Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#33
Setelah berbicara dengan dokter Ferdi, Mahen meminta izin untuk masuk ke dalam ruang ICU tempat di mana adiknya sekarang sedang terbaring lemah.
Mahen tatap tubuh kurus Keyla. Ia ragu saat ingin menggenggam tangan Keyla yang terlihat hanya tinggal tulang dan kulit. Mahen takut tangan itu bisa patah kapan saja saat ia genggam jadi ia memutuskan hanya mengusap perlahan punggung tangan Keyla.
Kedua mata Mahen kembali berkaca- kaca saat menatap lalu mengusap pelan kepala Keyla. Mahen kembali teringat saat- saat Keyla membanggakan rambut panjangnya yang tumbuh lebat.
FLASH BACK ON
Keyla menggedor keras pintu kamar Mahen. Ia berulang kali menghela nafas saat tidak ada tanda- tanda bahwa kakaknya akan membukakan pintu untuk dirinya.
Suara pintu yang terbuka membuat Keyla mengalihkan pandangannya dari pintu kamar Mahen.
"Dek kamu kenapa?" Tanya Mahen saat memasuki apartemen tergesa- gesa dengan raut wajah khawatir sambil menenteng beberapa kantong di kedua tangannya.
Keyla membulatkan kedua matanya." Kakak dari mana? Key dari tadi menggedor- gedor pintu kamar kakak." Protes Keyla sambil berjalan menghampiri Mahen.
"Kakak dari mini market bawah." Jawab Mahen sambil mengangkat kantong kresek.
"Kenapa tidak bilang." Protesnya lagi. "Jika tahu kakak pergi kan aku tidak akan menghabiskan tenagaku untuk menggedor- gedor pintu kamar kakak."
"Salah kamu juga." Jawab Mahen sambil berjalan menuju dapur untuk meletakkan barang belanjaannya di atas meja. Ia menoleh menatap Keyla. "Lagi pula juga kenapa kamu tidak langsung membukanya saja, kamu tahu kan pintu kamar kakak tidak pernah di kunci."
Keyla mengerucutkan bibirnya. "Aku takut kakak marah." Ucap Keyla lirih sambil menundukkan kepalanya.
Mahen tersenyum sambil berjalan mendekat. Ia menundukkan kepalanya agar wajah ya sejajar dengan wajah Keyla. Ia usap rambut Keyla. "Kakak tidak lagi memiliki alasan untuk marah kepadamu Key." Ucap Mahen. "Jadi ada apa kamu pagi- pagi mencari kakak?" Tanya Mahen.
Keyla mengulurkan kedua tangannya sambil menunjukkan sebotol Vitamin rambut dan sisir di tangan kanan dan kirinya. "Kamu ingin kakak memakaikan ini di rambut kamu?" tanya Mahen yang langsung di jawab anggukkan kepala oleh Keyla.
"Kakak tidak pernah tahu kalau kamu memakai barang seperti ini?" Tanya Mahen sambil memeriksa botol yang Keyla tunjukkan. Kamu dapat ini dari mana Key?" Tanya Mahen penasaran.
"Ini punya Feli."
"Lain kali kalau kamu butuh atau ingin sesuatu langsung bilang ke kakak saja ya." Ucap Mahen sambil menuntun Keyla untuk duduk di sofa.
Keyla menikmati usapan lembut pada rambutnya sambil memejamkan matanya. "Ternyata rambut kamu panjang juga ya dek." Ucap Mahen yang sedikit kualahan saking panjang dan lebatnya rambut Keyla
Keyla menganggukkan kepalanya. "Apa kamu tidak ingin memotongnya?"Tanya Mahen. Keyla menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" Tanya Mahen lagi.
"Karena rambut ini menjadi salah satu kebanggaan Keyla kak" Jawab Keyla. "Kakak mau tahu tidak alasan kenapa Key memanjangkan rambut?" Tanya Keyla sambil mendongakkan kepalanya menatap wajah kakaknya yang berada tepat di atasnya.
Mahen mengerutkan keningnya. "Apa perlu alasan untuk memanjangkan rambut? Lagi pula bukankah wajar jika seorang gadis memanjangkan rambutnya" Ucap Mahen.
"Karena Keyla ingin semakin terlihat seperti bunda. Bukankah rambut bunda juga hitam dan panjang?" Tanya Keyla sambil mencoba mengingat wajah bundanya.
Mahen menatap Keyla. "Hem.. Kamu memang mirip bunda. Sangat mirip malah.' Ucap Mahen membenarkan ucapan Keyla. "Apa kamu tahu kadang saat kakak melihat kamu kakak seperti melihat bunda versi muda." Mendengar ucapan Mahen membuat Keyla tersenyum puas.
Keyla menolehkan kepalanya. "Karena Keyla memang anak bunda."
FLASH BACK OFF
Dengan pertimbangan yang cukup panjang, akhirnya Mahen memutuskan untuk mengirim pesan kepada Malvindra. Ia meminta supaya kakaknya itu membawa Keenan dan Mahesa untuk ke rumah sakit tempat Keyla di rawat. Dengan sedikit perdebatan akhirnya Malvindra pun menyanggupi permintaan dari Mahen.
Mahen bisa bernafas lega setelah hampir satu jam menunggu pesan dari Malvindra yang memberitahukan bahwa mereka sudah tiba di rumah sakit. Ia meminta Aga untuk menggantikannya menjaga Keyla. Mahen bergegas menghampiri keluarganya dan tanpa basa- basi langsung membawa mereka bertiga untuk melakukan tes kecocokan.
"Sebenarnya ada apa ini?" Tanya Keenan. Ia merasa kesal karena Malvindra yang memaksanya untuk ikut dengan dirinya dan sekarang Mahen yang memaksanya untuk melakukan tes yang bahkan dia tidak di beritahu tes untuk apa.
"Mahen mohon pa." Ucap Mahen sambil sedikit mendorong tubuh papanya untuk memasuki ruangan Lap. Sedangkan Mahesa tanpa bertanya menuruti permintaan kakak kesayangannya.
Setelah mereka bertiga selesai melakukan tes dan tinggal menunggu hasilnya, Mahen membawa mereka bertiga ke ruangan di mana Keyla di rawat. Mereka menatap Keyla yang terbaring lemah dengan tatapan yang berbeda- beda. Bukan menunjukkan rasa empati saat melihat sang putri yang terbaring lemah dan tak berdaya, Keenan justru menatap Keyla dengan penuh kebencian di wajahnya. Sedangkan Malvindra dan Mahesa menatap Keyla dengan tatapan yang tak bisa di baca.
Keenan marah, ia menatap Mahen dengan tatapan tidak suka saat mengetahui alasan dirinya melakukan tes.
"Sampai kapanpun aku tidak akan mau mendonorkan sumsumku untuk anak pembawa sial ini." Ucap Keenan.
"Tapi pa Keyla juga anak papa." Protes Mahen. "Apa papa tega melihat Keyla.."
Keenan menggelengkan kepalanya. "Bukan. Anak pembawa sial itu bukan anakku." Potong Keenan.
"Om. Jaga ucapan om." Ucap Aga sambil menatap tajam Keenan. "Meskipun Keyla tidak sadar dia masih bisa mendengarkan ucapan om."
"Lalu apa kamu pikir saya peduli." Ucap Keenan lantang. "Bahkan dia matipu saya tidak peduli." Keenan menatap Malvindra dan Mahesa. "Lebih baik kita pulang."
Mahen berusaha untuk menahan Keenan yang sudah membalikkan badannya. "Pa. Jangan pergi dulu. paling tidak tunggu sampai dokter membacakan hasilnya." Mohon Mahen. "Mahen mohon pa."
"Untuk apa?" Tanya Keenan semakin emosi. "Papa sudah bilang papa tidak peduli dengannya."
"Tapi pa, bagaimana nanti jika sumsum papa yang memiliki kecocokkan dengan sumsum Keyla?" Tanya Mahen.
Keenan menepis tangan Mahen kasar. "Maka papa akan menolak untuk mendonorkan sumsum papa kepada anak pembawa sial ini." Final Keenan lalu pergi meninggalkan ruangan Keyla.
Mahen menatap Malvindra dan Mahesa bergantian. "Kak." Panggil Mahen sambil menghampiri malvindra. "Mahen mohon."
Malvindra menghela nafasnya. "Hubungi kakak jika hasilnya sudah keluar." Ucap Malvindra lalu memilih mengikuti papanya untuk pergi. Sedangkan Mahesa memilih untuk berjalan mendekat ke arah Keyla. ia tatap wajah adik yang selama ini selalu ia hina dengan kata- kata kasar. Mahesa memang tidak menyukai Keyla, tapi jujur di dalam hatinya ada rasa iba dan tidak suka saat melihat keadaan Keyla yang sedang terbaring lemah dengan berbagai alat yang terpasang di tubuhnya.
Mahesa genggam tangan Keyla untuk pertama kalinya. Air matanya mulai menumpuk di kedua matanya siap untuk menetes kapan saja. "Tolong sembuhkan dia tuhan." Ucap Mahesa dalam hati. Untuk pertama kalinya ia berdoa untuk Keyla. Dan Mahesa berharap semoga sumsumnya saja yang memiliki kecocokkan dengan Keyla.