Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.
Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8 - Bertemu di dalam mimpi
Sore itu, langit berwarna jingga kemerahan saat Rojak melangkah pulang ke rumahnya. Langkahnya berat, bukan hanya karena kelelahan setelah seharian memulung, tetapi juga karena beban di hatinya yang semakin menumpuk. Di sampingnya, Poppy berjalan dengan langkah kecil, seakan mencoba mengikuti irama kaki kakaknya.
Begitu sampai di depan rumah, Diah, ibunya, langsung berlari ke arahnya. Wajah perempuan itu dipenuhi kecemasan, seolah-olah takut kehilangan anak sulungnya itu lagi.
“ROJAK?!”
Tanpa ragu, Diah langsung merengkuh tubuh Rojak ke dalam pelukannya.
"Kamu dari mana saja, Nak? Ibu khawatir sekali," suara Diah bergetar.
Rojak terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab.
"Aku memulung, seperti biasa, Bu."
Diah menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca. Ia menatap anaknya dengan penuh kasih sayang, meskipun di hatinya tersimpan kekhawatiran yang mendalam. Di belakangnya, Tono, ayah Rojak, menatap anaknya dengan sorot mata tajam. Bukan marah, tapi lebih ke perasaan kecewa yang ia simpan dalam-dalam.
"Memulung? Kamu nggak bisa pulang lebih awal? Kamu tahu betapa cemasnya kami di rumah?" tanya Tono dengan suara serak.
Rojak menunduk, merasa bersalah.
"Maaf, Yah. Sebenarnya selama dua hari ini, aku ga pulang. Aku bilang ke Juragan biar ‘Rumah sementara’aku ga dikasih tahu sama beliau karena biar mereka ga tahu."
"Mereka?" Diah bertanya heran.
"Iya, Bu. Aku minta sama Juragan buat nggak bilang siapa-siapa soal aku. Aku nggak mau kejadian itu terulang lagi."
Diah dan Poppy saling berpandangan. Poppy, yang selama ini mendukung Rojak dengan caranya sendiri, mulai merasa ada sesuatu yang tak beres. Diah pun ikut penasaran.
"Kejadian apa, Rojak?" tanya Diah.
Rojak menghela napas, lalu mengeluarkan sebuah foto lusuh dari sakunya. Foto itu bergambar dirinya yang tengah tergeletak di atas tumpukan sampah. Matanya memandang kosong ke kamera. Ya, sudah pasti itu adalah kejadian saat Rojak bertemu dengan Rizal, kemudian dihajar habis-habisan dengan di dorong ke tumpukan sampah, lalu menyebarkan foto itu ke mading Sekolah dan mempermalukan Rojak hingga harga dirinya hancur kala itu.
"Astaga... siapa yang melakukan ini?" seru Diah dengan marah.
"Spark Boys, Bu. Geng yang di isi orang kaya." jawab Rojak lirih.
Diah menatap foto itu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya gemetar menahan amarah. Ia tak terima anaknya diperlakukan seperti ini. Tanpa berpikir panjang, ia berseru.
"Kita laporkan ini ke kepala sekolah! Mereka harus dihukum!"
Namun, Tono hanya menggeleng.
"Itu mustahil, Bu. Mereka anak-anak orang kaya. Kamu pikir hukum di negara ini berpihak pada kita? Mereka punya uang, kita tidak."
"Tapi ini sudah keterlaluan, Mas! Rojak dihina, dipermalukan di depan umum!" bentak Diah.
"Aku sudah pernah lapor ke bimbingan konseling, Bu... ke kepala sekolah juga. Tapi mereka diam saja, seakan-akan nggak terjadi apa-apa. Sudah begitu si Kepsek bilang itu cuma bercanda dan aku dibilang baperan." tambah Rojak, suaranya penuh luka.
Diah menghela napas panjang. Di hatinya, ia ingin sekali memperjuangkan keadilan untuk anaknya, tapi ia tahu bahwa suaminya benar. Dunia tak selalu adil bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan.
"Sudah, kita jangan bahas ini lagi. Yang penting Rojak sudah pulang," kata Diah akhirnya.
"Kita sambut kepulangan Rojak dengan baik. Hari ini, ibu masak makanan kesukaan kalian."
Poppy yang sejak tadi diam, akhirnya tersenyum.
Rojak tersenyum kecil. Meskipun dunia di luar sana terasa begitu kejam, setidaknya di rumah ini, ia masih memiliki keluarga yang selalu menyayanginya. Dan itu sudah lebih dari cukup.
“Nah, ini nasi goreng pakai telur ceplok kesukaan Rojak. Dan ini, mie goreng kesukaan Poppy. Nah, ayo makan! Makanan kesukaan kalian berdua loh.”Kata Diah.
Mereka dengan semangat bahkan rakusnya bagai monster, memakan makanan kesukaan mereka masing-masing. Ketika mereka memakan, semuanya kejadian pahit yang menimpa Rojak pun hilang seketika. Seakan, dirinya tidak mengalami apa-apa.
Beberapa jam kemudian, Rojak pun tidur. Pada saat tidur, dirinya bermimpi. Akan tetapi, suasana di dalam mimpinya begitu nyata. Rojak berdiri di tengah sebuah bangunan tua bergaya kolonial. Dinding-dindingnya berlumut, pilar-pilar kayunya retak dimakan usia. Udara di sekelilingnya dingin dan lembap, seolah sejarah yang lama terkubur dalam dinding ini masih berbisik dalam senyap. Ia memandang sekeliling dengan waspada, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
“Kenapa gue ada di Batavia? Gw kayak time travel ke masa lalu saja.”komentarnya dengan heran.
Tiba-tiba, dari kegelapan di ujung ruangan, muncul sesosok makhluk yang membuat Rojak terbelalak. Sosok itu tinggi dan gagah, mengenakan baju perang yang tampak seperti berasal dari zaman dahulu. Wajahnya bukan seperti manusia biasa, melainkan manusia berkepala seekor singa dengan mata tajam yang menyorot penuh wibawa. Ia berjalan mendekati Rojak dengan langkah mantap.
Rojak menelan ludahnya.
“Siapa kau?”tanyanya dengan suara sedikit bergetar.
“Aku adalah Regulus,”jawab makhluk berkepala singa itu dengan suara yang dalam dan bergema.
“Pendekar singa yang luar biasa.”
Nama itu terdengar tidak asing, karena sering bersuara dan suara itu hanya dapat di dengar olehnya.
“Kenapa aku? Kenapa kau muncul dalam mimpiku?”
Regulus menatapnya dengan penuh arti.
“Karena kau telah memiliki berlian itu di dalam tubuhmu.”
Rojak teringat. Berlian yang tanpa sengaja ia temukan di tumpukan sampah, yang secara misterius masuk ke dalam tubuhnya. Saat itu ia tak mengerti bagaimana bisa terjadi, tapi sekarang ada sesuatu yang lebih membingungkan.
“Jadi… di dalam berlian itu, ada dirimu?”
Regulus mengangguk.
“Berlian itu adalah penjara yang diciptakan oleh seorang pengkhianat. Aku terkurung di dalamnya selama berabad-abad, hingga akhirnya terbuang ke tempat yang tidak seharusnya. Kau menemukannya, dan sekarang takdir kita telah terjalin.”
Rojak merasa kepalanya berputar.
“Lalu, kenapa aku bisa memimpikanmu bahkan sebelum aku sadar tentang berlian itu?”
Senyum tipis tergurat di wajah Regulus.
“Karena kau adalah seseorang yang istimewa. Aku melihat dirimu yang lemah, penuh kesedihan, tapi tetap teguh berjuang untuk keluargamu. Kau mengingatkanku pada diriku sendiri, seorang pejuang yang rela mengorbankan segalanya untuk rakyatnya.”
Kata-kata itu menggema di benak Rojak. Ia memang bukan siapa-siapa, hanya seorang pemuda biasa yang bekerja keras demi orang-orang yang ia sayangi. Tapi, sekarang ia berada dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari kehidupannya sehari-hari.
Regulus kemudian berkata.
“Banyak yang harus kau pelajari. Kekuatan tidak hanya datang dari tubuh yang kuat, tetapi juga dari hati dan pikiran yang tak tergoyahkan.”
Sebelum Rojak sempat bertanya lebih jauh, semuanya mulai memudar. Cahaya terang menyilaukan matanya. Regulus mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum menghilang, “Bangunlah, dan bersiaplah untuk perjalananmu.”
Rojak kemudian terbangun dalam mimpinya setelah bertemu dengan Regulus.
“Terima kasih karena telah mengubah hidupku, Regulus.”Kata Rojak.
Bersambung