Mencari Ibu

Malam ini Yona menghabiskan waktunya di balkon kamar. setelah selesai sidang skripsinya, harusnya gadis itu senang dan lega karena sudah tidak ada beban lagi memikirkan kegiatan perkuliahan. Namun sayangnya Yona saat ini sedang murung. Apalagi yang dipikirkan kalau bukan ibunya.

Yona bingung, bagaimana cara mendapatkan informasi mengenai tempat tinggal pria yang bernama Jendra. Amerika sangat luas. Akan sangat konyol jika ia mengeliling Amerika hanya untuk mencari keberadaan pria itu. terlebih rencana liburannya nanti bersama ayahnya.

“Kak Finn..” tiba-tiba Yona teringat nama pria itu. mungkinkah Finn bisa membantunya.

Pucuk dicita ulam pun tiba. Seakan ada ikatan batin yang tak kasat mata antara Yona dan Finn. Karena saat ini pria itu sedang menghubungi Yona.

“Halo, Kak?” sapa Yona.

“Yon, kamu belum tidur?”

“Belum. Ini lagi cari angin di balkon. Ada apa, Kak?”

“Tidak ada apa-apa. aku hanya ingin tanya, apa kamu baik-baik saja?”

Sejak tadi Finn sangat khawatir pada Yona, setelah menerima surat berisi ancaman akan mendekati Yona dan bermain-main dengan pria itu.

“Aku baik, Kak. Memang ada apa?” tanya Yona balik.

“Oh tidak apa-apa. kamu buruan tidur, ini sudah malam. angin malam di luar tidak baik untuk kesehatan,”

“Aku belum ngantuk, Kak!” jawab Yona.

Dari suara Yona, Finn seolah tahu kalau perempuan itu sedang ada masalah. akhirnya ia memberanikan diri bertanya. Bertanya pun sangat hati-hati agar tidak dikira mencampuri urusan Yona.

“Aku mau berlibur ke Amrik sama Ayah. Di sana nanti aku juga akan mencari ibu,” ucap Yona.

“Apa kamu sudah memikirkannya secara matang, Yon? Mencari ibumu bersama ayahmu?” tanya Finn heran.

Yona pun menjelaskan kalau semula niatnya pergi ke sana sendirian. Namun sayangnya sang ayah akan menemaninya. Yona tidak bisa melarang, yang ada nanti dicurigai oleh ayahnya. Sekarang yang menjadi masalah adalah, Yona tidak tahu di negara Amerika bagian mana pria yang bernama Jendra itu tinggal.

“Untuk informasi itu kamu jangan khawatir. Aku akan membantumu mencari tempat tinggal pria itu. lebih baik kamu memikirkan saja bagaimana caranya mencari ibu kamu nanti, jika kamu perginya bersama ayah kamu,”

“Entahlah, Kak. Aku juga tidak tahu. Mungkin lebih baik aku jujur sama ayah. Aku akan bilang kalau aku ingin bertemu dengan ibu,” jawab Yona dengan hembusan nafas beratnya.

“Tenang, Yona. Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan dengan kepala dingin,” ujar Finn dan berusaha menghibur Yona yang sedang sedih.

Yona kini bisa mengulas senyumnya dengan ngobrol dengan Finn. Tiba-tiba tanpa sengaja tatapan Yona tertuju pada luar pagar rumahnya. Yaitu jalan kompleks yang bisa dilihat dari lantai dua balkon kamarnya.

“Kak Finn, aku seperti melihat ada orang yang mencurigakan,” ucap Yona.

Finn sangat terkejut. Namun ia tidak boleh mudah terpengaruh dengan ucapan Yona. Siapa tahu orang itu hanya orang yang lewat saja.

“Orang itu seperti apa? ciri-cirinya apa kamu tahu?” tanya Finn.

“Tidak, Kak. Dia sedang berada di dalam mobil dengan kaca yang terbuka dan tatapannya tertuju ke rumahku,” jawab Yona masih diam di tempatnya.

“Sekarang begini, aku ubah panggilan ke video. Kamu arahkan kameramu ke arah orang itu, atau setidaknya aku bisa melihat ciri-ciri mobilnya. Tapi kamu tetap tenang, Yona. Berpura-pura tidak ada apa-apa dan kamu seolah tidak melihat orang itu,” ujar Finn panjang lebar.

Yona menurut. Ia mengubah panggilannya menjadi video. Seperti saran yang diberikan Finn, Yona mengarahkan kamera itu dan menzoom ke arah sebuah mobil yang sedang parkir di depan rumahnya.

Yona berpura-pura bicara santai dengan Finn. Padahal kini ia melihat jelas kalau orang itu sedang mengintai rumahnya. Entah siapa yang sebenarnya dicari pria itu. Yona takut.

Finn tidak mengenali pria itu. namun yang pasti dia akan mencari tahu tentang pria itu dari mobil yang baru saja ia ambil fotonya. Finn khawatir kalau orang itu adalah suruhan Rafel.

“Sekarang kamu masuklah! Tidak perlu takut,”

Yona mengangguk karena kini mereka bisa melihat wajah masing-masing dari sambungan video itu.

***

Keesokan harinya, Yona seperti biasa akan menemani ayahnya sarapan sebelum berangkat ke kantor. dia tidak bercerita apapun pada ayahnya mengenai kejadian semalam. Padahal dengan begitu Jarvis bisa mengantisipasi. Namun bagi Yona, dia takut kalau ayahnya justru mencurigai Finn. Karena selama ini tidak pernah ada kejadian seperti semalam.

“Ayah sudah memikirkan tentang rencana liburan kita. Kemungkinan setelah wisuda kamu, kita bisa berangkat ke sana. Bagaimana? Apa kamu setuju?” tanya Jarvis yang kini sudah menyelesaikan sarapannya.

“Aku ikut sama Ayah saja.” Yona mengangguk setuju.

“Baiklah. Kalau begitu Ayah berangkat dulu ke kantor.” pamit Jarvis.

Yona kembali ke kamarnya setelah menemani ayahnya sarapan. Hari ini ia malas pergi kemana-mana. Memilih menghabiskan waktunya seharian di rumah.

Sementara itu Finn hari ini menyuruh salah satu anak buahnya untuk pergi ke ujung kota, lebih tepatnya ke tempat prostitusi milik Madam Jolie. Finn meminta anak buahnya untuk mencari tahu di mana pria yang bernama Jendra itu tinggal.

“Cari informasi yang akurat. Terakhir, si mucikari itu bilang kalau Jendra tinggal di Amerika. Tapi lebih tepatnya di Amerika bagian mana aku tidak tahu,”

“Tenang, Boss! Aku akan memberikan informasi yang akurat.”

Kini Finn kembali melakukan pekerjaannya. Akhir pekan dia ada janji kirim barang pada kliennya yang langsung dari luar negeri tanpa perantara. Kliennya itu sudah sangat percaya padanya. Dan kliennya itu sebelumnya adalah pelanggan Rafel.

“Main kotor tentu saja harus dibalas dengan kotor juga,” gumam Finn.

Finn teringat dengan orang mencurigakan yang semalam sedang mengintai rumah Yona. Dia segera menelusuri siapa pemilik mobil itu. semoga saja tidak ada hubungannya dengan pesan yang ditulis oleh Rafel kemarin.

Namun kenyataan yang Finn temukan, pemilik mobil itu adalah anak buah Rafel. Lelaki itu sepertinya tidak bercanda dengan peringatannya. Dengan amarah yang sudah berada di ubun-ubun, Finn menghubungi saingan bisnisnya itu.

“Ada apa, Brother? Aku tebak, kamu pasti ingin menawari kerjasama denganku?” sahut Rafel dari balik sambungan telepon itu.

“Jangan terlalu percaya diri dulu, kawan! Uangku dan jaringanku sudah cukup luas tanpa bekerjasama denganmu,” jawab Finn dan berhasil memancing emosi Rafel.

“Sialann!!” umpat pria itu.

“Aku beri peringatan sama kamu atau anak buah kamu. Berani kamu mendekati Yona, aku tidak akan segan-segan meluluh lantakkan bisnismu. Bukankah kamu mempunyai seorang adik yang sedang sakit kanker?” ancam Finn. Kali ini ia tidak main-main. Sama halnya dengan ancaman Rafel waktu itu.

“Tutup mulutmu, berengsek!!”

“Deal? Aku juga tidak akan menyentuh adik kamu yang sedang sakit keras itu kalau kamu tidak berbuat ulah dengan wanitaku,” ucap Finn, kemudian mengakhiri panggilannya.

.

.

.

*Happy Reading!!