FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Ganti judul (Alter Ego) 》PERSONA.
Berawal sebagai gadis biasa yang menghadapi diskriminasi, Clara membuktikan dirinya dengan bekerja di perusahaan besar. Di saat Clara menjadi orang kepercayaan sang Bos konglomerat, dirinya menyadari adanya keterkaitan antara kasus yang ditanganinya dan bahaya yang mengancam nyawa orang-orang tak bersalah.
Di satu sisi, memiliki pekerjaan sangatlah penting bagi Clara yang kurang beruntung dalam mencari pekerjaan selama 30 tahun. Namun, pertemuan kembali dengan sahabat semasa remajanya membuat Clara lebih memahami siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kawan atau Lawan
Selain memancing informasi dari pihak luar, Kent dan Adi juga terus memantau perputaran keuangan Presdir Heinrich Linardi. Kent juga tidak melupakan perjanjian yang telah disepakatinya bersama Debry.
"Baiklah. Dengan ini, perjanjian kita sudah sah."
Itulah yang dikatakan oleh wanita penuh ambisi itu. Dan itulah satu-satunya kesamaan di antara Kent dan Debry, yang membuat keduanya dapat bekerja sama.
"Lalu, apa kau punya saran darimana aku bisa mendapatkan informasi rahasia ayahmu itu?" pancing Kent.
"Mana kutahu? Kaulah yang bertanggung jawab penuh terhadap hal ini," balas Debry.
"Ah, mengecewakan. Ya sudah. Aku paham bahwa kau tidak terlalu cerdas, sehingga sulit mencari kenalan yang berguna--"
Baru mempermainkan Debry, tiba-tiba gadis itu mengeluarkan sesuatu yang tajam dari dalam saku jas kerjanya, lalu mengarahkannya pada leher Kent.
"Kau pikir aku takut padamu? Jangan bertingkah hebat. Walau kita pernah saling mengenal melalui bisnis ayah kita, itu bukan berarti kau sederajat denganku! Kau hanyalah putra seorang pebisnis yang beruntung karena jasa ayahku. Akulah putri konglomerat nomor satu di Indonesia ini!" ancam Debry, seraya mengeratkan alat pemotong kecilnya pada leher Kent, sehingga mulai sedikit tergores.
"Oho, kau berani sekali. Jangan salah, aku tidak pernah menganggapmu wanita lemah. Sedari remaja, aku selalu berpikir bahwa suatu saat kau akan menjadi wanita sombong seperti dirimu yang sekarang ini. Kau selalu haus hormat dan jati diri. Sedikit saja seseorang merebut perhatian Presdir Heinrich darimu, kau akan menggila."
Ucapan Kent terdengar seperti hinaan, namun tak dapat disangkal oleh Debry secara mentah-mentah.
"Kau..! Dan kau memang lelaki yang seperti ini. Karena itulah, kau akan selalu berada di bawahku!" gertak Debry bengis.
"Hahaha! Apa itu mimpimu selama ini? Akan sangat seru jika aku dapat memperlihatkan watakmu yang seperti ini kepada seluruh dunia. Di depan banyak orang kau hanya bersandiwara sebagai Tuan Putri yang patuh terhadap perintah ayahmu, seperti anjing betina yang menjilati dan mengibaskan ekor kepada majikannya," balas Kent.
"Kurang ajar! Apa kau mau mati?" jerit Debry histeris, sehingga tangannya sedikit bergetar dan semakin menyayat kulit leher Kent.
"Kalau aku mau mati, untuk apa aku mengungkit tentang perjanjian kita? Sudah jelas aku mendatangimu karena kau membutuhkanku, dan aku juga memerlukan peranmu. Aku ingin menguji sampai dimana kau bisa menunjukkan keahlianmu," sanggah Kent santai dan dingin, dengan satu tangan menyingkirkan tangan Debry dari lehernya.
Debry mendenguskan nafas penuh amarah, namun kini tangannya tidak lagi dapat melukai Kent.
"Akan kubuktikan! Kau akan menyesali perkataanmu hari ini. Sebaliknya, jika kau gagal, aku akan benar-benar membunuhmu!" geram Debry, lalu mulai mengatur nafasnya hingga normal kembali.
Seusai pembicaraan mereka, Kent langsung beranjak dari kantor Debry dan meninggalkan wanita itu mematung seorang diri.
Kecurigaan Kent dan Adi terhadap Presdir Linardi akhirnya muncul setelah keduanya menemukan fakta bahwa keluarga Linardi memasok persenjataan dan seluruh kebutuhan operasional komunitas Rosario. Informasi ini ajaibnya didapatkan oleh Kent melalui akalnya yang banyak, serta sedikit bantuan dari Burhan Sucipto selama ini. Tidak hanya itu, saat ini komunitas Rosario bisa dikatakan sebagai jantung dari setiap transaksi gelap dan kekayaan Presdir Linardi.
Selain perang otak, Kent juga harus membekali dirinya dengan pelatihan fisik yang intensif. Sejauh pengalaman Kent saat ini, dia mahir menggunakan pistol, senjata tajam dan tumpul, serta pertarungan tangan kosong. Entah pistol yang digunakan oleh Rosario itu berkualitas mewah atau tidak, setidaknya ada beberapa anggota geng mafia itu yang menggunakan pistol seharga 2 hingga 5 juta.
"Kemarilah, Kent. Coba pakai pistol ini. Arahkan pada pusat sasaran di dinding itu," uji Adi.
"Oh, apa ini milikmu?" ucap Kent, seraya menerima pistol dari tangan Adi.
"Milik ayahku. Hmm, dari caramu memegang pistol dan posisi tubuhmu, sepertinya kamu berbakat. Sama sekali tidak kaku atau takut sedikitpun," kata Adi, sambil ditatapnya Kent dengan cepat dan singkat.
"Apa pistol ini berisi peluru?" tanya Kent, sebelum dirinya benar-benar menarik pelatuk.
"Ada, tapi hanya 2 peluru. Aku sengaja tidak mengisi penuh pistol ini, karena aku hanya akan mendemonstrasikan teknik menembak sebanyak 2 kali menggunakan pistol serupa, setelah itu kamu bisa memulai latihanmu," jelas Adi.
"Oh, maksudmu kita duel tembakan siapa yang lebih akurat?" tebak Kent.
"Bingo! Kita mulai dari giliranku," sahut Adi, kemudian mengambil pistol lain dari koleksi persediaannya.
Dor!
Dalam sekejap, tembakan pertama Adi mengenai bagian kepala boneka seukuran manusia yang berjarak sekitar 20 meter dari mereka.
"Wow!" ucap Kent terkesiap.
"Sekarang tembakan ke-2. Aku akan membidik pada jantung sasaran," kata Adi, dengan tatapan fokus ke depan.
Dar!
Suara tembakan ke-2 Adi bahkan terdengar lebih keras dibandingkan tembakan pertama, lalu Kent menyadari sesuatu yang spesial dari tembakan ke-2 temannya itu.
"Gila..! Peluru ke-2 yang kau tembakkan menembus dada boneka itu, lalu hinggap di dinding? Kau bisa membunuhku dengan mudah, bung!" seru Kent takjub.
"Haha.. Aku tidak akan melakukannya, tenang saja," ejek Adi.
"Baiklah. Sekarang giliranku. Tapi, jangan berharap aku bisa menembak sepertimu," kata Kent, sembari bersiap menembak.
Dor!
Tembakan pertama Kent mengenai sasaran.
"Yes. Kau lihat kemampuanku?" ucap Kent, puas pada hasilnya.
"Yang benar saja," respon Adi tiba-tiba.
"Eh, kenapa?" tanya Kent bingung.
"Kalau kau menembak seperti itu, kau akan mati sebelum tembakan ke-duamu."
Komentar Adi terdengar tidak masuk akal bagi Kent, sehingga lelaki itu berdecak kesal.
"Ehei! Jangan berlebihan begitu. Aku takkan mati semudah pemikiranmu," protes Kent.
"Aku tidak sedang bercanda. Kau bisa mati. Lagipula, kudengar ada seorang penembak jitu andalan Presdir Linardi yang selama ini disembunyikan dan hanya muncul jika diberi tugas khusus oleh pria tua itu. Aku ingin berduel dengan orang seperti itu, daripada denganmu yang sekarang ini!"
Lagi-lagi, ucapan Adi membuat Kent gusar.
"Kenapa? Jelaskan alasanmu padaku," tantangnya.
"Sebelum kau menarik pelatuk, seharusnya kau mengincar titik fital dalam sekali tembakan. Sedikit saja kau ragu atau berbelas kasihan pada lawanmu, nyawamu yang akan menjadi taruhannya!"
Kini, penjelasan Adi sepertinya cukup masuk akal bagi Kent.
"Oh, alasanmu sederhana," kata Kent.
"Benar, terlalu sederhana. Namun, kau adalah pria yang tidak ingin membunuh orang. Mulai sekarang, lebih baik kau pertimbangkan kembali mental dan cara berpikirmu. Jika kita sudah melemparkan api ke arah lawan, tidak ada yang namanya mundur," tegas Adi.
"Begitu ya," gumam Kent, tidak begitu jelas.
"Lalu, sepertinya aku menemukan satu orang lagi dari kisah lampaumu. Mungkin kau bisa memanfaatkannya," tambah Adi.
"Siapa?" respon Kent.
"Dia adalah asisten pribadi Presdir Linardi saat ini. Gadis bernama Clara Sabina Raharja. Bukankah dia putri Bapak Franc Raharja? Apa kau akan menemuinya?"
Celotehan Adi yang terus berlanjut mulai terdengar samar bagi Kent. Sesuatu dalam diri Kent membuatnya cepat beralih dengan ekspresi yang sulit diartikan.
- Bersambung -