Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 10
Suatu malam, Rania memutuskan untuk menguji kecurigaannya. la meninggalkan catatan kecil di bawah bantalnya, berisi pesan singkat: "Aku tahu kau mengawasi."
Keesokan paginya, catatan itu hilang tanpa jejak. Ini mengkonfirmasi bahwa seseorang memang masuk ke kamarnya tanpa sepengetahuannya. Dengan hati-hati, Rania mulai mengamati Gino. la memperhatikan bahwa Gino sering menerima panggilan telepon secara diam-diam dan menghilang selama beberapa waktu tanpa penjelasan yang jelas.
Suatu hari, Rania memutuskan untuk mengikutinya. la melihat Gino masuk ke sebuah ruangan di ujung koridor yang jarang digunakan. Dengan langkah ringan, Rania mendekati pintu dan menempelkan telinganya. Dari dalam, ia mendengar suara Gino berbicara dengan seseorang melalui telepon.
"Semua berjalan sesuai rencana. Dia mulai curiga, tapi belum ada bukti. Aku akan terus mengawasinya." Rania menahan napas, menyadari bahwa Gino memang berkhianat. la bekerja sama dengan Rey untuk memata-matai dan mungkin merencanakan sesuatu yang lebih buruk.
Rania tahu bahwa ia harus memberitahu Adrasta, meskipun hubungannya dengan Adrasta penuh ketegangan dan ketidakpercayaan. Malam itu, Rania menemui Adrasta di ruang kerjanya. la menceritakan semua yang ia ketahui tentang Gino dan keterlibatannya dengan Rey.
Wajah Adrasta mengeras, matanya menyala dengan kemarahan yang ditahan. "Aku akan menangani ini," ucap Adrasta dengan suara dingin.
Beberapa hari kemudian, Adrasta mengatur pertemuan dengan semua stafnya, termasuk Gino. Di hadapan semua orang, Adrasta mengungkapkan bukti-bukti pengkhianatan Gino.
Gino terkejut, wajahnya pucat pasi. la mencoba membela diri, tetapi bukti yang ada terlalu kuat untuk disangkal. "Kau telah mengkhianati kepercayaanku, " kata Adrasta dengan suara bergetar menahan amarah. "Dan pengkhianatan memiliki harga. " Tanpa peringatan, Adrasta mengeluarkan pistol dari balik jasnya dan mengarahkannya ke Gino.
Suasana menjadi tegang, semua orang menahan napas. Gino mundur, ketakutan terpancar dari matanya. "Adrasta, tolong... beri aku kesempatan, " pinta Gino dengan suara gemetar.
"Kesempatan?" Adrasta menyeringai sinis. "Kau sudah mengambil semua kesempatan yang kuberikan."
Saat Adrasta mengarahkan pistol ke Gino, tiba-tiba salah satu penjaga menyerangnya dari belakang. Adrasta refleks menembak penjaga tersebut, membuat Gino terkejut dan berusaha melarikan diri. Adrasta mengejar Gino hingga ke lorong-lorong rumah.
Gino berhasil mencapai pintu belakang, namun Adrasta lebih cepat dan menahannya. Dengan suara dingin, Adrasta berkata, "Kau pikir bisa mengkhianati ku dan lolos begitu saja?" Gino gemetar, menyadari bahwa tak ada jalan keluar baginya.
Adrasta pun akhirnya menahan Gino yang kini sudah menjadi pengkhianat baginya.
Setelah pertemuan itu, Rania merasakan perubahan yang semakin mencolok dalam sikap Adrasta. Ia menjadi lebih protektif, bahkan posesif. Setiap gerak-gerik Rania diawasi, setiap langkahnya diatur. Rania merasa seperti bayangan dirinya sendiri, kehilangan kebebasan yang dulu pernah ia miliki.
Suatu malam, saat Rania tengah mencoba membaca buku untuk mengalihkan pikirannya, pintu kamarnya terbuka tanpa ketukan. Adrasta masuk, menutup pintu di belakangnya, lalu menguncinya. "Adrasta, ada apa?" tanya Rania, mencoba menyembunyikan kegugupan dalam suaranya.
Adrasta mendekat, duduk di tepi ranjang di sebelah Rania. Ia menatap dalam ke mata Rania, seolah mencari sesuatu yang tersembunyi.
"Kita akan pergi dari sini," ucap Adrasta tiba-tiba. Rania terkejut. "Pergi? Ke mana?"
"Jauh dari Rey. Aku tak bisa membiarkan dia terus mengganggumu, mengganggu kita," jawab Adrasta dengan nada yang tak bisa dibantah.
"Tapi..." Rania mencoba protes, namun Adrasta memotongnya.
"Mulai malam ini," Adrasta mendekatkan wajahnya ke Rania, suaranya berubah menjadi bisikan yang dingin, "kau hanya milikku."
Rania merasa jantungnya berdebar kencang, campuran antara ketakutan dan ketidakpastian. la tahu bahwa Adrasta serius, dan tak ada ruang untuk penolakan.