Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang
Matahari mulai lengser dari singasananya, namun masih menyisakan panas yang menyengat, sama menyengatnya dengan suasana di ruang simulasi sidang. Dosen pengampu* menatap seluruh kelompok dari balik meja. Sidang simulasi baru saja selesai, dan suasana tegang mulai sedikit mereda. Tapi bukan berarti damai.
Irene dan Raka menekuk wajahnya, ekspresi tak puas terlihat jelas dari dua orang itu. Keduanya menatap tajam Aluna dan Dion yang membereskan laptop dan berkas-berkas di meja depan mereka.
"Gue bener-bener nggak habis pikir sama kalian! tega banget sih kalian sama gue. Kalian seenaknya ganti materi tanpa kasih tau jauh-jauh hari, kalian malah ngasih tau pas udah mepet simulasi. Kalian tau nggak sih kalau simulasi ini penting buat nilai kita Aluna, Dion," ketus Irene dengan wajah menahan marah, ingin rasanya dia berteriak tapi dia masih inget jika mereka masih di ruang simulasi dan dosen masih memperhatikan mereka
Aluna dan Dion hanya diam dan lanjut beres-beres.
"Iya, lo tau kan gue udah susah-susah nyiapin bagian gue, terus tiba-tiba semua berubah?” imbuh Raka berapi-api.
Dia merasa malu saat dia tidak bisa menyahuti argumen yang Aluna lemparkan padanya tadi.
Aluna berdiri, menghela napas panjang, lalu menatap Irene dan Raka dengan datar.
“Materi sebelumnya lemah, banyak celah. Gue nggak mau ambil risiko kejadian di simulasi kemarin ke ualng lagi, inin simulasi terakhir semester ini, dan gue mau ini sempurna. Gue susun ulang, Dion bantu bagian kronologi dan bukti. Dan lo bisa liat sendiri? Dosen tadi sampai bilang argumen gue kuat dan rapi. Salah siapa kalian berdua jarang ikut diskusi? Mau kita tunggu kalian terus? Sorry tapi waktu gue sama Dion terlalu berharga buat nunggu kalian,” sahut Aluna dengan wajah dinginnya.
Irene mendengus, matanya menyorot tajam.
“Gue kemarin izin nggak enak badan, Lun. Harusnya lo tetep laporan ke gue. Kita satu tim, bukan lo berdua doang," ucap Irene mencoba membela diri.
Aluna tertawa kecil, tawa yang mengejek alasan Irene membela diri.
“Izin lo? Izin lo? Irene, emangnya lo sakit pa sampe sebulan nggak sembuh-sembuh! Selama sebulan ini lo ikut diskusi full berapa kali? Sekali? Dua kali? Bahkan pas kita ajak Zoom meeting lo cuma nongol lima belas menit!” Dion mulai naik nada, suaranya penuh emosi, tapi dia masih menahan diri untuk tidak berteriak.
"Bukan gitu, mak-
“Dan Raka, lo kemarin nggak ada sinyal, minggu lalu lo ke rumah nenek, minggu sebelumnya katanya lagi tidur. Mending ngaku aja kalian berdua ngilang dan emang nggak ada niat buat ikutan kerja, baru sekarang nyolot, apa lo pikir lo berdua pantes kayak gitu,” sela Dion yang sudah sangat muak dengan tingkah dua manusia yang sok tersakiti ini.
Raka mengalihkan pandangannya kearah lain. Irene mengigit bibir bawahnya menahan emosi, dia tidak terima disalahkan seperti ini.
"Gue nggak suka cara kalian ambil keputusan sepihak," sarkasnya tertahan
“Gue juga nggak suka kerja keras gue dimanfaatin orang. Lo pikir gue tidur cukup? Dion juga begadang semalaman demi nyelamatin kelompok ini. Kalau lo niat, lo bakal tahu materi udah dirombak, minimal lo hubungin gue atau Dion. Tapi lo nggak ngelakuin itu, tapi lo nggak ada, Irene. Lo nggak ada niat ama sekali buat cari tahu apapun, setelah ngilang di zoom kemarin lo nggak ada lagi usaha buat chat kita berdua," balas Aluna dengan sinis.
Irene merapatkan mulutnya yang baru saja akan bicara saat langkah kaki terdengar mendekat.
Dosen mulai mendekat. Semua langsung menutup mulut, tapi ketegangan masih terasa. Dosen menatap mereka, senyum samar.
“Kalian cukup bagus hari ini. Terutama argumen pihak penggugat – jelas, terstruktur, dan kuat. Materinya lengkap, good job.” tatapan singkat ke Aluna.
Aluna dan Dion saling melempar pandangan dengan senyum yang merekah. Sementara Irene makin merah mukanya, Dion cuma ngangkat bahu dan nyeletuk pelan ke Raka.
"Terima kasih Pak, kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyiapkan semuanya," ucap Aluna dengan sungguh-sungguh.
"Hm .. saya bisa melihat itu, tapi ... " Pria paruh baya itu melihat Irene dan Raka dengan tatapan penuh arti.
"Ehm ... tetap semangat ya," ucap Dosen itu lalu pergi meninggalkan mereka.
"Lihatkan, usaha gue dan Aluna membuahkan hasil yang baik," sindirnya pada Raka.
Irene mengepalkan tangan, tapi Raka langsung menariknya menjauh. “Udah, Irene, udah. Nggak usah tambah ribut.”
Irene menatap punggung Aluna dengan rahang mengeras.
"Liat aja apa yang bakal gue lakuin buat balas lo, Lun," gumam Irene sebelum bener-bener keluar dari ruangan itu.
Aluna merapikan berkas, lalu berbisik ke Dion.
“Besok kita kirim laporan kelompok, nama mereka lo coret aja?”
“Auto... ilangin dari muka bumi—eh, dari laporan maksudnya," sahut Dion dengan senyum penuh arti.
Tadinya Aluna masih tidak tega untuk mencoret nama Raka dan Irene, namun apa yang Irene katakan tadi membuat rasa iba Aluna lenyap. Gadis itu bahkan tidak mengucapkan kata maaf setelah semua yang terjadi, dia malah bicara seolah dia adalah pihak yang tertindas.
"Gue balik dulunya Lun, gue mau ngebo di klinik," ucap Dion sambil mengeliatkan badannya yang lelah karena kurang tidur.
"Molor mulu lo," cibir Aluna yang dibalas cengiran oleh Dion.
Keduanya pun keluar dari dari ruang simulasi dengan peraraan lega. Dion yang sudah pamit pada Aluna pun langsung tancap gas ke UKM (Unit kesehatan Mahasiswa) matanya sudah sangat berat setelah 3 malam dia kurang tidur, atau bahakan bisa dikatakan dia tidak tidur.
Aluna pun merasakan hal yang sama, tubuhnya sudah sangat lelah dan sangat merindukan ranjang empuk dengan aroma lavender yang pasti akan sangat menenangkan. Tapi Aluna bukan jenis manusia yang bisa tidur siang, seberapa berat pun dia ingin tidur. Gadis itupun memutuskan untuk singgah di kantin.
Langkah Aluna menyusuri koridor fakultas yang mulai sepi, cahaya matahari sore menyusup lewat celah jendela, menyorot rambutnya yang sedikit kusut karena letih. Gadis dengan kemeja putih dengan blazer hitam dan celana bahan dengan warna senada blazernya itu melangkah santai sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
Aluna : " Gue udah selesai, lo dimana? kantin mana?"
Aluna mengirimkan pesan pada Willona.
Willona : "Di kantin fakultas ekonomi, gue ketemu Gala. Kenapa dia tambah ganteng setelah putusin gue."
"Pengen balikan 😔"
Aluna menghela nafas panjang setelah membaca pesan balasan dari sang sahabat.
"Andai lo tahu kalau cowok brengsek itu nggak pernah suka sama lo, dia cuma mau manfaatin lo, Ona," gumam Aluna lirih.
Aluna tahu alasan Galaksa sebenarnya, pria itu menjadikan Willona pacar hanya untuk tujuan tertentu saja. Padahal Willona begitu tulus mencintainya. Aluna merasa apa yang itu tidak adil, perasan tulus Willona dibalas belas kasih seperti itu.
Galaksa menjadikan Willona kekasihnya tak lama setelah Aluna menolak cintanya.Saat menjadi kekasih Willona, Galaksa selalu mencari celah untuk dekat dengan Aluna.
Sampai Akhirnya Galaksa menyatakan cintanya lagi untuk pada Aluna dan mengatakan jika dia hanya memanfaatkan Willona agar bisa dekat dengannya saja. Saat itu Aluna marah, dia menampar Galaksa dan meminta Galaksa untuk putus dengan Willona. Dia tidak mau sahabatnya hanya menjadi alat untuk Galaksa. Dan akhirnya pria itu benar-benar memutuskan hubungannya dengan sang sahabat.
Aluna tidak tahu apa keputusannya saat itu benar atau salah, tapi yang pasti dia tidak ingin Willona bersama pria yang tidak mencintainya, dan hanya menjadikan dia alat saja.
"Halo Sayang," suara berat dari arah belakang menyadarkan Aluna dari lamunannya.
Aluna menoleh dan tersenyum lebar saat melihat pria paruh baya yang berdiri di belakangnya.
"Opa," lirih Aluna sebelum akhirnya merengkuh raga tegap itu dengan sayang.
"Op kapan datang? kenapa nggak kasih tau Luna?" cercanya dengan nada merengek seperti anak kecil.
Adrian terkekeh lalu melepaskan pelukannnya.
"Opa baru datang, Bagaimana sidangnya? lancar?"
Aluna mengangguk dengan senyum lebar.
"Lancar dong. Kan anaknya Ayah Evan," sahutnya sambil mengibaskan rambut dengan bangga.
"Ya ya ... kau memang hebat," ujar Adrian sambil menepuk sayang puncak kepala Aluna.
"Luna masih ada kelas atau mau pulang sekarang?"
"Udah nggak ada kelas, tapi Luna mau ngopi dulu di kantin sama Ona."
"Baiklah kalau begitu, Opa ke ruang Dekan dulu. Kita ketemu di rumah Ayah oke?"
"Siap Opa, tapi minta uang jajan dulu dong, dikit aja," pinta gadis itu dengan wajah memelas.
Adrian menggeleng pelan, dia mengeluarkan ponselnya lalu mentranfer sejumlah uang ke rekening cucunya.
"Cukup?"
Mata Aluna berbinar kala melihat nominal yang sangat cukup banyak.
"Cukup Opa."
"Ma acih Opa!" serunya lalu mencium pipi sang Kakek. Setelah itu Aluna pun langsung pergi meninggalan Adrian.
"Dasar cucu nakal," gumam Adrian dengan senyum lebar.
Dosen pengampu*
Dosen pengampu itu sebutan buat dosen yang bertanggung jawab ngajar dan megang satu mata kuliah tertentu di semester itu. Nah, dia yang biasanya ngasih materi, tugas, ujian, dan nilai. Jadi kalo kamu ambil misalnya Hukum Perdata 1, dosen pengampunya tuh yang jadi “pemilik sah” mata kuliah itu di kelasmu, bukan dosen lain.
drama banget sih cakra🤣🤣🤣
ini baru permulaan, lunn...
nanti jangan kaget karena under wear nya Estentisk 🤣🤣🤣
Begini an doang aja bisa sejauh itu mikirnya apalagi masa depan yaaa nggak lun 🤣🤣
Cakra udah ka, Luna nya jgn km ledekin terus kasian dia jdi malu 😂😂
ini Ayah evan dtg disaat yg tepat nih buat luna
coba aja dari kmren² kaya gini kan enak adem ayem,, gk harus pke otot dan emosi klo ngomong biar gk setres 😁,,, moga aja stelah ini Luna mau maafin Cakra 😇