Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cek kandungan.
Beberapa minggu kemudian.
Sudah beberapa hari ini Aira memperhatikan sikap Aryan yang berubah-ubah. Kadang sedikit peduli, kadang juga kembali cuek seperti sebelumnya.
Apa sikap suaminya ini tergantung mood? Entahlah, membuat pusing saja.
Hari ini adalah hari dimana Aira akan pergi mengecek kandungannya. Setelah shalat subuh tadi, Aira termenung memikirkan, apa ia harus mengajak Aryan atau tidak.
Sepertinya tidak usah, karena suaminya pasti beralasan sibuk.
Setelah selesai sarapan, Aira mulai bersiap-siap, begitu juga dengan Aryan yang sudah hampir siap untuk pergi bekerja.
"Mau kemana?" tanya Aryan menatap sekilas Aira yang sedang memakai jilbab.
"Mau cek kandungan," jawab Aira tanpa menoleh.
"Kapan?"
"Jadwalnya jam-jam 9, tapi lebih baik cepat ke sana supaya gak ngantri."
"Kenapa kamu gak ngajak saya?" tanya Aryan membuat gerakan tangan Aira terhenti.
"Karena mas sibuk."
"Kalau cuma meriksa sebentar, saya bisa. Nanti rapatnya saya undur sampai selesai cek kandungan."
"Gak usah, Mas. Nanti mas kewalahan, mas kan sibuk," ucap Aira memberikan senyuman tipis.
"Kamu sengaja biar saya gak bisa liat calon anak saya," tuduh Aryan membuat Aira kembali menoleh.
"Bukannya mas memang gak mau liat ya, kan mas sibuk," sahut Aira dengan kening yang berkerut. Aryan terdengar berdecak, lalu mengambil tas kerjanya.
"Saya tunggu di bawah!"
Aira menatap kepergian suaminya dengan penuh tanda tanya. Apa suaminya mau ikut ke rumah sakit?
Tumben.
Apa mungkin mood suaminya sedang bagus, makanya mau ikut. Tapi, wajah dan ekspresi Aryan masih tetap sama, cuek dan dingin.
Setelah selesai bersiap-siap, Aira langsung turun ke bawah. Di sana Aryan terlihat duduk di sofa dan sedang menatap layar ponsel.
"Bu Imas, ayo," seru Aira memanggil bu Imas.
"Kata pak Aryan, non perginya sama beliau. Jadi, saya tunggu di rumah aja," jelas bu Imas membuat Aira menoleh ke arah Aryan.
"Ayo pergi," ujar Aryan berjalan melewati Aira begitu saja.
"Kalau gak ikhlas, aku sama bu Imas aja," seru Aira menghentikan langkah Aryan. "Mas mungkin sibuk, sedangkan cek kandungannya itu gak bisa buru-buru," lanjut Aira sedikit merinding saat mendapatkan tatapan tajam dari suaminya.
"Yaudah, ayo," ucap Aira pelan, lalu berjalan menuju mobil Aryan. Sepertinya suaminya sedikit sensitif hari ini.
Di dalam mobil, keduanya saling diam. Aira sesekali melirik ke arah suaminya yang fokus mengemudi, ia terus memikirkan bagaimana ia bersikap dengan sikap suaminya yang seperti ini.
Aira mengelus perutnya yang sudah mulai membesar, ia benar-benar bahagia karena tidak lama lagi ia akan menjadi seorang ibu.
Dengan begitu, ia tidak akan merasa kesepian lagi.
Sesampainya di rumah sakit, Aryan dan Aira sudah duduk di kursi di depan ruang cek kandungan, mereka sedang menunggu dokternya masuk.
Tak berselang lama, dokter pun datang. Aira dan Aryan pun masuk ke ruang pemeriksaan, setelah nama Aira dipanggil.
Aryan memperhatikan setiap gerak-gerik bu dokter yang mulai memeriksa kandungan istrinya. Pupil matanya sempat membesar sejenak, saat melihat penampakan janin yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Mau dengar detak jantungnya?"
"Bisa?" tanya Aryan dengan raut wajah terkejut.
"Bisa dong, pak."
Aryan pun mengangguk pelan, lalu memperhatikan dengan baik.
Suara detak jantung yang terdengar, sontak membuat Aryan tersenyum senang. Bahkan Aryan sempat mengabadikannya di ponsel.
"MasyaAllah, kondisi janinnya sehat banget." Aira ikut tersenyum bahagia mendengar itu, apalagi saat melihat senyuman tulus suaminya yang baru pertama kali ia lihat.
Tidak apa-apa jika senyuman itu muncul bukan karenanya, melainkan karena anaknya. Tidak apa-apa, Aira ikhlas.
Setidaknya, jika nanti ia ditakdirkan tidak bisa bertahan saat melahirkan, suaminya akan menyayangi anaknya dengan baik.
"Tapi kondisi ibu hamilnya kurang baik nih, pak," sambung bu dokter, membuat Aryan tertegun. "Ibu hamil jangan terlalu stres ya, ini bisa berakibat fatal bagi janinnya yang sedang berkembang," lanjut bu dokter.
"Nah, kebiasaan istri selama di rumah apa aja, pak? Suka makan apa istrinya? Suka baca buku apa? Suka tidur jam berapa kalau siang?" tanya bu dokter membuat Aryan kembali tertegun, karena memang ia tidak tau Aira melakukan apa di rumah, suka makan apa, buku apa yang suka di baca dan tidur siang jam berapa.
"Gak tau ya, pak? Nah, ini yang harus di ubah. Kalau alasannya sibuk, masih banyak kok cara memperhatikan istri walau sedang sibuk. Kan ngirim pesan ke istri cuma beberapa detik, gak bakalan bikin kita langsung bangkrut, " ujar bu dokter tertawa pelan, sembari menulis beberapa masukan dan juga vitamin untuk Aira.
"Gimana, pak, bisa diterapkan nanti?"
"InsyaAllah, Dok."
"Alhamdulillah, semoga bayi sama ibunya selalu sehat sampai persalinan ya. Jangan lupa makan makanan sehat, pola hidup sehat dan pikiran yang sehat juga ya."
"Iya, bu dokter," sahut Aira mengangguk patuh.
Setelah selesai cek kandungan, Aryan dan Aira berjalan keluar dari rumah sakit. "Kamu tunggu di mobil aja, saya mau beli vitamin buat kamu dulu, " ujar Aryan membukakan pintu untuk Aira. Sontak hal itu membuat Aira terkejut, namun tetap masuk ke mobil juga.
Beberapa menit kemudian, mobil sudah tiba di rumah. Aira berjalan masuk ke rumah, lalu menaiki tangga menuju kamar. Matanya sesekali melirik ke arah suaminya yang mengekorinya sampai ke kamar.
Apa suaminya sedang menaruh perhatian seperti yang disarankan dokter? Atau ada barang yang ketinggalan di kamar?
Entahlah.
Sesampainya di kamar, Aira memilih duduk di tepi ranjang, sembari membuka jilbabnya, sedangkan Aryan pergi ke kamar mandi.
Ternyata suaminya mau ke kamar mandi toh, Aira kira karena perhatian, makanya mengekor sampai masuk kamar.
Dasar kepedean.
"Enaknya minum kelapa muda nih," gumam Aira sembari membuka gamisnya. Sekarang ia hanya memakai tanktop dan juga celana panjang.
Aira menatap dirinya di cermin, sembari mengelus lembut perutnya. Tidak lama lagi, perutnya akan semakin membesar, hingga bayi di dalam sini akan ia lahirkan.
Aira benar-benar menantikan saat itu tiba.
Pintu kamar mandi terdengar di buka, Aryan keluar dari sana, membuat Aira seketika malu, karena belum pakai baju yang sopan.
"Saya berangkat kerja dulu, kalau ada apa-apa, hubungi saya," ujar Aryan langsung diangguki oleh Aira.
Tumben suaminya menyuruh menghubunginya, bukan 'katakan pada bu imas', seperti biasanya.
Ah, sudahlah, mungkin suaminya memang sedang mood sekarang.
Aira pun menyalim tangan Aryan, karena laki-laki itu mengulurkan tangannya. Biasanya, Aryan akan pergi saja tanpa berpamitan, apalagi menyalim tangan.
"Assalamualaikum, " ucap Aryan setelah mengelus kepala Aira beberapa detik.
'Wa'alaikumussalam. "
Aira memegang kepalanya dengan perasaan campur aduk, ini adalah pertama kalinya, suaminya menyentuh kepalanya dengan suka rela.
Apa suaminya sudah berubah menjadi baik? Apa karenanya atau karena anak ini? Atau mungkin karena alasan lain?
------
Aryan baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran kantornya, ia berjalan menuju kantornya, sembari memperhatikan layar ponselnya.
"Aryan," panggil seseorang membuat laki-laki itu menoleh. "Akhirnya kamu datang juga," ucap Diana dengan senyuman manisnya.
"Kenapa?" tanya Aryan kembali menatap layar ponselnya, karena ada pesan dari bu Imas berupa foto Aira yang sedang minum air kelapa muda.
"Eum, aku mau ngomong sama kamu, Iyan."
"Maaf, Na, aku sibuk," ucap Aryan masih fokus dengan ponselnya, membuat Diana kesal.
"Sebentar aja, Iyan."
"Maaf. Na."
"Kamu bener-bener berubah ya, Iyan! Sekarang kamu udah gak ada waktu lagi buat aku, semuanya kamu kasih ke mbak Aira, " keluh Diana dengan mata yang berkaca-kaca.
Aryan terdengar menghela nafas, lalu menatap Diana sejenak.
"Pekerjaan aku banyak. Na. Seharusnya kamu yang harus ngerti, kalau aku ini sibuk," tutur Aryan mengakhiri tatapannya ke Diana.
"Pulang aja, karena aku bener-bener sibuk," lanjut Aryan berjalan meninggalkan Diana yang mulai terisak.
"Aku bakalan nunggu kamu sampai kamu selesai kerja, aku bakalan di sini nunggu kamu," ucap Diana dengan lirih. Aryan tetap melanjutkan langkahnya, mengabaikan tangisan Diana yang sebenarnya membuatnya tak tega.
Hanya saja, ketika ia mulai sedikit peduli, mimpi itu kembali terbayang diingatannya.
Sesampainya di ruang kerja, Aryan memijit kepalanya dengan pelan, karena merasa pusing dengan sikap Diana yang ternyata memilih menunggu di depan kantornya.
Ia pun menyalakan ponselnya, berniat menghubungi Diana untuk menyuruh wanita itu pulang saja. Namun, niatnya malah diurungkan karena Aryan tiba-tiba saja tertarik membuka galerinya.
Galeri ponsel di buka, Aryan mulai memutar video yang memperlihatkan calon bayinya di sana. Suara detak jantung calon anaknya itu, benar-benar membuat hatinya senang dan juga lega. Ada perasaan berbunga-bunga di hatinya sekarang.
"Kalau di dengar langsung, apa kedengaran ya?" gumam Aryan membayangkan langsung kalau ia menempelkan telinganya di perut Aira.
Apa detak jantung bayinya akan terdengar nanti?
Apa ia coba saja agar tau hasilnya bagaimana?
Aryan udah tobat
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak
emak sama anak sama aja
si aryan pun ngk ada tegasnya