NovelToon NovelToon
Mimpi Buruk Clara

Mimpi Buruk Clara

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Cinta Murni
Popularitas:425
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

"Aku pikir kamu sahabatku, rumah keduaku, dan orang yang paling aku percayai di dunia ini...tapi ternyata aku salah, Ra. Kamu jahat sama aku!" bentak Sarah, matanya berkaca-kaca.

"Please, maafin aku Sar, aku khilaf, aku nyesel. Tolong maafin aku," ucap Clara, suaranya bergetar.

Tangan Clara terulur, ingin meraih tangan Sarah, namun langsung ditepis kasar.

"Terlambat. Maafmu udah nggak berarti lagi, Ra. Sekalipun kamu sujud di bawah kakiku, semuanya nggak akan berubah. Kamu udah nusuk aku dari belakang!" teriak Sarah, wajahnya memerah menahan amarah.

"Kamu jahat!" desis Sarah, suaranya bergetar.

"Maafin aku, Sar," bisik Clara, suaranya teredam.

***

Mereka adalah segalanya satu sama lain—persahabatan telah terjalin erat sejak memasuki bangku kuliah. Namun, badai masalah mulai menghampiri, mengguncang fondasi hubungan yang tampak tak tergoyahkan itu. Ketika pengkhianatan dan rasa bersalah melibatkan keduanya, mampukah Clara dan Sarah mempertahankan ikatan yang pernah begitu kuat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 6. Blue Rose

Awalnya Clara menyuruh supir taksi—yang ditumpanginya bersama Sarah—untuk mengantarkan Sarah pulang terlebih dahulu ke rumahnya. Tapi sampai di tengah jalan Clara meminta sopir itu untuk berhenti di sebuah cafe yang tidak jauh dari sana.

"Makasih ya pak," ujar Clara, seraya menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah kepada sopir taksi. Taksi pun melaju meninggalkan mereka.

Clara menoleh ke Sarah di mana Sarah sedang menatap ke bangunan estetik, nan ramai di depannya. Clara lalu menyenggol pelan lengan Sarah, mengejutkannya. Sarah menoleh.

"Yuk masuk," ajak Clara. Sarah hanya mengangguk, senyum tipis mengembang di bibirnya. Keduanya pun melangkah masuk ke Young World Cafe, kafe estetis yang terpampang di depan mata mereka.

Mereka memilih tempat duduk di dekat jendela—yang masih kosong—lalu memesan dua minuman dingin. Tak lama, seorang barista mengantarkan pesanan mereka.

"Sar, tadi ngobrolin apa sama Lein? sampai lama banget keluarnya. Tadi aku lihat Lein keluar duluan, kok kamu nggak bareng sama dia? kenapa?" tanya Clara, sembari santai menyeruput minumannya.

"Ehm, enak. Ternyata rasa matcha latte lumayan juga ya," lanjutnya setelah meneguk minumannya dan merasakan kelezatannya.

Wajah Sarah tampak lesu, seperti sedang tak bersemangat. Minumannya bahkan masih utuh sejak tadi. Melihat itu, Clara mengerutkan kening. "Kok lesu gitu sih, Sar? Ada masalah kamu sama Lein?" tanyanya sedikit khawatir.

Tapi Sarah menggeleng. Seperti enggan untuk menjawab. Ia hanya diam.

"Kamu diam aja deh dari tadi. Jawab dong Sar, kamu ada apa sama Lein? Tadi aku lihat mukanya dia kayak kelihatan marah gitu. Kamu ada masalah sama dia?" Clara terus mencecar Sarah dengan pertanyaannya seputar Lein.

Ia penasaran, bahkan sedikit curiga, dengan problem yang mungkin terjadi diantara Sarah dan Lein. Entahlah, jiwa keponya meronta-ronta dan Sarah tidak pernah menutupi apapun darinya.

Sarah menghela napas panjang. Wajahnya tampak penuh keraguan, seakan memendam banyak pikiran. Tatapannya bertemu dengan tatapan Clara, yang menunggu jawabannya dengan sabar.

"Tadi dia minta aku nemenin dia ke acara komunitasnya, pura-pura jadi pacarnya," kata Sarah, suaranya sedikit bergetar, wajahnya masih tampak lesu.

Kedua alis Clara nyaris menyatu, bingung. "Acara komunitas? komunitas apa?" tanyanya tidak mengerti.

"Blue Rose. Kamu masih ingat itu kan? Lein ikut itu dan dia minta aku buat nemenin dia datang ke acara yang diselenggarakan komunitas itu," jawab Sarah.

Clara menepuk keningnya, raut wajahnya berubah khawatir. "Astaga! Ngapain sih Lein pake ikut komunitas itu? dia nggak tahu apa kalau komunitas itu toxic banget? Ya, meskipun orangnya kayak-kaya dan sering liburan ya, tapi orangnya itu toxic. Nggak banget. Nanti kalau Lein ikutan kayak mereka gimana?" tanyanya sedikit panik.

Sarah menaikkan kedua bahunya. "Nggak tahu aku. Terserah dia lah mau gimana, udah bosen aku nasehatin dia terus. Awalnya dia itu mau masuk komunitas itu izin sama aku dulu, kayak bagus nggak dia ikutan komunitas ini, terus gimana acaranya nanti dan sebagainya.

Aku sih pernah larang dia, soalnya bener kata kamu tadi, orangnya toxic. Aku takut kalo dia bakal terjerumus dan ikutan kayak mereka. Tapi dia ngeyel, Ra. Dia nggak mau dengerin aku dan tetap masuk ke komunitas itu. Bahkan sampai sekarang," kata Sarah panjang lebar.

Tangan kanannya terangkat, mengusap keningnya. "Haduh, aku pusing deh mau nasehatin dia kayak gimana lagi. Dia itu susah banget kalau dibilangin, beda sama kamu," lanjutnya.

Sarah tampak kelelahan. Ia sudah berkali-kali menasihati Lein, menyuruhnya keluar dari komunitas yang toxic itu. Sayangnya, Lein—dengan keras kepalanya—tak juga mau mendengarkan.

Clara mendengarkan ucapan Sarah dengan seksama, tanpa menyela seperti biasanya. Tatapannya pun serius, sesekali diselingi senyum tipis. Pikirannya melayang entah ke mana.

"Segitunya ya kamu sama Lein. Kamu yakin nggak ada perasaan apapun sama dia?" tanya Clara, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum—senyum mengejek, lebih tepatnya.

"Kamu... Kok malah nanya itu sih?!" tanya Sarah sedikit kesal, karena Clara justru menanyakan hal lain yang di luar topik.

Clara tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-giginya yang putih bersih. Ia rajin merawat giginya, sehingga tampak rapi dan sehat.

"Ya, habisnya kamu seperhatian itu sih sama dia, jadinya ya wajar dong kalau aku nanya kayak gitu?" jawab Clara santai. Ia merasa pertanyaannya masuk akal, melihat betapa perhatiannya Sarah pada Lein—apalagi Lein kan laki-laki.

"Udah berapa kali aku bilang sama kamu kalau aku nggak ada perasaan apapun sama Lein. Aku murni cuma nganggap dia sahabat kayak kamu, nggak lebih. Perhatian aku ke dia juga sama kok kayak perhatian aku ke kamu," kata Sarah, teguh pada pendiriannya. Ia menolak semua tudingan yang ada.

Clara menggeleng. Seperti Sarah yang tetap teguh dengan pendiriannya, ia pun sama.

"Nggak sama Sar. Yang aku lihat dari perhatian kamu ke dia itu ya bukan perhatian antar teman, tapi antar pasangan. Kamu dan Lein itu kayak pacar loh. Kenapa sih kamu nggak terima aja cinta dia? kasihan Loh, dari dulu...dia ngejar-ngejar kamu mulu." Clara mencoba membujuk Sarah, meski tahu itu tantangan berat. Sarah memang terkenal tertutup pada pria.

"Ra, aku kan udah sering bilang ya sama kamu kalau aku lebih nyaman sendiri dan masih pengen ngejar cita-cita aku. Aku nggak mau pacaran dulu sekarang," kata Sarah, suaranya sedikit meninggi. Ia terlihat sedikit kesal.

Melihat itu, Clara langsung terdiam. Dengan lembut, ia meraih dan menggenggam tangan Sarah yang tergeletak di meja, lalu tersenyum penuh perhatian.

"Maaf ya kalau aku udah bikin kamu kesel," ucap Clara, suaranya sengaja di imut-imutkan untuk menghibur Sarah. Biasanya Sarah yang menghiburnya kalau Clara sedih, ceramah panjang lebar sampai Clara mengerti.

Tapi kali ini, Clara menghibur Sarah dengan caranya sendiri. Senyum langsung mengembang di bibir Sarah mendengar suara Clara yang sengaja dibuat imut.

"Suara kamu kayak anime deh. Lucu banget!" Sarah tertawa lepas. Clara ikut tertawa, senang melihat Sarah sudah ceria kembali.

"Nah gitu kan cantik ya kalau senyum, kalau kesel tadi jadi mirip gorila tau," goda Clara, terkekeh.

Alis Sarah bertaut. Gorila? Apa maksudnya? batin Sarah bertanya-tanya.

"Kenapa jadi gorila?" tanya Sarah tidak mengerti.

Clara nyengir. "Ya muka gorila kan kayak cemberut gitu ya? Kamu kalau lagi kesel mirip banget. Hehehe," candanya, lalu tertawa lepas.

Sarah awalnya terkejut mendengar pernyataan Clara. Ia mengerutkan kening, berusaha mencerna candaan yang baru saja dilontarkan sahabatnya. Namun, setelah beberapa detik, ia tidak bisa menahan tawa.

"Jadi aku mirip gorila ya? Hahaha!" Sarah akhirnya tertawa lepas, tak kuasa menahan geli mendengar lelucon Clara yang menurutnya sangat mengada-ngada.

Clara juga ikut tertawa. "Iya, tapi gorila yang cantik, ya! Toh, senyummu jauh lebih manis daripada cemberut," Clara menambahkan sambil menggoda.

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya, masih tertawa. "Kamu benar-benar deh, Ra. Kadang aku bingung, kamu ini sahabat atau musuh?"

"Musuh yang selalu pengen lihat kamu bahagia!" jawab Clara dengan semangat, lalu menyodorkan minuman matcha latte-nya ke arah Sarah. "Enak nih minumanku, matcha latte, cobain deh!"

Sarah menerima minuman itu dengan rasa ingin tahu. Ia menatap Clara sejenak, lalu menyeruput sedikit matcha latte yang disodorkan. "Hmm, enak juga ya! Tapi tetap aja, aku lebih suka minuman cokelat," sahutnya sambil tersenyum.

Clara mengangguk. "Cokelat itu mah juara banget! Tapi kadang butuh variasi, Sar. Kayak hubungan juga, kadang kita perlu mencoba hal-hal baru," ujarnya dengan nada menggoda, mengingatkan kembali tentang obrolan mereka sebelumnya mengenai Lein.

Sarah hanya memutar bola matanya, "Jangan mulai lagi deh, Ra. Aku udah bilang berkali-kali, aku lagi ga mau pacaran. Aku mau fokus ke diri sendiri dulu."

Setelah beberapa saat, mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan kafe. Clara memesan taksi online dan dalam sekejap, mobil itu sudah menunggu di depan. Mereka naik ke dalam taksi, dan Clara kembali memberi instruksi kepada sopir untuk mengantarkan Sarah pulang terlebih dahulu.

Bersambung ...

1
Yokai-nya Rena
Nyess banget jadi Clara
◍•Grace Caroline•◍: Eh dah rilis ternyata 😍 makasih dah mampir kakk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!