Cantik, kaya, muda, sopan, baik hati, cerdas, itulah Soraya Syifa Dewiana. Gadis berjilbab ini amat diminati banyak orang, khususnya laki-laki. Bahkan gangster pria terkenal di kota saja, The Bloodhound dan White Fangs, bersaing ketat untuk mendapatkan gadis yatim-piatu agamis ini.
Namun siapa sangka, dibalik semua itu, ia harus menikahi pemimpin gangster dari White Fangs, Justin, yang telah menggigitnya dengan ganas di malam Jum'at Kliwon bulan purnama. Satu-satunya cara agar Soraya tidak jadi manusia serigala seperti Justin adalah dengan menikahinya.
Hingga membuat Boss mafia sekaligus CEO untuk Soraya, Hugh, terkadang cemburu buta padanya. Belum lagi asistennya Hugh, Carson, yang juga menaruh hati padanya. Selain itu, ada rahasia lain dari gadis cantik yang suka warna hijau ini. Cukup psikopat pada 2 geng siluman serigala itu dan tangguh.
Lantas, siapa sesungguhnya yang akan Soraya pilih jadi suami sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soraya Shifa Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15 : Akhirnya, Aku Tahu Siapa Kau Sebenarnya
Malam harinya, Soraya terduduk di kasur. Melihat ponselnya yang ternyata terdapat pesan masuk dari Hugh. Menanyakan jadwalnya besok. Dan Soraya membalas pesannya. Kebetulan ada rapat untuk Hugh yang akan di lakukan hari ini, setelah klien-nya beberapa waktu lalu sempat menunda karena pergi dinas.
Di pesan itu, Hugh berterima kasih. Lalu ia menanyakan kondisi Soraya. Soraya membalas tentang kondisinya sekarang yang sudah semakin membaik. Terlihat Hugh ikut bahagia, dan mengingatkan untuk jaga kesehatan agar bisa bekerja lagi. Soraya hanya mengangguk.
*CEKLEK!*
*KRIEEET!*
Sampai terdengar suara pintu kamar terbuka perlahan. Justin masuk dan melihat istrinya sedang duduk santai di kasur, sambil memainkan ponselnya. Sedikit curiga, Justin mendekatinya.
"Pesan dari siapa?" tanyanya sambil duduk di sebelah kanan Soraya.
Soraya melirik suaminya. Dan menjawab, "Tuan Hugh. Soal pekerjaan besok. Kebetulan sudah tiba saatnya bertemu dengan klien yang tak jadi bertemu dengannya beberapa waktu lalu."
"Benarkah?"
"Terserah jika kau tak percaya."
Justin tersenyum nakal, lalu membalas, "Baik. Aku percaya padamu."
"Kau sendiri ke sini untuk apa?"
"Untuk apa? Tentu saja untuk tidur! Lagipula ini kamarku!"
"Tidur di sof..."
"Iya, tahu. Di sofa."
Justin turun dari kasur, dan berjalan ke kasur. Hingga sampailah di sofa. Pria itu membuka sepatu hitam ortodoks-nya, dan segera menaikkan seluruh tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki. Langsung saja mulai menutup kedua mata.
Soraya melihat suaminya hanya dengan tatapan tajam dan dingin. Tanpa pikir panjang lagi, ia juga segera bersiap untuk tidur. Mulai besok, ia akan masuk lagi untuk bekerja.
...***...
Besoknya, Soraya sudah berangkat kerja. Justin masih di rumah, sambil mengurus pekerjaannya sebagai sang crazy rich man. Sekaligus mengatur strategi baru untuk memerangi grup mafia lainnya.
*KRIEEET!*
Suara pintu ruang kerja terdengar. Seorang pria masuk ke dalamnya. Justin membalikkan kursi singgasananya sambil sibuk menyemburkan asap rokok. Lalu meminum anggur merahnya 🍷. Dan menyimpan gelas itu di meja kembali.
"Informasi baru mengenai Nyonya Soraya, Boss," lapor asistennya, yang tak lain dan tak bukan adalah Jude.
"Bagus," balas Justin dengan santainya. Lalu memberikan isyarat untuk segera membacakan informasi itu.
"Nama aslinya Soraya Dewi Syifayana. Keluarga terkaya dan terbesar di Bandung ini. Punya beberapa pesawat jet pribadi. Pesawat tempur yang dikirim ke Palestina untuk bantu balas serangan Israel. Rumahnya seperti istana presiden. Namun sejak ayahnya pensiun dari bisnis, pesawat pribadinya beberapa di biarkan atau dijual ke Amerika, Jerman, Arab Saudi, dan Singapura."
"Lantas, kenapa dia menggunakan keduanya saat menikah denganku kemarin? 'Syifa' dia pakai, dan 'Syifayana' juga dipakai. Apa tidak bisa setelah marga binti-nya itu dengan marga ibunya?"
Jude menggeleng kepala dan menjawab, "Tidak bisa, Boss. Ini sangat agamis sekali. Semua jika untuk nama marga setelah bin maupun binti, berikutnya harus nama marga ayahnya."
"Ada lagi kekayaannya?"
"Ada. Hotel di Jakarta dan Bali. Tapi sekarang sudah di serahkan pada orang lain. Lalu kapal laut. Namun karena paling tidak laku, akhirnya di jual ke Amerika dan Eropa."
"Tak ku sangka dia sekaya itu. Rumahnya bagaimana?"
"Rumahnya dijual. Semua hartanya dijual. 6 mobil, 3 sepeda motor, 1 sepeda milik Nyonya Soraya dulu sewaktu kecil, emas, berlian, rubi, semuanya. Tidak tersisa lagi."
Justin menghisap rokoknya kembali. Lalu tersenyum menyeringai. Nampaknya ia tertarik dengan apa yang terjadi pada wanita ini.
"Sungguh menarik. Perusahaannya masih ada yang tersisa? Maksudku yang belum terjual?", tanyanya langsung sikat.
"Cukup banyak perusahaan pertambangan. Tambang batu bara yang di Aceh, lalu tambang emas yang di Padang, kebun karet yang di Palembang dengan kayu jati, serta pabrik gula di Papua," jawab Jude.
*BRAK!!!*
Justin menggebrak meja kerjanya. Ia menyemburkan asap rokok kembali dan berkata, "Aku tertarik dengan tambang batu bara dan kebun kayu jati di Palembang. Harus segera ku kelola itu sebelum direbut orang lain."
"Jadi, Boss akan ke Sumatra nanti?" tanya Jude.
"Harus secepatnya."
Justin pun berterima kasih pada Jude, dan melempar amplop coklat tebal pada pria lugu itu. Jude menerimanya dengan senyuman. Justin pun mematikan rokoknya di asbak dan berkata, "Silahkan kembali ke penyamaranmu! Kalau ada tambahan tentang wanita itu, segera lapor padaku."
"Baik, Boss. Terima kasih banyak. Saya kembali dulu sekarang," balas Jude.
Justin mengangguk dan kembali sendirian. Ia meminum alkoholnya itu kembali dan berdiri. Melihat ke halaman bawah rumahnya lewat jendela ruang kerja yang besar itu. Terlihat Jude sudah bersiap kembali ke perusahaannya Hugh.
"Bisa saja Hugh merebutnya dariku. Warisan kami dibagi sama ratanya olehku. Tapi, pastinya selalu aku yang menang," gumam Justin sambil tersenyum puas.
Pandangan matanya berpindah ke foto pernikahannya dengan Soraya yang terpampang di dinding. Dengan memakai pigura foto yang seukuran raksasa.
"Aku tahu kau sesungguhnya tidak senang, Sayang. Tapi, aku tidak peduli. Yang jelas, aku akhirnya tahu sekarang, siapa kau sebenarnya. Dan akan ku ambil balik semuanya," gumam Justin di depan foto itu, sambil menyeringai licik.
{Tambahan: Dalam menirukan budaya orang Barat, Hugh dan Justin sama-sama pecandu alkohol. Begitu juga dengan Carson dan Dennis. Tapi bedanya, Hugh sebagai Alpha, tidak terlalu sering merokok. Tapi lebih suka kopi. Sedangkan Justin, ia pecandu rokok, juga penyuka kopi.}