NovelToon NovelToon
Bolehkah Aku Bermimpi ?

Bolehkah Aku Bermimpi ?

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Janda / Keluarga / Karir / Pembantu / PSK
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Titik.tiga

Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.

Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 35 : keringat penuh makna

Setelah melangkah keluar dari gedung audisi, senyuman tak pernah lepas dari wajah Tiara dan Putri. Mereka merasa hari itu adalah awal dari mimpi besar yang selama ini mereka gantungkan. Di luar, Mita berdiri dengan senyum kecil yang penuh kebanggaan.

Mita: "Akhirnya yah kalian lolos juga! Buat merayakan keberhasilan kalian kali ini, aku bakal traktir kalian makan malam. Kalian bebas pilih, apa aja, aku yang bayar."

Tiara (tersenyum nakal): "Hmmm... bentar, aku nggak mau kalau cuma kita bertiga. Aku harus kasih tahu Raka dan Pak Arif juga , mereka mesti tau dan mesti ikut merayakan juga."

Putri: "Bener tuh! Gimana kalau kita rayain di rumah aja, sekalian seru-seruan bareng mereka. Kalau perlu, undang Bu Ami juga!"

Mita menatap mereka dengan senyum lembut. Bagi Mita, Tiara dan Putri bukan hanya teman seperjuangan, tapi juga orang-orang yang tahu menghargai orang lain.

Mita: "Baiklah, ide bagus. Yuk, kita pulang!"

Di perjalanan pulang, suasana di dalam mobil penuh canda. Tiara, yang duduk di kursi depan, menatap Mita dengan serius.

Tiara:"Ta, aku beneran nggak nyangka kita bisa lolos. Tapi, aku nggak mau kalau kamu tiba-tiba ninggalin kita, awas aja ya. Jujur, aku masih butuh kamu buat bimbing kita."

Putri: "Bener banget! Aku juga nggak akan bisa apa-apa tanpa kamu. Aku pengen kamu jadi manajer kita!"

Mita tertawa kecil, lalu menimpali.

Mita: "Kalian harus terbiasa. Ini pencapaian kalian, bukan aku. Aku udah cukup seneng bisa bantu sampai sejauh ini."

Namun, Tiara tiba-tiba mengerucutkan bibirnya, berpura-pura ngambek.

Tiara: "Nggak mau tahu! Kalau kamu nggak mau nemenin kita, aku nggak mau lanjutin audisinya."

Putri: "Iya, awas aja kalau kamu beneran kabur! Aku bakal benci kamu seumur hidup kalau gitu."

Melihat kedua gadis itu ngambek seperti anak kecil, Mita tertawa terbahak-bahak.

Mita: "Aduh, repot banget urusin dua calon bintang kayak kalian."

Sesampainya di rumah, Tiara dan Putri turun dari mobil dengan penuh semangat. Tiara mengetuk pintu sambil berteriak,

Tiara: "Assalamualaikum! Kami pulang!"

Dari dalam rumah, terdengar suara Raka yang berlari ke pintu.

Raka:"Waalaikumussalam! Bentar, Kak."

Ketika pintu terbuka, Raka langsung bertanya,

Raka:"Gimana audisinya? Lolos nggak?"

Tiara sengaja memasang wajah misterius.

Tiara:"Hmm, kira-kira lolos nggak ya?"

Raka (berdengus): "Paling juga gagal. Kakak kan terlalu pede."

Tiara menggeplak kepala Raka pelan sambil tertawa.

Tiara: "Enak aja! Kita lolos, dong! Dan minggu depan kita bakal audisi lagi, dan tahu nggak? Aku bakal ketemu Kak Agnes, idola aku!"

Raka melongo mendengar kabar tersebut.

Raka:"Serius? Kakak lolos? Kak Putri juga?"

Putri mengangguk dengan senyum hangat. Raka yang senang langsung berlari memanggil Pak Arif.

Raka: "Pak Arif! Kak Tiara sama Kak Putri lolos audisi! Mereka berhasil!"

Saat mereka masuk ke ruang tengah, aroma masakan menguar dari dapur. Ternyata, Pak Arif sudah menyiapkan makan malam istimewa untuk merayakan keberhasilan Tiara dan Putri.

Malam itu, mereka semua berkumpul di ruang makan. Hidangan sederhana berupa nasi goreng spesial, ayam goreng, dan kerupuk memenuhi meja.

Raka (bangga): "Kalian harus terima kasih sama aku. Kalau bukan karena aku yang maksa olahraga tiap pagi, nggak bakal sebagus itu penampilannya."

Tiara: "Wuuu, bocah ingusan bisa aja! Tapi iya, sih, aku akui olahraga bikin badan lebih fit dan pede."

Putri: "Ta, makasih ya. Kalau bukan kamu yang maksa kita nyanyi di kafe dulu, kita mungkin nggak bakal seberani ini nyanyi di depan juri."

Mita tersenyum sambil menyendok nasi.

Mita: "Sama-sama. Tapi ini juga berkat kalian. Kalau kalian nggak mau berjuang, aku juga nggak bakal repot-repot ngurus kalian."

Tiara menunduk, merasa bersalah.

Tiara: "Maaf, ya, Ta. Aku sama Putri sering banget nyusahin kamu."

Mita (dengan cuek): "Ah, basi! Kalau mau minta maaf, nanti aja kalau kalian udah juara satu. Sekarang mah belum saatnya."

Semua tertawa mendengar ucapan Mita. Namun, di tengah tawa, Tiara menggenggam tangan Mita dengan mata yang serius.

Tiara: "Aku janji, Ta. Aku bakal bikin kamu bangga. Aku bakal buktikan kalau aku bisa jadi penyanyi hebat."

Malam itu, di bawah lampu temaram ruang makan, mereka mengucap janji untuk terus berjuang bersama. Suasana penuh kehangatan, canda, dan semangat yang baru. Tiara dan Putri, dengan dukungan dari Mita dan keluarga, tahu bahwa mimpi mereka baru saja dimulai.

Dua hari setelah menikmati momen kebahagiaan yang singkat, pagi itu kembali menghadirkan rutinitas baru yang penuh tantangan. Langit masih gelap saat suara pintu kamar diketuk keras.

"Tok-tok-tok! Bangun, bangun! Jangan malas! Ini waktunya kembali berlatih!" teriak Raka dengan nada tegas.

Tiara mengerang dari balik selimut tebalnya, wajahnya yang masih lekat dengan mimpi menyembul. "Apa sih, bocah? Masih ngantuk, sana-sana jangan ganggu. Besok lagi aja latihannya," jawab Tiara sambil menarik selimut lebih erat.

Namun, Raka bukan tipe orang yang menyerah begitu saja. Ia masuk, mendekati tempat tidur kakaknya, dan menarik selimutnya dengan kasar.

"Bangun, Kak Tiara! Aku nggak peduli seberapa malas kamu. Kalau nggak mau bangun, aku bakal......"

“BRAK!”

Tiara terjatuh ke lantai dengan bunyi yang cukup keras. "Aduh! Rakaaa! Kamu nyebelin banget, tahu nggak!" keluh Tiara sambil memijat pinggulnya yang terasa sakit.

Raka hanya menyilangkan tangan di dada, matanya seperti komandan tentara. "Aku nggak peduli. Pokonya kalian mesti bangun sekarang, latihan ini penting! Kalau kalian nggak disiplin, siap-siap aja gagal di audisi nanti!" katanya tanpa belas kasihan.

Putri, yang baru saja bangun, memandang Raka dengan wajah lelah. "Kamu ini... kayak pelatih militer aja. Kasih kami nafas, dong," katanya sambil menguap.

Raka menatap Putri dengan tatapan menusuk. "Nggak ada nafas-nafasan! Cuci muka sekarang, atau aku kunci kalian di kamar mandi," ancamnya.

Meski kesal, kedua gadis itu akhirnya menyerah. Mereka berjalan lesu ke kamar mandi. Di balik pintu, Tiara masih sempat mengomel. "Dasar bocah! Tunggu aja, aku bales kamu nanti!"

Di ruang makan, aroma nasi goreng dan ayam goreng memenuhi udara, menggoda perut Tiara dan Putri yang sudah mulai berkeroncongan. Namun, saat mereka duduk dan hendak mengambil piring, Mita segera menghentikan tangan Putri.

"Eits, nggak boleh! Ini makanan kami. Mulai hari ini, kalian cuma boleh makan ini." Mita menyodorkan piring berisi sayuran rebus dan segelas susu rendah lemak.

Tiara menatap piring itu dengan ngeri. "Ini serius? Masa aku makan beginian, sedangkan kalian makan enak?" keluhnya, menatap nasi goreng yang penuh potongan ayam dengan penuh iri.

Mita hanya tersenyum sinis. "Nggak ada tawar-menawar. Kalau kalian mau tampil maksimal, ini bagian dari disiplin," katanya tegas sambil memindahkan nasi goreng ke tempat yang tak terjangkau oleh Tiara.

Pak Arif, yang duduk di ujung meja, hanya tersenyum. "Sudah, Tiara. Ikuti aturan. Ini semua demi kebaikanmu," katanya lembut.

Sementara itu, Raka menyantap mi instan di hadapan mereka dengan santai. "Kalau nggak mau makan, biar aku aja yang habisin," katanya sambil menyuap mi dengan nikmat.

Tiara menggerutu. "Eh, bocah! Jangan makan mi pagi-pagi! Usus kamu belum kuat. Sini, kakak aja yang makan!"

"Enak aja!" jawab Raka sambil melindungi mangkuknya.

Dengan berat hati, Tiara dan Putri akhirnya memakan sayuran rebus itu sambil terus mengeluh.

Setelah sarapan, Raka membawa mereka ke taman komplek. Matahari pagi mulai naik, menerangi jalan setapak yang dipenuhi warga yang berolahraga. Raka berdiri dengan tangan di pinggang, memberikan instruksi.

"Hari ini kita bakalan jogging. Tapi kali ini bukan di lapangan, tapi keliling komplek. Pemanasan dulu, lalu kita mulai."

Tiara menatap Raka dengan ekspresi tak percaya. "Keliling komplek? Serius, Raka? Aku ini calon penyanyi, bukan mau lari maraton!"

Raka tidak menggubris. "Pemanasan sekarang!" katanya tegas.

Dengan ogah-ogahan, Tiara dan Putri mengikuti instruksi. Saat jogging dimulai, baru beberapa menit, Tiara sudah kehabisan nafas.

"Raka... aku capek. Istirahat dulu bentar, ya..." katanya terengah-engah.

Namun, Raka tak memberi kelonggaran. "Nggak ada istirahat. Jalan terus, kalau mau sukses!"

Mereka berlari selama hampir tiga jam. Tiara dan Putri akhirnya menyerah, terduduk di tepi trotoar dengan wajah memerah karena kelelahan.

"Raka, kamu kejam banget sih! Kakak nggak sangka punya adik kayak kamu!" kata Tiara sambil mengusap keringatnya.

Raka hanya tertawa kecil. "Aku ini pelatih terbaik. Kalian harus berterima kasih."

Saat mereka tiba di rumah, Mita sudah menunggu dengan senyuman misterius. "Silahkan istirahat dulu, kalian pasti capek kan ??, naaaaah.. Habis itu kita latihan vokal dan koreo."

Tiara melongo. "Hah? Lu gila? , ini baru selesai olahraga loh, keringet aja belum kering, yakin mau latihan lagi? Aku nggak sanggup!"

Mita menatap Tiara dengan tajam. "Nggak ada alasan! Kalau kamu mau menyerah, lebih baik berhenti sekarang."

Dengan berat hati, Tiara dan Putri mengikuti Mita ke ruang latihan. Di sana, mereka disuruh menyanyikan lagu-lagu dengan nada tinggi sambil melakukan gerakan koreografi yang rumit.

Putri akhirnya jatuh terduduk di lantai. "Mita, ini gila! Staminaku habis. Aku nggak bisa lagi!"

Tiara, yang juga tergeletak di lantai, hanya mengangguk. "Iya, aku juga. Mata aku udah kunang-kunang. Mau pingsan rasanya."

Mita hanya tersenyum. "Kalau kalian sudah selesai mengeluh, bangun lagi. Latihan ini belum selesai."

Saat malam tiba, Pak Arif masuk ke ruang latihan membawa dua botol air dingin. Ia menatap Tiara dan Putri dengan penuh kasih sayang.

"Minum dulu. Aku tahu ini berat. Tapi percayalah, semua ini untuk masa depan kalian," katanya lembut.

Tiara memandang botol itu dengan mata berkaca-kaca. "Pak Arif, kenapa semua orang di sini keras banget sama aku? Aku cuma ingin menyanyi, tapi rasanya seperti masuk pelatihan militer."

Pak Arif tersenyum tipis. "Karena kami tahu potensi kamu, Tiara. Kalau kamu mau sukses, kamu harus berjuang. Ingat, sukses itu nggak datang dari kenyamanan."

Putri menatap Pak Arif dengan mata berair. "Pak, aku takut gagal. Aku takut mengecewakan kalian semua."

Pak Arif mendekat, menepuk pundak mereka. "Kalian nggak akan gagal. Selama kalian mau berusaha, kami di sini untuk mendukung kalian."

Malam itu, kata-kata Pak Arif menjadi motivasi yang menguatkan hati Tiara dan Putri. Meski tubuh mereka lelah, semangat mereka kembali menyala.

1
NT.Fa
hidup sepahit itu kah? Kasian Tiara
NT.Fa
Semangat ya Tiara
NT.Fa
cerita yg menarik... inspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!