NovelToon NovelToon
Bintang Hatiku

Bintang Hatiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:958
Nilai: 5
Nama Author: lautt_

Di antara pertemuan yang tidak disengaja dan percakapan yang tampak sepele, terselip rasa yang perlahan tumbuh. Arpani Zahra Ramadhani dan Fathir Alfarizi Mahendra dipertemukan dalam takdir yang rumit. Dalam balutan nilai-nilai Islami, keduanya harus menavigasi perasaan yang muncul tanpa melanggar batasan agama. Bersama konflik batin, rahasia yang tersembunyi, dan perbedaan pandangan hidup, mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang kesabaran, keikhlasan, dan keimanan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lautt_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jurnal Fathir

Bulan ke-6: Antara Doa dan Kenyataan

"Ada saat di mana doa terasa hampa. Tapi justru di situlah keikhlasan diuji."

Hari ini aku merasa lelah. Bukan karena aktivitas di kampus atau tugas-tugas yang menumpuk, tapi karena pergolakan batin yang nggak kunjung reda.

Aku duduk di balkon asrama sambil memandangi bintang yang bertaburan di langit Timur Tengah. Malam di sini selalu terasa sunyi, tapi justru di dalam keheningan itu, pikiranku jadi riuh.

"Apa aku terlalu berharap? Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?"

Pertanyaan itu terus bergema di kepalaku. Aku mulai ragu dengan langkah-langkah yang kuambil. Kadang aku berpikir, mungkin aku seharusnya lebih fokus memperbaiki diriku sendiri, tanpa harus mengingat Arpa terus-menerus. Tapi di sisi lain, aku sadar… aku nggak bisa membohongi hati ini.

Aku akhirnya membuka Al-Qur’an dan membaca surat Al-Baqarah ayat 216:

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Ayat ini seperti pelukan hangat di tengah badai. Aku sadar, selama ini aku terlalu sibuk memikirkan hasil akhir tanpa benar-benar pasrah sama Allah. Aku harus belajar menerima apapun yang terjadi, bahkan jika hasilnya nggak seperti yang aku harapkan.

Aku menulis di jurnal: “Ya Allah, aku capek berharap. Tapi aku juga nggak mau menyerah. Jika memang jalan ini benar, tolong kuatkan aku. Tapi jika tidak, tolong ajarkan aku untuk berhenti dengan cara-Mu yang paling lembut.”

 

Bulan ke-7: Refleksi Diri dan Makna Perjuangan

"Perjuangan bukan tentang hasil. Tapi tentang proses yang mendewasakan hati."

Hari ini aku ikut kajian tentang makna sabar dan ikhlas. Ustadz di sini bilang, “Perjuangan dalam hidup ini adalah proses untuk memperbaiki diri. Terkadang, kita terlalu sibuk mengejar hasil, padahal Allah sedang melihat bagaimana proses kita.”

Kalimat itu membuatku berpikir ulang tentang apa yang sedang aku perjuangkan. Apa aku berjuang untuk mendapatkan Arpa? Atau aku sedang berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik?

Aku mulai sadar, bahwa semua ini bukan hanya tentang cinta kepada manusia, tapi juga tentang cinta kepada Allah. Selama ini aku terlalu fokus pada tujuan, tanpa sepenuhnya menikmati prosesnya.

Aku menulis di jurnal: “Ya Allah, aku ingin perjuangan ini mendekatkanku kepada-Mu. Jika dengan mencintai Arpa aku bisa menjadi lebih baik, maka kuatkan aku. Tapi jika rasa ini membuatku lalai, tolong cabut ia dari hatiku dengan cara yang penuh kasih.”

 

Bulan ke-9: Tentang Kesabaran dan Harapan yang Tak Pernah Padam

"Harapan adalah cahaya kecil yang tetap menyala meski badai datang berkali-kali."

Sudah hampir setahun aku di sini. Dan anehnya, rasa itu masih ada — rasa yang sama sejak hari pertama aku melangkahkan kaki ke negeri ini.

Aku mulai mengerti bahwa mencintai dalam diam itu bukan kelemahan, tapi kekuatan. Mampu menjaga perasaan tanpa mengotori hati adalah perjuangan tersendiri.

Aku ingat kata-kata dari salah satu ustadz di sini, “Cinta yang terbaik adalah cinta yang membuatmu lebih dekat kepada Allah. Jika perasaan itu menjauhkanmu dari-Nya, berarti itu bukan cinta yang murni.”

Aku mulai menilai ulang perasaanku. Dan aku sadar, selama ini aku berusaha menjaga niatku tetap lurus. Mungkin karena itulah rasa ini masih bertahan.

Aku menulis di jurnal: “Ya Allah, aku nggak tahu bagaimana akhir cerita ini. Tapi aku percaya, selama aku menjaga hatiku dalam batasan-Mu, Engkau nggak akan mengecewakanku.”

 

Bulan ke-11: Surat yang Tak Pernah Terkirim

"Beberapa kata tak perlu sampai ke telinga, cukup sampai di langit lewat doa."

Malam ini aku duduk sendirian di balkon, ditemani cahaya bulan yang terang. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada Arpa, tapi aku tahu, mungkin bukan saatnya.

Aku mengambil selembar kertas dan mulai menulis:

“Arpa,

Di sini, di bawah langit asing ini, aku masih memikirkanmu. Bukan karena aku nggak bisa melupakan, tapi karena rasa ini terlalu dalam untuk diabaikan.

Aku nggak tahu bagaimana kabarmu sekarang. Aku cuma berharap kamu bahagia, apapun keadaannya. Aku selalu mendoakanmu di setiap sujudku.

Kalau memang takdir mempertemukan kita lagi, aku ingin kamu tahu bahwa aku memperjuangkan ini sebaik yang aku bisa. Tapi kalau ternyata takdir berkata lain, aku ikhlas. Aku akan tetap mendoakanmu, meski dari jauh.

Fathir.”

Aku melipat surat itu dan menyimpannya di dalam jurnal ini. Aku nggak tahu apakah aku akan pernah mengirimnya. Tapi aku lega, karena setidaknya aku udah jujur sama perasaanku.

 

Bulan ke-12: Cahaya di Ujung Jalan

"Kadang, saat kita berhenti mengejar, takdir justru datang menghampiri."

Hari ini aku mendapat kabar tentang program pertukaran pelajar ke Indonesia. Rasanya seperti sinyal dari Allah setelah setahun penuh pergulatan batin.

Tapi aku takut. Takut kalau ini cuma ujian lain. Aku berdiri di tengah dua pilihan — mengikuti program ini dan kembali ke kota tempat Arpa tinggal, atau tetap di sini dan menyelesaikan studiku tanpa gangguan emosi.

Aku shalat istikharah malam ini. Dalam sujud panjangku, aku menangis. Aku merasa lelah, tapi aku juga merasakan ketenangan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Aku menulis di jurnal: “Ya Allah, aku pasrah. Jika ini jalan dari-Mu, aku akan melangkah. Tapi tolong kuatkan hatiku, apapun hasil akhirnya nanti.”

Dan akhirnya… aku memutuskan untuk ikut program itu.

 

Hari Terakhir di Timur Tengah: Perjalanan Pulang

"Setiap perjalanan akan selalu menemukan jalannya pulang, meski lewat rute yang tak terduga."

Aku berada di bandara sekarang, menunggu penerbangan pulang. Hati ini dipenuhi rasa campur aduk. Ada harapan, tapi juga ketakutan.

Aku membuka jurnal ini lagi dan menulis entri terakhir:

“Ya Allah, aku pulang. Bukan untuk mencari kepastian, tapi untuk menemukan ketenangan. Aku tahu, Engkau selalu punya rencana yang lebih indah dari yang aku bayangkan. Dan aku percaya, apapun yang menantiku di sana, itulah jalan terbaik darimu.”

 

"Perjalanan ini bukan tentang jarak yang kutempuh, tapi tentang perjalanan hati menuju titik tertingginya — ikhlas dan tawakal."

1
Uryū Ishida
Gemesin banget! 😍
✨♡vane♡✨
Baca cerita ini adalah cara terbaik untuk menghabiskan waktu luangku
Dandelion: Jangan bosan ya bacanya
total 1 replies
KnuckleBreaker
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!