“Tuan, Nyonya mengajukan gugatan cerai pada, Anda!”
“Hah! Apa dia seberani itu?! Biarkan dia melakukan apa yang ingin dia lakukan, kita lihat, pada akhirnya dia akan kembali meminta maaf dan memohon.”
Pada akhir yang sesungguhnya! si Tuan Muda, benar-benar ditinggal pergi tanpa jejak apapun hingga membuatnya menggila dan frustasi. Dan lima tahun kemudian, di sebuah klub malam ia di pertemuan dengan seorang reporter yang sedang menjalankan misi penyamaran, untuk menguak kasus penculikan bayi lima tahun yang lalu, dan reporter itu adalah wanita yang membuatnya frustasi.
“Kamu pergi begitu saja, apa kamu pikir bisa lepas begitu saja! Urusan kita di masa lalu belum selesai, istriku.”
Ig. Kunang-kunangachi
FB. Achi_N
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Nyonya Pergi, Tuan
Sekertaris Lee, benar-benar melakukan apa yang Abraham perintahkan, membuang amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tong sampah.
“Tuan, dua jam lagi ada meeting.”
“Ya, kamu persiapkan saja,” sahut Abraham, yang masih fokus pada pekerjaannya.
Sekertaris Lee, mengangguk dan pergi.
Sejak kejadian di Klub Venus, Abraham tidak pulang ke Villa Mars, tidak juga bertemu dengan Alea. Ingin memberi pelajaran pada wanita itu dengan cara mengabaikannya, tidak mengirim pesan secara langsung atau lewat kepala pelayan. Abraham menghilangkan begitu saja. Pikirnya, Alea akan memberondong dirinya dengan puluhan pesan permintaan maaf dan meminta dia pulang ke Villa.
Alih-alih mendapatkan apa yang diangan-angankan, di hari ketiga Abraham justru menerima surat gugatan cerai. Sangat mengejutkan! Tapi lelaki angkuh ini masih menduga jika Alea sengaja menarik ulur demi mendapatkan apa yang ia inginkan.
Abraham meletakkan pulpen, nyatanya lelaki ini tidak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa dokumen hanya Abraham coret-coret tidak jelas, ada sesuatu yang mengganggu pikiran hingga membuatnya tidak profesional seperti ini, tapi ia masih belum sadar itu apa. Abraham melirik tong sampah dimana Sekertaris Lee, membuang amplop berisi gugatan cerai. Hatinya semakin dingin.
Ia mengambil ponselnya, membuka aplikasi berkirim pesan. Banyak pesan yang masuk tapi bukan dari orang yang diharapkan. “Ok! Kita lihat seberapa lama kamu bisa bertahan,” kata Abraham, lalu mengaktifkan timer di ponselnya.
Timer yang disetel semakin berjalan menuju di angka yang sangat jauh, tidak diharapkan Abraham, dan lelaki ini gelisah.
Bolak balik lelaki ini memeriksa ponsel, tapi pesan yang diharapkan tidak kunjung datang.
“Sial! Baik, kali ini aku akan berbaik hati padamu.” Batinya kesal lalu membuka aplikasi hijau berlogo gagang telepon, mencari kontak yang ia beri nama (penguntit)
Tapi….
Di blokir…
“Alea….” Geramnya, dengan meremas kuat ponsel hingga nyaris hancur.
Dengan penuh amarah, Abraham bangkit dari duduknya, meraih jas yang tergantung di sandaran kursi.
“Tuan, Anda mau kemana?” Tanya Sekretaris Lee, yang secara bersamaan memasuki ruangan Abraham.
“Pulang!” Jawabnya singkat, namun penuh emosi.
Apa! Pulang!
“Tapi Tuan, lima belas menit lagi, meeting dimulai.”
“Batalkan!”
Semudah itu seorang Presdir membatalkan meeting yang sudah dipersiapkan dengan matang. Dibatalkan, di menit-menit terakhir.
Sekertaris Lee hanya bisa menggeleng, otaknya langsung berputar, bekerja menyusun kata-kata yang akan ia alunkan pada orang-orang yang sudah siap di ruang meeting.
“Lee, cepat siapkan mobil.”
Sudah membatalkan meeting seenaknya, tidak juga memberi Sekertaris Lee, kesempatan untuk pergi ke ruang meeting terlebih dahulu.
“Baik, Tuan.”
**
Di mobil.
“Tuan, ada apa? Apa ada sesuatu terjadi di Villa?” Tanya Sekretaris Lee, tapi selama tiga hari ini dia tidak mendapat kabar tidak enak dari kepala pelayan, itu artinya di sana baik-baik saja.
Tapi kenapa Tuan Muda, tiba-tiba bernafsu ingin pulang.
“Apa harus ada alasan tertentu untuk pulang?” Abraham, malah balik bertanya.
“Tidak Tuan, maafkan saya yang sudah mempertanyakan pertanyaan yang tidak berbobot.”
“Bagus jika kamu sadar itu.”
Beginilah Abraham. Dingin, angkuh dan arogan.
**
Sesampainya di Villa Mars. Alangkah terkejutnya Abraham, saat mendapati Jessika ada di sana.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Siapa yang memberimu izin, datang?” Abraham bertanya dengan geram. Dia paling tidak suka jika ada orang lain yang datang dan memasuki Villa Mars, tanpa izin terlebih dahulu padanya. Bahkan, Nyonya dan Tuan Liam pun, harus izin.
Jessika gugup, lebih tepatnya takut.
“Aku…Bibi Sandra, yang mengajakku kesini.”
Bibi Sandra, itu artinya Nyonya Liam.
Kali ini Abraham benar sudah diambang emosi yang siap meledak. Tapi, bayangan masa lalu muncul hingga dalam keadaan emosi seperti apapun, Abraham tidak bisa memarahi apa lagi murka pada Jessika.
“Abraham tolong jangan marah, Bibi Sandra yang mengajakku, sungguh aku tidak berbohong.”
Abraham menghindar saat Jessika ingin meraih tangannya, wajahnya merah rahang pun ikut mengeras, dengan dingin Abraham berkata pada Sekertaris Lee, “Lee, antara Jessika pulang.”
Pulang.
“Tidak Abraham, aku tidak mau pulang…maksudku, aku tidak bisa pulang, rumahku tidak aman, aku takut tinggal di sana dan….”
“Anda bisa tinggal di Apartemen atau Hotel, untuk sementara waktu Nona Jessika,” potong Sekertaris Lee. Membuat Jessika menatapnya penuh marah.
Sekertaris ini, selalu ikut campur.
“Pergilah Jessika, Lee akan mengantarmu ke Hotel yang aman,” timpal Abraham, lalu berjalan meninggalkan Jessika dan Lee.
“Abraham tunggu! dengarkan penjelasanku dulu. Aku tidak bisa pulang atau tinggal di Hotel…”
“Nona, mari saya antar, Anda.” Tidak ingin membuat Abraham mengamuk, Sekertaris Lee langsung menyingkirkan Jessika.
Dengan langkah panjang dan sedikit tergesa-gesa, Abraham menuju dapur, Alea pasti ada di sana. Karena setiap kali dia pulang wanita itu selalu berada di sana.
Mungkin itu tempat favoritnya Alea.
Tapi hanya ada Bibi pelayan di sana.
Apa Alea di kamar?
“Tuan Muda, Anda sudah kembali,” Pelayan yang sebelumnya tidak mendapat kabar, sang Tuan akan pulang, panik. Ia menundukkan kepalanya, “Selamat datang, Tuan Muda,” ia berlari menghampiri Abraham.
Abraham mengedarkan pandangannya, “Dimana Nyonya?”
Tuan Muda bertanya! Itu artinya Tuan Muda tidak tahu.
“Nyonya…. nyonya pergi, Tuan.”
“Pergi!”
Dia tidak meminta izin.
Abraham langsung memasang wajah kesal, “Kemana dia pergi?”
“Maaf Tuan, saya tidak tahu karena Nyonya tidak mengatakan, akan pergi kemana. Tapi….” Bibi pelayan semakin menundukkan kepalanya, ia sedih dan kembali melanjutkan ucapannya dengan pelan,” Nyonya membawa kopernya dan dijemput Pengacara dari Keluarga, Tuan Kim.”
Jiwa Abraham serasa dibakar dengan api yang berkobar. Panas, jengkel, tidak terima. Dia langsung menuju lantai atas memeriksa kamar Alea.
Ya, kamar Alea. Abraham dan Alea memiliki kamar masing-masing, mereka tidak pernah tidur di kamar yang sama semenjak menikah.
Kamar Alea masih sangat rapi. Gorden pun tertutup rapat, Abraham membuka lemari besar. Masih penuh dan lengkap. Tidak satupun Alea membawa barang yang memang sudah disediakan untuknya di sana. Baju dan gaun-gaun indah bahkan masih bersegel, padahal itu sudah dibeli tiga atau dua tahun yang lalu. Sepatu mahal tas mewah masih terbungkus, tidak pernah terbuka.
Sepanjang hari, selama bertahun-tahun Alea dikurung di Villa, Abraham tidak pernah mengajaknya pergi, ke pesta, menghadiri acara perusahaan, atau apapun itu layaknya istri-istri orang penting di luar sana, untuk apa Alea memakai barang-barang itu.
Dia istri tersembunyi, Alea istri yang hanya disimpan di Villa pribadi suaminya, tanpa disentuh dan dicintai.
Abraham tertegun sejenak, lalu ia kembali membuka laci-laci besar. Segala macam dan bentuk perhiasan, mulai dari Emas, Berlian, Permata, tersusun rapi di sana. Masih utuh dan lagi-lagi masih tersegel. Kartu hitam yang pernah Abraham berikan pada Alea pun tersimpan di sana. Jadi, wanita itu pergi tanpa membawa apapun. Hanya beberapa pakaian yang tiga tahun lalu Alea bawa dari rumahnya, dan beberapa benda pribadi yang ia beli dari uangnya peninggalan, mendiang Tuan Kim.