" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Soraya menjatuhkan tubuhnya di lantai kamarnya begitu masuk ke dalam kamar. Tubuhnya benar-benar lunglai dan seperti kehilangan banyak sekali energi padahal dia hanya beradu bicara dengan Ana. Sungguh dia tidak menyangka kalau Ana akan berubah seperti ini, tidak! Mungkin bukan berubah, tapi memang inilah Ana yang sebenarnya, Ana yang sangat manis, penurut dan manja padanya hanyalah kebohongan saja.
Soraya, wanita itu sudah bisa menebak jika hubungannya dengan Jordan memang tidak akan mudah di jalani, tapi Ana benar-benar di luar ekspektasinya. Padahal dia sudah benar-benar ingin bercerai dari Kendra begitu Ibunya membaik dan bisa di ajak bicara, tapi Ana dan Jordan tiba-tiba menikah, dan ini akan semakin sulit membuat mereka menuju ujung untung bersama.
Soraya menatap photo pernikahannya bersama dengan Kendra. Saat itu dia berusia dua puluh lima tahun, dia bahagia, dia merasa menjadi ratu di rumah itu. Tapi dua tahun setelah menikah dengan Kendra, dia bertemu dengan Jordan dalam sebuah tradisi, dan takdir membuatnya terikat dengan pria itu, lebih tepatnya hatinya. Hatinya benar-benar tak bisa beralih dari kekaguman tentang seorang Jordan hingga membuatnya nekat melakukan banyak sekali kebohongan agar bisa bersama pria itu. Ada panjang cerita mengapa Jordan yang bisa saja mendapatkan gadis manapun memilih bersabar dengan Soraya dengan harapan Soraya akan segera bercerai.
" Tidak boleh, aku tidak boleh kehilangan H
ati Jordan. Kita kan sudah berjanji untuk terus saling mencintai, Jordan tidak akan ingkar janji, jadi aku juga harus berusaha mempertahankan Jordan. "
Soraya bangkit dari posisinya perlahan, dia berjalan untuk meraih ponselnya yang terletak di atas tempat tidur. Tujuannya hanya satu yaitu menghubungi Jordan.
" Ah....! "
Soraya membanting ponselnya ke atas tempat tidur karena tak mendapatkan respon dari Jordan. Tahu, sungguh dia tahu kalau Jordan akan sangat sibuk di jam sekarang seperti biasanya. Tapi apakah sekali saja mengangkat teleponnya di Jam ini tida bisa? Sungguh dia membutuhkan pelukan dari Jordan, dia ingin menghirup aroma tubuh pria itu, ditenangkan seperti biasanya.
Soraya kembali meraih ponselnya dengan cepat saat ponselnya berdering karena dia mengira itu Jordan. Tapi begitu melihat siapa yang menghubunginya, Soraya menjadi tak bersemangat. Dia adalah Kendra, suaminya sendiri yang seharusnya dia sambut dengan bahagia.
Soraya membiarkan saja Kendra terus menghubunginya karena dia benar-benar tidak dalam suasana yang bisa berpura-pura anggun seperti biasanya. Setelah ponsel itu berhenti berdering, barulah Soraya melihat ponselnya untuk melihat apakah Jordan membalas pesan darinya, dan ternyata masih belum ada balasan. Lelah menunggu kabar tentang Jordan, Soraya merebahkan tubuhnya menatap langit-langit dengan segala pemikirannya yang tengah campur aduk tak menentu.
Mungkin satu jam lebih Soraya berada di posisi yang sama hingga pintu kamarnya terbuka, dan suara pria membuatnya menoleh ke arah pintu kamar.
" Sayang, kau baik-baik saja? "
Soraya bangkit, dia melihat Kendra berjalan cepat dengan tatapan khawatir.
" Kenapa tidak mengangkat telepon dariku? " Tanya Kendra seraya menangkup wajah Soraya dengan tatapan yang begitu terlihat penuh cinta, khawatir, membuat Soraya ya dapat menjawab semua pertanyaan itu.
" Kau merindukan Ibumu? Kau butuh apa, kau ma apa katakan padaku, jangan di pendam sendiri, aku mungkin tidak bisa melakukan segalanya, tapi untukmu aku akan melakukan sebisa yang aku mampu, jadi ceritakan saja padaku ya? "
Soraya tak mampu menjawabnya, di dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa melupakan Jordan. Padahal jelas ada pria yang rela melakukan apapun untuk membuatnya bahagia, tapi kenapa hatinya hanya menginginkan Jordan dan merasa kalau Jordan adalah sumber kebahagiaanya? Haruskah dia mengatakan jika hatinya bukan untuk suaminya? Bolehkah dia mengatakan yang sebenarnya dan Ibunya tetap baik-baik saja?
Kendra membawa Soraya masuk ke dalam pelukannya. Dengan erat di memeluk tubuh istrinya karena tak mampu mengartikan apa masalah istrinya dari wajah istrinya yang nampak dilema. Apa yang membuatnya dilema? Sungguh dengan naif nya Kendra berharap semua akan baik-baik saja, istrinya juga akan terus bahagia dengan begitu dia bisa merasa bahagia juga.
" Kau tidak hidup sendiri, sayang. Ada aku, ada Ana juga yang mencintaimu, jadi jangan berwajah sedih seperti tadi ya? "
Soraya masih tak bisa menjawab dan diam adalah pilihan yang ia miliki sekarang ini.
Diluar kamar Soraya dan Kendra yang pintunya tidak tertutup karena Kendra begitu khawatir hingga lupa menutup pintu kamar mereka, disana Jordan berdiri dengan darah yang menetes dari kepalanya melewati pelipisnya. Dia tadi benar-benar sangat sibuk, tapi begitu melihat pesan dari Soraya, dia dengan buru-buru dan secepat mungkin mengendari mobilnya karena khawatir dengan Soraya hingga menabrak pembatas jalan. Tak menghentikan niatnya yang dilandasi rasa cinta dan khawatir, Jordan terus memaksakan diri, dan juga mobilnya untuk melanjutkan perjalanan. Tapi begitu sampai di rumah, dia hanya bisa diam mendengarkan apa yang dikatakan Kendra karena dia juga harus menerima kenyataan bahwa dia kalah cepat dia pria itu.
Jordan mengepalkan tangannya menahan gejolak hati yang tak menentu. Tadinya dia ingin melangkahkan kaki, pergi dari sana karena tidak tahan dengan apa yang dia dengar. Tapi, baru saja berbalik badan, Ana entah sejak kapan berdiri di sana, berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan datar. Sebentar Ana melihat darah mengalir sampai pelipis Jordan, dia menghela nafas.
Beberapa saat kemudian.
Ana membereskan kotak obat setelah mengobati luka di kepala Jordan yang untungnya tidak terlaku parah luka luarnya. Iya tidak tahu bagaimana dengan luka dalamnya sih, toh Ana juga tidak terlalu perduli tentang kesehatan Jordan.
" Berhentilah berpikir berlebihan Jordan, yang kau kejar adalah istri seseorang. Kau sampai terluka seperti ini, apa kau tahu bagaimana perasaan wanita yang melahirkan mu melihatmu terluka seperti ini demi wanita yang sudah memiliki pria untuk memeluknya? Dia sudah sedih karena menerima kenyataan kau jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan wanita yang sudah bersuami. Jangan membuatnya sedih lagi, coba sedikit menoleh ke arah lain. Ada banyak yang pantas kau perjuangkan, itu baru namanya adil pada dirimu sendiri. "
Jordan tak menjawab. Kali ini dia sama seperti Soraya yang tak mampu mengatakan apa-apa.
" Jordan, hargailah diri mu sendiri. Kau bisa melakukanya jika kau memang berniat, dan untuk memiliki niat itu, kau perlu melihat ke arah lain. Ibumu, Ayahmu, kau juga punya saudara kandung kan? Aku juga masuk kedalamnya. " Ana tersenyum.
Jordan, pria itu masih tak mampu memahami ucapan Ana. Jujur saja akalnya merasa kalau ucapan Ana bisa untuk dia terima, tapi kenapa hatinya selalu mendesak untuk berlari ke arah Soraya setiap waktu?
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget