurung diri dalam kamar lagi seperti dulu. Jadi, meski berat, dia setuju dengan keputusan suaminya tersebut.

"Istana Sapphire ibumu ini," jelas Owen. Dia menatap tajam Axillion yang terlihat jelas tidak mengerti keputusannya. "Sekarang penuh dengan surat ijin bertamu setiap harinya. Bahkan, ada beberapa orang berengsek yang berpura-pura tersesat dan memasukinya. Kau tahu kenapa, kan?"'

Axillion tidak bisa mengucapkan sepatah katapun mendengar pertanyaan Owen. Menelan Apel Pie dalam mulutnya, dia tidak bergerak.

Seminggu telah berlalu semenjak Magic Tower menerima Karya Ilmiah penutupan Gate Kosong. Magic Tower sendiri juga dengan secara resmi mengumumkan Gate Kosong dapat ditutup, dan seluruh dunia bergembira karenanya. Namun, masalahnya—tidak semudah itu.

Mengerti teori dan mempraktekkannya adalah dua hal yang berbeda. Para penyihir Magic Tower yang telah membaca dan mengkaji karya ilmiah Axillion mengerti dengan baik cara penutupan Gate Kosong. Hanya saja, sampai sekarang, tidak ada satu pun Gate yang berhasil mereka tutup. Mengendali dan menyatukan kembali mana yang terkoyak tidaklah mudah.

Karena itulah, sekali lagi, Magic Tower mendapatkan kritikan keras. Mereka yang merasa kesulitan berusaha menghubungi Axillion. Lalu, untuk Kerajaan-kerajaan lainnya maupun penguasa wilayah dalam Kekaisaran Agung Alexandria yang memiliki Gate Kosong, mereka juga berusaha menemui Axillion meminta bantuan.

Namun, Axillion mengurung diri dalam kamar dan tidak mau menunjukkan keberadaannya sama sekali. Sehingga mereka semua mau tidak mau hanya dapat berusaha mencari cara untuk bertemu dengannya.

"Itu bukanlah salah saya, Ayahanda," balas Axillion kemudian. Dia tersenyum lebar dengan senyum yang mirip dengan senyum Lilia. Bagi ayahnya yang seorang bulol atau budak cinta tolol sang istri, wajah dan senyumnya yang mirip sang Ibu selalu menjadi senjata. "Jadi, biarkan saya tetap berada di Istana Sapphire ini, Ayahanda. Keributan ini akan segera berlalu—semua akan kembali seperti semula."

Sesuai perkiraan Axillion, Owen yang tertegun tidak mengatakan apapun. Dia bisa melihat wajah Lilia di wajah putranya, dan itu membuatnya tidak dapat bisa mengatakan apa-apa. Namun, di luar dugaan, Lilia yang dari tadi diam membisu tiba-tiba bersuara. "Tidak!"

Suara Lilia dengan seketika merebut perhatian Axillion dan Owen. Kebingungan, mereka menoleh menatapnya bersamaan.

"Ibunda sudah memutuskan—kau harus pindah keluar, Xion," ujar Lilia cepat. Dia kemudian tersenyum manis. "Kau sudah besar. Tidak seharusnya kau tinggal bersamaku terus."

Kebingungan di wajah Axillion dan Owen berubah menjadi terkejut. Biasanya apapun yang diinginkan putranya, Lilia pasti akan langsung mengabulkannya Jadi, ada apa dengannya?

"I-ibunda.. " Panggil Axillion. Dia ingin mengucapkan sesuatu untuk mengubah keputusan Lilia. Namun, senyum manis sang Ibu yang tidak berubah membuatnya terdiam. Dia sepertinya mengerti kenapa Ayahnya tidak pernah dapat menang dari Ibunya—kekuatan senyum tersebut terlalu luar biasa.

"Baiklah, saya mengerti..." Menghela napas putus asa, Axillion mengalah. Dia tidak akan dapat menang dari Lilia. "Tapi, saya tidak akan pindah besok. Bulan depan. Biarkan saya memikirkan dengan baik ke mana saya akan pindah."

"Baiklah," setuju Lilia dengan senyum yang semakin melebar. Kedua matanya berbinar gembira. "Tapi, sebagai gantinya, temani Ibunda keluar dari kamarmu ini besok."

Axillion tercengang mendengar apa yang didengarnya. Sejak kapan Ibunya menjadi begitu hebat bertransaksi?—sepertinya beliau benar-benar ingin dirinya melangkah keluar dan tidak mengurung diri dalam kamar lagi.

"Baiklah.." Membalas pelan.l, Axillion benar-benar tidak bisa berbuat apapun. Menoleh menatap Owen, dia bisa melihat tatapan Ayahnya yang seakan bertanya; kau tahu kekuatan senyum itu sekarang, kan?

Menutup mata dan menyandarkan punggung ke penyanggah kursi sofa, Axillion menghela napas panjang. Ternyata, yang paling kuat di antara mereka bukanlah dirinya atau Owen selaku sang Kaisar, melainkan—Lilia. Mereka benar-benar tidak berkutik dihadapannya.

Membuka mata, Axillion kemudian menatap Owen lagi. Pandangannya kemudian jatuh pada amplop dokumen yang ada di tangan sang ayah.

Owen yang menyadari pandangan mata Axillion kemudian menyerahkan amplop tersebut. Dia tidak mengatakan sepatah katapun dengan ekspresi wajah yang tidak berubah.

Axillion membuka dan membaca dokumen yang ada, segera menyadari bahwa dokumen itu adalah surat kepemilikan tambang Batu Sihir Akreal yang diberikan Magic Tower sebagai kompensasi terhadap Kekaisaran Agung Alexandria. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah nama pemilik bukan atas nama Kekaisaran, melainkan atas namanya.

"Tambang ini untukmu." Owen tidak menjelaskan pada Axillion bahwa tambang batu sihir tersebut cukup membuat masalah baginya. Para bangsawan dan juga pejabat yang serakah serta korup berusaha mati-matian untuk mendapatkan keuntungan dari keberadaan tambang tersebut. Membahasnya dalam rapat negara, mereka bersaing dengan sesama untuk memiliki hak pengolahan tambang.

Owen yang tidak mau ambil pusing panjang dengan masalah tersebut kemudian mengumumkan bahwa dia akan menyerahkan hak kepemilikan tambang Batu Sihir Akreal kepada Axillion. Beberapa fraksi yang ada tentu sangat menentang keputusan tersebut, tapi mereka juga tidak bisa berbuat banyak saat Owen menanyai mereka akan jasa-jasa Axillion belakangan ini.

"Kenapa anda memberikan tambang ini pada saya, Ayahanda?" tanya Axillion. Kedua matanya menatap tajam Owen, terlihat jelas tidak suka. Memang, kekayaan yang akan didapatkannya dari hasil pertambangan akan sangat luar biasa, tapi perkerjaan yang harus dilakukannya untuk menjalankan pertambangan tersebut juga akan sangat merepotkan. Kenapa dia harus menyibukkan diri untuk kekayaan yang tidak diperlukan?

"Karena itu memang seharusnya menjadi milikmu." Jawab Owen. Dia bisa membaca jelas apa yang ada dalam pikiran putranya tersebut. Orang lain mungkin akan berebut jika bisa memiliki hak kepemilikkan tambang Batu Sihir Akreal. Hanya Axillion seorang saja yang akan merasa itu merepotkan.

Owen berpikir dengan Axillion menjadi pemilik Tambang Batu Sihir Akreal, maka para bangsawan dan pejabat korup tidak akan mencarinya untuk beberapa saat. Terlebih lagi, untuk putranya yang pemalas dan suka mengurung diri dalam kamar ini—bukankah sudah seharusnya seorang anak membantu meringankan beban orang tua?

"Benarkah?" tanya Axilliion tidak percaya. Mata hijaunya menatap penuh keraguan akan jawaban Owen.

Owen tidak peduli, dia menoleh menatap Lilia. "Lily," panggilnya dan tersenyum. "Bagaimana kalau besok malam kita makan malam berdua?"

"Oh, apakah anda tidak sibuk, Yang Mulia?" tanya Lilia balik. Namun, senyum yang sangat lebar memenuhi wajah cantiknya.

"Sebagian pekerjaanku sudah selesai," jawab Owen sambil mengenggam tangan Lilia. Kedua mata hijaunya menatap lembut wanita paling berharga baginya tersebut. "Terlebih lagi, Turnamen Mahkota Perak baru akan diadakan bulan depan, jadi aku cukup punya waktu sekarang."

"Kalau begitu," tertawa bahagia, Lilia mengangguk pelan. "Tentu saja, saya bersedia, Yang Mulia."

Axillion yang melihat kemesraan kedua orang tua yang seakan berada dalam dunia milik berdua menggeleng kepala. Sepertinya, mereka benar telah melupakan keberadaannya seperti biasa. "Ayahanda, Ibunda, jika kalian berdua mau bermesraan seperti ini, tolong jangan lakukan dalam kamarku."

...****************...

1
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!