Anak dibawah umur dilarang mampir🙅
Harap bijak dalam membaca👍
Slow update 🙏
Silahkan mampir juga ke novel pertama Cimai, klik profil Cimai yaaa😍
"Menikah Dengan Adik Sahabatku"
------
Belum ada dalam pikiran Dira untuk segera mengakhiri masa sendirinya, ia masih trauma pasca ditinggalkan oleh suami yang teramat ia cintai pergi untuk selamanya dan disusul satu-satunya superhero yang selalu berada disisinya, yaitu Ibu.
Meskipun pada kenyataannya sosok pria yang selama ini selalu memperlakukan Dira dengan lembut, ternyata diujung usianya menunjukkan sebuah kenyataan yang teramat pahit, sehingga menyisakan luka dan trauma yang teramat mendalam bagi Dira.
Dira masih tetap mencintainya.
Disisi lain, putra sulung dari pemilik Raymond Group mengalami kegagalannya dalam berumahtangga.
Setelah berhasil dari masa keterpurukannya dan memilih tinggal diluar negeri, akhirnya ia kembali ke tanah air dan menggantikan posisi ayahnya, Erick Raymond.
Awal pertemuan yang tidak sengaja anta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cimai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19 : Kau Sungguh Menikmatinya
Mentari maupun Edgar sama-sama menjerit di pintu kamar mandi. Mentari yang hanya mengenakan handuk dan hendak buru-buru untuk mengambil pakaian ganti, saat membuka pintu dikejutkan dengan Edgar yang sudah berdiri disana hanya mengenakan handuk yang dililitkan di pinggangnya.
''Ssttttt!''
Edgar cemas orang-orang akan mendengar suara mereka, ia pun langsung membungkam mulut Mentari dengan tangannya.
''Jangan teriak! nanti dikiranya aku menyiksamu!'' ucap Edgar menoleh kearah pintu.
Huh!
Mentari membuang nafasnya kasar setelah berhasil terlepas dari bungkaman Edgar.
Seketika mereka langsung terdiam.
''Minggir!'' usir Mentari tanpa berani menatap suaminya.
Edgar hanya terdiam dan bergeser sedikit memberikan celah untuk Mentari yang hendak lewat.
''Dia sangat marah padaku..'' gumam Edgar.
Mentari dengan cepat berlari mengambil pakaian ganti, karena baju yang sebelumnya sudah basah kuyup karna tercebur ke kolam, jadinya ia lepas. Mentari tidak menyangka jika suaminya akan masuk ke dalam begitu cepat, ia pikir Edgar tidak akan peduli dengan amarahnya dan memilih tetap berendam di kolam renang.
Mentari berjalan dengan mengendap-endap dan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang hari ini membuatnya marah.
''Sepertinya aman.'' gumam Mentari saat tidak menemukan sosok Edgar di dalam kamar tersebut.
Merasa aman karena tidak menemukan sosok Edgar di dalam kamar, Mentari langsung ke kamar mandi dengan membawa pakaian lengkap.
Ceklek
Mentari menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam agar tidak ada yang nyelonong masuk.
Aaaaaaaaa!
Lagi-lagi Mentari berteriak saat balik badan, sosok yang ia hindari ternyata malah berada didalam bersamanya.
Edgar hanya terdiam dengan ekspresi cool-nya, ia sudah mengawasi Mentari dengan menahan tawanya. Perempuan itu mengira Edgar sudah ntah pergi kemana.
''Kau berwajah polos, tapi, teriakanmu bikin telingaku sakit!'' protes Edgar
''Tuan kenapa berada disini! anda mau ngintip saya, ya?!'' seru Mentari emosi.
''Cih! pede sekali kau! aku lagi BAB, kau aja yang asal nyelonong masuk, padahal pintu ditutup.''
''Terus kenapa Tuan tidak mengunci pintunya?!'' geram Mentari kesal.
''Kecilkan suaramu dan jangan melotot!'' Edgar menunjuk bibir Mentari dengan jari telunjuknya.
Mentari mendengus kesal, ia kembali berbalik arah dan hendak keluar dari sana.
Tetapi, langkahnya terhenti saat sebuah tangan panjang dan kekar menahan pintu dengan menutupi area kunci. Mentari mengeram kesal, ia langsung berbalik arah untuk mengomel kepada Edgar.
Dap
Dag dig dug..
Pakaian yang Mentari bawa terlepas dari genggamannya, ia tidak bisa berkata-kata, hanya suara degup jantung yang keluar dari dirinya. Jarak diantara dirinya dan juga Edgar sangatlah dekat karena posisi berdiri Edgar yang membungkuk.
''Tu-Tuan, ja-jangan macam-macam!'' ancam Mentari ketakutan.
Namun, seringai senyum penuh arti di sudut bibir Edgar, pandangannya tertuju pada istrinya yang nampak seksi karena hanya mengenakan handuk.
Menyadari tatapan mata Edgar, Mentari langsung menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia langsung berusaha keluar dari sana, tetapi tangan Edgar sangatlah kuat menahan pintu itu.
''Kenapa? mau lari?'' tanya Edgar dengan suara beratnya.
Mentari menggeleng cepat, ia mengalami kesulitan untuk bergerak karena Edgar telah mengungkungnya.
Sebuah belaian lembut di bahu Mentari membuatnya merinding disekujur tubuhnya, Edgar mengangkat pandangannya menatap wajah Mentari yang datar dan tidak berkedip.
''Bukankah kau istriku?'' lirih Edgar.
Mentari mengangguk masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Mendengar jawaban itu, Edgar kembali menyeringai senyum.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, setelah sama-sama merasakan hatinya yang mati karna kekecewaan dari mencintai dan belum memiliki ketertarikan untuk menjalin cinta lagi, kini, hati keduanya sama-sama merasakan suatu hal yang berbeda.
Edgar menarik pinggang Mentari lalu merengkuhnya, sehingga tak ada jarak lagi diantara keduanya. Jantung keduanya sama-sama berdegup sangat kencang.
Menuju usia 31 tahunnya membuat sisi kelakiannya terbangun dari tidurnya. Edgar tidak bisa mengontrol dan menahan rasa itu, hal yang beberapa hari ini ia tahan ketika berada didekat Mentari.
Cup
Beberapa detik kedua bibir itu menyatu, Edgar menatap mata Mentari yang terpejam. Kemudian ia melanjutkan aktivitasnya lebih lagi, memberikan gigitan kecil sehingga Mentari langsung sedikit membuka mulutnya.
Mentari tidak menolak, juga tidak membalas. Ia meremas pintu di belakangnya. Sedangkan Edgar terus memperdalam dan seketika lupa akan ucapannya sendiri jika dirinya tidak akan menyentuh sang istri.
Kedua tangan Edgar membelai punggung Mentari dan semakin membuat tak ada jarak lagi diantara mereka.
''Kau sungguh menikmatinya, Mentari?'' goda Edgar melepaskan tautannya setelah melihat Mentari engap.
''TIDAK!'' bantah Mentari, wajahnya sudah merona menahan rasa malu.
Mentari mendorong dada bidang suaminya, tetapi Edgar tidak goyah, ia malah kembali melanjutkan aksinya. Namun, kali ini Edgar menyusuri leher Mentari dengan ujung hidungnya yang mancung. Sementara satu tangannya sudah menyentuh pada selipan handuk yang Mentari kenakan. Edgar tidak mempedulikan Mentari yang ingin lepas darinya.
''I want.. (aku ingin..)"
Tok Tok Tok
Gak berusaha ikhlas toh Edgar jga memperlakukan dia lembut ko, gak grasak-grusuk mementingkan napsunya sendiri,,,