Attention!! Lapak khusus dewasa!!
***
Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
Tolong bijak dalam memilih bacaan. Buat bocil gak usah ikut-ikutan baca ini, ntar lu jadi musang birahi!
Gak usah julid sama isi ceritanya, namanya juga imajinasi. Halu. Wajar saja kan? Mau kambing bertelor emas juga gapapa. :"D
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Lo Suka Valeska?
Vincent menatap Melani tanpa sedikit pun terlihat tertekan. Ia tahu, menghadapi mamanya harus dengan strategi yang matang. Wanita itu terkenal sebagai manipulator ulung. Tapi Vincent? Dia belajar dari yang terbaik.
Dengan gerakan santai, Vincent menyandarkan punggung ke sofa, menjaga ekspresi netral yang sulit diterjemahkan. “Kenapa tiba-tiba nanya begitu, Ma?” tanyanya tenang.
Melani tersenyum kecil, tipis, nyaris terlihat sangat sinis. “Mungkin karena selama ini kamu selalu berusaha menjauh dari perempuan. Tapi hari ini, ada sesuatu yang beda dari kamu. Mama jadi penasaran, jangan-jangan—” Ia sengaja menggantung kalimatnya, memeriksa reaksi anaknya.
“Jangan-jangan apa?” Vincent mengangkat bahu santai. “Mama mau bilang aku lagi jatuh cinta?” tembaknya dengan sangat tepat sasaran.
Melani menggerakkan satu bahu, seperti menganggap percakapan itu bukan hal besar. Tapi matanya berkata lain. “Mama harap bukan. Karena kalau alasan mood kamu membaik karena perempuan … yah, Mama tidak akan senang.”
Ucapan itu seperti pisau belati yang dilemparkan dengan keahlian luar biasa. Tajam, tapi tidak menyentuh kulit.
Vincent tetap tenang. Bahkan ia membalas tatapan tajam Melani tanpa mengalihkan pandangan. Kalau sampai dia memalingkan mata duluan, itu sama saja memberi Melani kartu as untuk mendominasi percakapan ini.
Namun, dewi keberuntungan berpihak pada Vincent kali ini. Zoey kembali masuk, membawa nampan berisi minuman. Situasi itu memberi Vincent sedikit celah untuk bernapas. Tapi bukannya duduk lebih lama, Melani justru berdiri dengan gerakan anggun, meraih tasnya dan berkata, “Mama harus pulang sekarang.”
Vincent mengangkat alis, berpura-pura kaget. “Bukannya tadi sudah pesan makanan, Ma?” tanyanya, meski dia tahu betul tujuan Melani sudah tercapai. Semua ini bukan kunjungan ramah tamah. Melani hanya ingin memastikan sesuatu. Itu saja.
“Kamu makan saja sendiri. Atau kasih ke karyawanmu, terserah,” jawab Melani sambil melangkah menuju pintu dengan sepatu hak tingginya yang nyaris tidak bersuara.
“Iya, Ma.” Vincent menjawab singkat.
Melani berhenti di ambang pintu, menoleh sedikit. “Oh iya, Vin.”
Vincent menegakkan punggungnya, menunggu kelanjutan kalimat itu dengan hati-hati.
“Malam minggu nanti, Mama ingin kita makan malam bersama Megan.” Nadanya tegas, tanpa ruang untuk penolakan. Ia tak perlu menunggu jawaban Vincent untuk melangkah keluar ruangan.
Begitu pintu tertutup, Vincent akhirnya bisa menghela napas panjang. Ruangan yang tadinya terasa sempit kini kembali terasa lega. Ia mengusap wajahnya. Kalau Melani sudah mulai curiga, artinya dia harus lebih hati-hati. Misi mendekati Valeska jelas bukan hal mudah, apalagi ketika mamanya menjadikan Megan sebagai bagian dari strategi besar keluarga mereka.
“Gila … hidup gue drama banget,” gumam Vincent, setengah kesal, setengah bingung.
......................
Valeska berjalan lebih cepat agar cepat sampai menuju rumahnya. Ia harus mencari baju yang bisa dia pakai untuk pergi ke restoran mahal malam ini. jelas ini bukan undangan dari orang biasa. Seketika ia menyesal karena tidak bertanya apa jabatan Vincent di kantor itu. Kalau saja dia tahu jabatannya apa, mungkin ia bisa menanyakan pada kakaknya.
Pintu rumah terbuka sedikit, Valeska langsung masuk dan memanggil nama kakaknya. “Kak Keenan!” panggilnya sambil melepaskan sepatu sekolah.
Namun, yang dipanggil tidak muncul. Yang datang justru seseorang yang membuat jantung Valeska berdetak cepat. “Eh—?” Valeska kaget dengan wajah memerah.
“Baru pulang, Val?” tanya lelaki yang membawa segelas air putih di tangannya.
“Sam.” Suara Valeska sangat pelan.
Sam tersenyum hangat seperti biasa. Ia mendekat dan duduk di kursi ruang tamu sambil meletakkan gelas di atas meja.
“Ng … Kak Keenan mana?” tanya Valeska salah tingkah sendiri.
“Beli rokok katanya,” jawab Sam.
“Sam kok bisa ada di sini? Maksudnya … kesini pakai apa? Di depan gak ada mobil,” jelas Valeska.
“Dijemput Keenan di kampus pakai motor. Mobil masih di kampus kok,” jawab Sam.
Valeska mengangguk paham. “Kalau gitu … aku ke kamar dulu,” pamit Valeska.
Sam hanya mengangguk. Buru-buru Valeska masuk ke dalam kamarnya. Ia malu karena bertemu dengan Sam di saat dirinya yang acak-acakan dan bau matahari karena pulang sekolah.
“Duh, kok malah ketemu Sam di saat begini,” keluhnya sambil menatap diri di pantulan cermin. Memerhatikan wajahnya yang penuh minyak. “Parah, sih! Nggak ada cantik-cantiknya gue,” gerutunya lalu dengan cepat mengambil tisu khusus membersihkan minyak di wajah.
“Val!” tiba-tiba terdengar suara Keenan dari luar.
Valeska merapikan rambut dengan tangan kemudian langsung membuka pintu. “Kenapa, Kak?”
“Lo udah makan?” tanya Keenan sambil merokok.
“Belum,” jawab Valeska singkat.
“Mau ikut gue sama Sam, gak?”
“Kemana?"
“Nyari makan sekalian nongkrong,” jawab Keenan sambil sesekali mengembuskan asap rokok.
Valeska diam dan menimbang-nimbang. Jelas dia sangat senang bisa jalan-jalan sama Sam. Tapi, dia ingat kalau sudah ada janji dengan Vincent.
“Nggak deh, Kak.” Valeska menolak dengan nada ragu.
“Tumben amat,” heran Keenan.
“Aku ada urusan malam ini,” jawab Valeska tanpa memberitahu secara detail.
“Urusan kemana, Val?” tanya Sam yang menghampiri Keenan.
Valeska tersenyum lebih dulu sebelum menjawab, “Janjian ketemu sama teman.”
“Teman? Vidya maksudnya? Vidya aja ikut kok,” kata Keenan menaikkan satu alisnya.
“Ih, Vidya mulu!” ketus Valeska. “Teman baru, Kakak gak kenal!”
“Cowok ya, Val?” tanya Sam.
Valeska menatap Sam. Ekspresi laki-laki itu sulit dijelaskan. “I–iya.”
“Lo udah punya pacar sekarang?” selidik Keenan dengan tatapan tidak suka.
Valeska memutar bola mata dengan malas. “Kalau iya, kenapa? gak suka? dilarang protes!” ketusnya.
“Eh, Bocil. Gue donatur lu ya. Gapapa kalau gue protes!” kata Keenan sambil menyentil dahi Valeska.
“Ish, Kakak! Sakit tau!” Valeska mengelus dahinya. Ia melirik kearah Sam yang ekspresi wajahnya berubah menjadi sendu, membuat Valeska bingung apa yang salah dengan lelaki itu.
“Yaudah kalau gitu, gue cabut dulu sama Sam,” pamit Keenan.
“Iya. Have fun, ya!” kata Valeska dengan nada riang kemudian menutup pintu kamar setelah Sam dan Keenan pergi.
......................
Di depan rumah, Keenan memasang helm sambil melihat Sam yang melamun. “Kita ke rumah Vidya dulu, ya. Gue jemput dia.”
Sam tidak menjawab karena pikirannya terus menebak bersama siapa Valeska pergi malam ini.
“Woy, Sam!” Keenan menepuk pundak Sam.
“Eh, iya?” Sam terkesiap.
“Kenapa sih lo?” heran Keenan.
“Nan … Valeska mau jalan sama siapa malam ini?”
“Haa–? Mana gue tau,” jawab Keenan mengangkat bahunya.
“Kok lo gak kepo sama sekali sih? Lo kan kakaknya. Gimana kalau teman barunya itu orang jahat?” protes Sam.
Keenan hanya terbahak. “Lo kenapa sih, Sam? Gue yang kakaknya aja santai. Lagian juga … Valeska itu cewek preman. Dia kalau digangguin, bisa jaga diri kok,” kata Keenan. “Dah ah, pergi sekarang yuk!”
Sam hanya bisa mengangguk pelan meski dia sepenuhnya belum tenang.
“Kenapa? Masih kepikiran Valeska? Lo suka sama adik gue?” tanya Keenan sambil tertawa kecil.
“Iya. Gue suka sama adek lo,” jawab Sam dengan ekspresi serius.
“Hah?” Keenan terkejut mendengar pengakuan dari Sam.
...****************...