NovelToon NovelToon
Deepen The Role: Water Flow

Deepen The Role: Water Flow

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Vampir / Manusia Serigala / Mengubah Takdir / Keluarga
Popularitas:434
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Cahaya akan menuntun kita pulang"

Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?

Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ago

"Hai" sapa Benjamin ketika tatapannya dengan Marella bertemu. Jam sekolah baru saja selesai.

"Tampaknya tidak ada hal yang mengkhawatirkan" ujar Marella tersenyum menyambut kedatangan kekasihnya.

Benjamin duduk di samping gadis itu. "Siapa yang menjagamu tadi malam?" tanya Benjamin penasaran. "Sharon.. dia kembali tadi pagi" jawab Marella dengan nada lembut.

"Mengejutkan. Tadi dia tidak masuk sekolah" Marella memiringkan kepalanya terheran. "Jadi dia ke mana?" gumam Marella terheran.

Handphone Benjamin berdering. "Patricia" Benjamin menyebut nama kontak di sana.

Benjamin menerima panggilan masuk itu. "Halo? Ada apa?" tanya Benjamin segera. "Ben, pagi ini kami kebetulan tidak sekolah. Aku dan Veronica pergi ke pulau Baranof mengunjungi seseorang, sementara Patrick menemani Esmeralda. Tapi dia tidak kembali sejak tadi malam, apa dia bersekolah hari ini?"

Benjamin yang mendengarnya terkejut.

"Aku tidak melihatnya sejak tadi pagi" jawaban itu berhasil membuat Patricia terdiam. "Sungguh?" gumam Patricia tanpa sadar.

Benjamin dan Marella saling pandang. Seakan mengerti, Benjamin segera memberi handphone itu pada Marella. "Patri, ini aku" ujar Marella segera. "Ella, tadi malam Sharon pergi ke mana? Apa kalian berdebat?" Patricia kembali memastikan. "Aku dan dia mengobrol seperti biasa" jawab Marella segera.

"Apa dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Patricia lagi. Marella mencoba mengingat kembali. "Ahk iya, dia bilang ada urusan yang hendak ia selesaikan. Aku kira dia akan pergi bersama Veronica tadi malam"

Marella bisa mendengar hembusan nafas lelah dari Patricia melalui handphone itu. "Baiklah, kami akan mencarinya nanti. Terimakasih sudah menjelaskan. Jangan melakukan hal aneh di sana" pesan Patricia sebelum akhirnya panggilan itu ditutup. "Apa dia pernah seperti ini?" tanya Benjamin memastikan.

"Dia selalu mengabari kami. Aku takut terjadi sesuatu padanya" gumam Marella tampak khawatir. Benjamin menatap Marella dengan tenang. "Dia pergi untuk waktu yang lama, nak. Tapi dia baik-baik saja" Benjamin yang mendengar suara itu terdiam.

Beberapa kali suara itu berhasil menipunya. Kini ia jadi ragu. "Jangan ragu, nak. Ini kakek, dan aku mengatakan apa yang terjadi"

Benjamin mengerutkan keningnya bingung. "Ada apa?" tanya Marella terheran. "Ahk, tidak ada. Aku rasa Sharon hanya sedang mempunyai urusan lain yang tidak kita ketahui" jawab Benjamin.

Di sisi lain.

Seorang pria tampak tiba di sebuah air terjun. Ia berjalan menaiki bebatuan untuk menyebrang. Beberapa saat ia berjalan, pria itu akhirnya menemukan rumah seseorang yang ia cari.

"Ya, siapa?" tanya seorang gadis menghampiri pintu. Tanpa curiga ia segera membuka pintu. Lalu, "Apa kabar?" tanya seorang pria yang benar-benar ia kenal.

Gadis itu terdiam kaku seakan tidak percaya dengan pria yang ada di hadapannya sekarang. "Siapa?" tanya seorang wanita pada gadis itu.

Wanita itu menghampiri sumber suara.

"E-Ednard?!"

Beberapa saat.

"Sudah aku bilang, namaku Sharon. Jangan panggil aku dengan panggilan lama itu" ujar Sharon duduk santai.

"Apa yang kau inginkan? Kenapa kau tiba-tiba muncul setelah puluhan tahun sejak perpisahan itu?" tanya seorang wanita menyuguhkan segelas wine pada Sharon.

Wanita yang menyuguhkan wine itu namanya Clara Huston, dan gadis yang membuka pintu untuk Sharon adalah Berryl Joy.

"Sebentar lagi libur akhir semester. Tidak ada kegiatan di sekolah, jadi aku ke sini ingin menanyakan sesuatu" jawab Sharon dengan santai. Clara menatapnya terkejut.

"Berapa kali kau mengulang masa sekolah?" tanya Clara terheran. "Entah sudah keberapa kali, aku tidak menghitungnya" jawab Sharon dengan santai mulai menikmati wine yang disajikan.

"Kau sudah berubah, tapi bagaimana mungkin kau masih bisa menikmati wine?" tanya Berryl terkejut ketika Sharon mencicipi wine itu.

"Walaupun aku bukan manusia lagi, tapi aku masih sering mencicipi wine semacam ini" jawab Sharon tertawa kecil.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Saudari tirimu. Sheena Huston, menjadi bagian bangsawan bukan?"

Clara terdiam. Dia segera menunjukkan raut wajah terkejut. Dari mana Sharon tahu hal itu?

"Kau menutupinya, padahal dia sudah banyak berkhianat darimu" ujar Sharon menggoyangkan pelan gelas berisi wine itu.

"Aku tidak menutupinya, tapi aku hanya berusaha untuk tidak menanggapi itu. Seakan aku dan dia tidak pernah saling mengenal"

Sharon tertawa kecil mendengar alasan itu. "Apa kau tidak takut jika aku tiba-tiba menyerang kalian?" tanya Sharon meletakkan gelas berisi wine itu di atas meja.

"Yang benar saja. Kau akan rugi jika membunuhku. Kau butuh informasi terkait Sheena bukan?" tanya Clara dengan santai.

"Dia membakar yayasan katolik, dan memberitahu bahwa putri dari Morgans masih hidup" Clara yang mendengarnya terdiam. Ia segera menghentikan acara memasaknya.

"Maksudmu?" tanya Clara tampak terkejut.

"Dia pasti dapat perintah dari kepala tertinggi, untuk mencari keberadaan putri Morgans. Dan, dia juga yang sudah menyerang Justin si kepala Canis saat ini"

Berryl yang mendengarkannya bahkan terkejut.

"Kau sudah tahu, atau justru menutupinya? Clara"

Clara tampak berkeringat dingin. Ia diam seribu bahasa untuk beberapa saat.

"Jadi aku ke sini ingin menyampaikan padamu, bahwa aku akan membunuhnya" ujar Sharon berhasil membuat mata Clara melotot.

Gadis itu mengambil pistolnya dan menarik kera baju Sharon.

"Jangan pernah, kau mencoba untuk menyentuhnya" ancam Clara segera seraya melepas kasar kera baju pria itu.

Ia berbalik badan hendak meninggalkan Sharon dan Berryl di sana. "Tadi malam aku sudah berjumpa dengannya"

Clara menghentikan langkahnya. Sharon mulai menyalakan rokok, dan ia menghisap asap yang keluar dari sebatang rokok itu.

"Dia akan ke sini, tapi dengan tujuan berbeda" ujar Sharon seraya meniup asap yang keluar dari bibirnya. "Tujuan berbeda?" tanya Berryl terheran.

"Membunuhmu, Clara. Lalu membawa Berryl untuk bergabung dengan bangsawan"

"Aku tidak percaya ucapanmu"

"Up to you. Aku mengatakan hal yang jujur. Aku ke sini ingin menyampaikan itu. Dia tahu aku sudah lama meninggalkan wilayah ini, dan mengira aku tidak tahu di mana kalian berada"

Kini Clara berbalik dengan raut wajah menahan amarah. "Kau marah padaku bukan? Karena aku mengatakan hal jujur" Clara menghela nafas.

"Kenapa dia ingin membunuh Clara?" tanya Berryl terheran. "Dia mengetahui semua sejarah bangsawan Ruby, dan Canis"

Wajah wanita itu berubah pucat. Ia berkeringat dingin. "Selain tujuanku kemari untuk menyampaikan bahaya yang akan tiba, aku ingin kau menjelaskan masa lalu.. Marco Meinhard"

Berryl yang mendengarnya menatap Clara terkejut. "Bukankah dia, penyihir di masa lalu yang pernah kau ceritakan?" tanya Berryl.

Clara diam tidak menjawab. "Apa tujuanmu mempertanyakan dia?" ketus Clara.

"Tujuanku? Kau tidak perlu tahu. Aku butuh informasi ini, karena aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya"

Clara membuang wajahnya ke arah lain. Sharon segera bangkit berdiri, dan hendak pergi.

"Cucunya menjadi vampir bukan?" tanya Clara berhasil membuat Saron menghentikan langkahnya. "Kau tahu?" tanya Sharon dengan tenang. "Kelompok Canis yang telah membunuhnya" jawab Clara segera.

Sharon tertawa kecil mendengarnya. "Kau salah, yang membunuhnya adalah.. Jackson, mantan kekasihmu" Clara terdiam mendengarnya.

"Kau pikir Jackson itu manusia bukan? Setelah dia melakukan hal buruk-"

Sharon yang belum selesai berbicara menerima ancaman dari Clara. "Jangan pernah mengungkit masalah itu!" ketus Clara menghunuskan pisau.

Sharon menepisnya perlahan. "Dia berkencan denganmu, tapi dia justru menikahi adikmu. Kau dikhianati dua orang sekaligus"

Clara menampar Sharon segera. Berryl segera menahan Clara yang hendak bertindak lebih jauh.

"Kau pikir kau tahu segalanya? Pembohong! Di saat aku membutuhkanmu, kau menghilang!"

Sharon diam sejenak. Ia menunjukkan matanya yang berubah, lalu menatap Clara.

"Apa.. ini?" gumam Clara mulai tenang. "Aku membawa sahabatmu untuk kusembuhkan namun di perjalanan ia tewas, tapi aku tidak ingin menambah kesedihanmu. Lalu aku pergi" ujar Sharon berhasil menunjukkan isi pikirannya.

Clara terdiam mendengarnya.

"Aku tahu apa yang akan terjadi malam ini. Buruknya, orang yang akan melakukan kejahatan itu adalah adikmu sendiri. Itu juga menguntungkanku, untuk memutus informasi yang terus dikorek olehnya. Mungkin berat bagimu, tapi keputusanku untuk membunuhnya sudah bulat. Dia tidak hanya mengganggu keluarga Rothrout, tapi juga keluargaku, dan keluarga Paul"

Penjelasan itu menunjukkan kenyataan yang telah dialami Sharon.

Sharon berbalik. Namun langkahnya kembali tertahan, ketika Clara menarik tangannya.

"Aku sadar dia banyak membohongiku, melukaiku. Tapi kumohon, jangan kotori tanganmu untuk membunuhnya"

Sharon terdiam mendengarnya. Wanita yang sedang menarik tangannya berbicara dengan nada bergetar. Ia pasti menahan tangisnya.

"Dia berkhianat, dia membunuh kakek dan nenek yang membesarkan kami. Dia juga membunuh kedua kakak laki-laki kami. Dia membunuh orang tua dan kakak Berryl. Dia juga mengintai keluarga kalian, mengganggu anak kepala polisi itu. Aku tahu semua kejahatan yang dilakukannya"

Sharon mengerutkan keningnya. Mengapa Clara masih membela orang sejahat itu?

"Tapi kumohon, dia adalah saudaraku yang tersisa. Aku mohon, Ednard"

Sharon memejamkan matanya. "Baiklah"

......................

"Dia belum kembali?" tanya Garon terkejut mengetahui Sharon belum kembali.

"Ini aneh, aku sudah menelponnya lebih dari puluhan kali seharian ini. Dia sama sekali tidak mengangkatnya, bahkan menelpon balik juga tidak ada" jawab Veronica tambah khawatir.

"Marella bilang dia ada urusan dari malam lalu, tapi jika sampai malam ini dia belum kembali juga tidak wajar" gumam Patricia khawatir.

Patrick hanya diam memperhatikan suasana itu. Wajahnya memperlihatkan ia seperti tahu sesuatu. "Kenapa kau hanya diam?" tanya Esmeralda berdiri di samping 'kakaknya' itu.

"Aku tidak tahu mau bicara apa" jawab Patrick dengan santai. "Tidak tahu mau berbicara apa, apa kau justru tahu sesuatu yang membuatmu diam?" Patrick menatap Esmeralda yang matanya masih ditutupi kain.

"Kau mencurigaiku?"

"Ya"

Patrick tertawa kecil. "Dia juga mengatakan hal yang sama padaku. Dan aku juga tidak tahu ke mana dia pergi" ujar Patrick tertawa kecil.

"Menurutmu apakah dia pergi untuk membunuh para bangsawan?" tanya Esmeralda. "Hahaha. Bagaimana bisa kau berpikir hal semacam itu bisa dilakukan olehnya?" tanya Patrick terheran.

"Aku sudah mulai tahu apa penyebab masalah yang tak kunjung selesai saat ini" jawab Esmeralda pandangannya lurus.

"Dia juga sudah tahu sebagian kecil dari masa laluku" gumam Esmeralda. Patrick terkejut mendengarnya. "Bagaimana kau bisa mengetahuinya?" tanya Patrick terheran.

"Aku memang tidak bisa melihat, tapi dia beberapa kali masuk ke dalam kamarku. Aroma tubuhnya membantuku mengetahuinya ada di dalam kamarku" jawab Esmeralda dengan santai.

"Indra penciumanmu sangat tajam. Kadang ketika kalian memasuki kamarku, aku bahkan tidak tahu siapa yang baru saja memasuki kamar itu" ujar Patrick terkesan.

"Tapi Patrick, aku ingin mengatakan sesuatu padamu selaku kau adalah kakek tertua di sini"

Patrick hanya bisa menghela nafas mendengar ledekan itu. "Mengenai?" tanya Patrick balik.

"Jael yang kemarin menyerang Marella, itu bukan dia. Dan informasi bahwa nama aslinya adalah Michael, itu juga salah"

Patrick menatapnya bingung. "Lalu dia siapa sebenarnya?" tanya Patrick terheran. "Dia saudara kembar Patricia"

Patrick yang mendengarnya terdiam. Ia langsung menatap Patricia.

"Mereka-"

"Kembar tidak identik. Mereka berpisah ketika lahir. Tapi pria itu belum mati, kekuatannya di atas Franz namun di bawah Arnold"

Patrick menggeleng-geleng tidak percaya. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Patrick terheran. "Cincin" jawab Esmeralda singkat.

"Hah?"

"Win Adam punya dua anak kembar. Namun sejak lahir, Adam tidak menyukai anak perempuan. Dia dan istrinya bercerai. Dan anak kembar itu adalah Petra dan Phoebe. Nama asli Patricia ialah Phoebe Adam bukan?"

Patrick menghela nafas memaklumi. "Aku bahkan tidak tahu nama aslimu di masa lalu" gumam Patrick tertawa kecil.

"Jovie, Nikki, Phoebe, Edzhar, Louisa. Itu adalah nama kalian bukan?" tanya Esmeralda menyebutkan setiap nama asli mereka.

"Untung saja hanya depan"

"Jovie Patrick Cornelis"

Patrick tertawa kecil mendengarnya. "Kau tidak ada niat memberitahu nama aslimu?" tanya Patrick berniat memancing.

"Jika aku kembali menjadi manusia, maka aku akan memberitahu nama asliku" jawab gadis itu mulai berjalan meninggalkan Patrick.

"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah kau mengetahui nama-nama asli kami? Apa kau akan menyalahgunakannya?" goda Patrick.

"Pikiranmu kotor sekali, Patrick" jawab gadis itu berjalan asal tanpa memperhatikan langkah di hadapannya. Ini karena matanya ditutup kain.

"Hey, awas-"

Terlambat. Esmeralda lebih dulu tersandung sebelum Patrick mengingatkannya. "Astaga" gumam Patrick segera membantu Esmeralda bangkit berdiri.

"Perhatikan jalanmu"

"Matamu masih berfungsi bukan? Kau tidak melihat mataku ditutupi kain?"

Patrick tertawa kecil mendengar perdebatan antara Patricia dan Esmeralda. Hal yang biasa terjadi. "Bahkan di kondisi mengkhawatirkan seperti itu, dia masih bisa menantang Patricia" gumam Jessi tertawa kecil memaklumi.

"Dia yang menghidupkan suasana" ujar Garon mendengar ucapan istrinya itu, lalu merangkulnya. "Sudahlah, aku akan menggantikan Benjamin sekarang. Bagaimanapun manusia butuh istirahat" Patrick yang sudah selesai memapah Esmeralda, kini bersiap menuju rumah sakit.

"Ahk iya benar, aku harus di sana mengawasinya" jawab Garon sebelum akhirnya ia memberikan satu kecupan di kening Jessi.

"Berhati-hatilah"

"Jaga adikmu, Patri"

"Walaupun dia kurang ajar, tapi aku punya hati nurani maka aku akan menjaganya"

Di sisi lain.

"Ya, sebentar" sahut Berryl ketika pintu rumah diketuk. Ia membuka sedikit, dan mendapati seorang gadis seusianya berdiri di sana seraya menunjukkan senyum tenang.

"Sheena.."

"Lama tidak bertemu, Berryl. Apa Clara di rumah?"

Dialah Sheena Huston, adik perempuan Clara yang jaraknya 5 tahun darinya. Dia seusia Berryl.

"Jadi dia sedang berada di luar" gumam Sheena mengangguk-angguk kecil. "Begitulah, dia ada urusan yang harus dikerjakan" jawab Berryl seraya menyajikan segelas wine.

"Kalian masih sering memproduksi wine?" tanya Sheena terkejut. "Tidak ada pekerjaan lain yang kami kerjakan selain merawat kebun anggur di belakang. Dan Clara masih ingat apa saja bahan yang digunakan untuk membuat wine"

Sheena mengangguk-angguk kecil. Ia mencicipi wine itu. "Hahaha, benar juga. Rasanya sama sekali tidak berubah" gumam Sheena terkesan.

"Kau tampak gugup, Berryl" ujar Sheena memiringkan kepalanya ketika gadis itu duduk di hadapannya. "Ahk, aku tidak gugup. Akhir-akhir ini curah hujan cukup tinggi, jadi aku merasa menggigil" jawab Berryl tertawa kecil.

Sheena meletakkan gelas itu dengan anggun seakan terbiasa bertingkah seperti itu. Dia tersenyum misterius, dan menunjukkan tatapan sinis pada gadis di hadapannya ini.

"Kau tidak berniat bertanya tujuanku kemari?" tanya Sheena tersenyum santai. "Kau ingin bertemu dengan Clara bukan?" tanya Berryl tampak tenang.

"Tapi aku ke sini juga punya tujuan lain selain bertemu dengannya setelah 10 tahun kami berpisah" ujar Sheena kembali tersenyum.

"Lalu?" tanya Berryl memiringkan kepalanya bingung. Sheena bangkit berdiri.

Ketika ia hampir berhasil meraih leher Berryl, "HUAA PANAS!" teriak gadis itu merasakan panas terbakar di wajahnya.

"KURANG AJAR!"

"Aku sudah tahu lebih awal rencanamu, iblis"

1
Leon I
terrimakasih banyak, yah! stay tune untuk Dear Dream🫵
palupi
padahal sempat geregetan jg sama jemma, eh taunya nyambung season 3.
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
palupi
ok...
selamat berjuang /Good/
palupi
suka sama cerita model gini karena pertemanan mereka.
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
Leon I
hehehe siap! terimakasih yah, nanti dibuatkan visual protagonis dan antagonisnya
palupi
tambah banyak tokohnya yg muncul.
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
palupi
tambah seru...
lanjut thor 🙏❤️
Leon I
baik segera dilaksanakan tuan!!
palupi
luar biasa 👍
palupi
up lagi thor 🙏💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!