kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
Adiba bisa merasakan ketegangan yang ada saat ini. Pak Musthofa dan bu Sawitri tampak mengangguk-angguk dan mengerutkan keningnya. Mungkin saja mereka tidak percaya dengan apa yang Adiba sampaikan. Tapi bukti itu pasti cukup. Ditambah lagi dengan kesaksian dari Yana. Maka, Adiba semakin gencar mempengaruhi kedua orang tuanya.
‘Padahal dia bilang lajang, kan, Yah, Bun. Nyatanya, lihat itu! Dia bahkan sudah punya anak!” seru Adiba menggebu-nggebu. Pak Mus mengangguk-angguk sembari matanya terus melihat pada video di handphone Adiba. Melihat sang ayah yang mulai terpengaruh, Adiba menyenggol Yana agar ikut memberikan kesaksiannya. Yana yang sedari tadi diam saja saat disenggol Diba langsung menoleh pada sahabatnya itu. Adiba memerintah dengan matanya dan mengerakkan kepala ke arah pak Mus sebagai isyarat.
“Eh, iya Pak Dhe. Tadi Yana juga lihat sendiri pas anak itu memanggil Ustad Satria dengan sebutan Abi,” sahut Yana terlihat sangat meyakinkan. Adiba pun memberi reaksi anggukan mantap pertanda setuju. Pak Mus menatap Yana dengan pandangan yang seperti percaya. Hal itu malah membuat Yana menelan ludahnya dengan susah.
Adiba menyenggol Yana lagi agar berbicara lebih meyakinkan. Karena melihat pak Mus hanya menatap Yana tanpa kata. Rencana mempengaruhi pak Mus harus berhasil!
“Eh, iya Pak Dhe. Saya hampir tak percaya tadi. Masa orang sekelas Ustad Satria sampai bohong,” ucap Yana yang tiba-tiba membuat Adiba mendelik, dan Pak Mus menatap Yana penuh minat.”Makanya tadi kan aku ajak Adiba bertanya langsung sama Ustad Satrianya.”
“Terus?”
“Diba-nya nggak ma..” mulut Yana sudah dibungkam oleh tangan Adiba. Bisa-bisanya sahabatnya itu menusuk dari belakang. Tindakan Adiba itu tentu membuat Yana gelagapan dan mencoba melepaskan diri dari Adiba.
“Diba!!” Pak Mus meninggikan suaranya satu oktaf setelah ia mendelik pada sang anak yang membungkam mulut temannya sendiri. Adiba terlonjak kaget oleh suara bentakan dari ayahnya. Dan reflek ia melepas tangannya dari mulut dan kepala Yana. Tatapan mata tajam pak Mus membuat nyali Adiba mengkeret bak karet yang disiram air panas.
Pak Mus berganti manatap Yana dengan antusias,”Terus?”
Yana membetulkan posisi duduknya yang semula codong ke belakang oleh karena ulah Adiba tadi. Ia melirik sinis pada Adiba lalu berdehem. Adiba melotot padanya.’Awas saja kalu kamu ngomong yang enggak-enggak nanti!’ itulah arti dari tatapan matanya untuk Yana.
“Terus?” Pak Mus tampak menantikan apa yang akan Yana ungkapkan.
“Saya udah menyarankan Diba untuk bertabayyun terlebih dahulu. Mencari tau kebenarannya dengan bertanya langsung pada Ustad Satria. Tapi, Diba nya nggak mau, Pak Dhe,” jelas Yana memiringkan tubuhnya menghindari pukulan tangan Diba dilengannya.
“Diba!” tegur pak Mus mendelik pada sang putri tunggal. Adiba cemberut, sementara Yana menjulurkan lidahnya. Pada dasarnya, Yana memang lebih mendukung pada Ustad Satria dari pada Arga.
“Kata Diba, nggak usah, nanti dia ngelak. Dia kan Ustad, pasti pinterlah cari alasan. Gitu, Pak Dhe!” jelas Yana yang semakin membuat Diba gemas dan melotot padanya. Yana nyengir, cengiran mengejek. Ingin rasanya Adiba menimpuk penghianat berkedok sahabat itu. Tetapi, sudah paasti ia yang bakal kena sembur ayahnya.
“Ehem,” pak Mus berdehem dan membetulan posisi duduknya sembari tangannya meletakkan ponsel Adiba di meja. Ia dan sang istri saling tatap sebentar sebelum ia bersuara lagi.”Jadi begini Diba. Ayah tau maksud kamu kasih tunjuk tentang Satria dan Faraaz. Tapi, emang seharusnya, kamu cari tau dulu kebenarannya sebelum ngasih tau orang lain lagi, agar tidak terjadi fitnah. Seperti sekarang.”
“Maksud Ayah, Diba lagi memfitnah Mas Satria gitu?” sela Adiba tak terima, nyatanya ia punya bukti video itu. Ia tidak memfitnah, sama sekali tidak mengada-ada karena memang anak itu memanggil Satria dengan sebutan “Abi”.
“Eh, sebentar, tadi Ayah bilang Faraaz?" Diba menyadari hal yang janggal dari ucapan sang ayah. Pak Mus menyebut nama Faraaz. Nama yang sangat asing baginya.”Ayah tau nama anak itu Faraaz?”
“Ya taulah, Diba.” Bu Sawitri menyela,”Kemarin kan pas mereka melamar kamu, Faraaz juga ikut.”
“Haahh? Kok Diba nggak liat, Bun?” Adiba tersentak kaget. Karena memang tak ada anak kecil waktu itu. Adiba jadi berpikir jika kedua orang tuanya hanya mengada-ada saja karena sudah terlanjur suka pada Satria.
“Waktu itu kan, karena nunggu kamu terlalu lama balik, Faraaz sampai rewel dan ketiduran. Terus dibawa sama sepupunya Satria jalan-jalan,” terang bu Sawitri.
“Jadi Bunda sama Ayah tau kalau Mas Satria sebenarnya punya anak?” protes Adiba tak percaya. Rasanya ia sudah dihianati saja sama kedua orang tuanya.
“Dengar dulu penjelasan Bunda,” tutur Bu Sawitri dengan sabar memberi penjelasan pada Adiba.“Satria itu memang masih lajang. Belum pernah menikah.”
“Terus kenapa dia bisa punya anak?” sela Diba makin tak sabar.”Apa mungkin itu anak diluar nikah?”
“Hush, Diba!” Pak Mus menegur anaknya agar tidak asal mengambil kesimpulan, apalagi kesimpulannya cenderung mengarah ke finah.
“Faraaz itu sebenarnya anak dari abangnya Satria. Karena kecelakaan mobil dan jatuh ke danau. Hanya Faraaz yang selamat dan ia mengalami semacam trauma gitu. Dan yang bisa menangin Faraaz ya Cuma Satria,” jelas Bu Sawitri lagi.”Dan akhirnya, Satria mengangkat Faraaz sebagai anak.”
“Ayah sama Bunda percaya gitu aja?”
“Iya dong, mereka bahkan kasih liat akta lahir Faraaz, beserta berkas adopsinya.” Pak Mus yang menjawab sembari tersenyum puas dan mengejek Adiba yang tampak cemberut dan makin masam.
“Nyai Atiyah yang bilang, untuk menghindari fitnah dan salah tanggap dikemudian hari. Jadi lebih baik mereka skalian memberitahu lebih awal.” Bu Sawitri menimpali,”Dan bener sih, lihat sekarang. Kamu nggak bertabayyun dulu malah langsung melapor pada kami.”
“Eh, lebih baik gini kali, Bun. Jadi nggak malu kita. Coba kalau Adiba malah langsung datengin Satri dan ngomong yang nggak-enggak, bisa malu tujuh turunan kita, kan?” imbuh pak Mus mencubit hidung Adiba yang kembang kempis karena kesal.
“Diba kan nggak tau, Ayah sama Bunda nggak kasih tau apa-apa sama diba kemarin. Diba juga nggak tau ada Faraaz!” tampik Diba makin kesal memukul tangan ayahnya dengan muka cemberut, ia bernjak dan pergi ke kemarnya.
“Diba! Gimana temanmu nih, malah di tinggal!” seru pak Mus, namun, hanya mendengar jawaban suara pintu kamar dibanting.
“udahlah, Yah,” tegur bu Sawitri,”Salah kita juga nggak kasih tau Diba waktu itu, kan.”
“Ahh, Yana lega deh kalau begitu ceritanya,” cetus Yana semringah, yang langsung dapat tatapan tanya dari kedua orang tua Adiba. Yana nyengir, “Kalau begitu, Yana pamit dulu ya, Pak Dhe, Bu Dhe. Yana bakal dukung seratus persen pernikahan Diba dan Ustad Satria!” imbuhnya dengan penuh semangat.
“Teman yang baik itu ya kek gini nih!” seru Bu Sawitri ikut semringah,”Eh, terus, pacarnya Diba gimana?”
“Pacar? Diba punya pacar?” mata pak Mus sudah mendelik tak suka.