"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Sayang?
"Ze saya jemput jam delapan malam."
Isi pesan dari Vandra. Zea juga tidak tahu kenapa tuan mudanya tidak pulang kerumah.
"Mbak. Dulu mbak pernah make up juga gak?" tanya Vara
Zea tersenyum tipis, "Emm... Dulu pernah non pas lomba acara fashion show disekolah."
Vara menaikan kedua alisnya. "Wuih sudah lama juga ya mbak."
Zea mengangguk pelan. Karena posisinya Vara tepat ada didepan wajahnya.
"Oke sip. Udah selesai. Tinggal pake parfum!" ucap Vara antusias, ia berjalan menuju meja riasnya dan mengambil parfum miliknya.
Crut crut
"Udah mbak. Coba sekarang pakai heels nya." pinta Vara
Zea menurut, ia membuka paper bag berisi heels yang tadi diberikan Estiana. Zea berdiri, menghadap cermin besar kamar Vara.
Bibirnya mengulas senyum. Karena Zea gak bisa dandan, jadilah Vara diminta Vandra untuk mendandani Zea.
"Cantik banget mbak. Dress sama heels nya cocok!" puji Vara mengacungi kedua jempolnya.
Zea mengangguk antusias. "Makasih ya non."
Zea tersenyum lebar, sungguh ia merasa pangling dengan dirinya sendiri. "Aku cantik juga ternyata." gumamnya sambil menepuk kedua pipinya.
Tok
Tok
"Bentar." Vara melangkah membuka pintu kamarnya.
Ceklek
Kaiden berdiri diluar pintu, dengan senyum lebarnya.
"Apaan?" tanya Vara karena melihat gelagat aneh Kaiden.
Kaiden berniat mengintip, karena ia tahu bahwa Zea ada didalam. "Gak usah ngintip!" Sentak Vara.
"Lo ntar sama siapa Ra? Barengan gue aja yuk. Nesha udah nunggu di apart." Ajak Kaiden yang sibuk melinting lengan kemejanya.
Vara kelihatan mikir. "Mama sama Papa udah pergi?"
Kaiden mengangguk. "Udah. Tinggal kita yang belum berangkat."
Dari arah undakan tangga sana Vandra melangkah mendekat. "Zea sudah selesai?"
Vara tersenyum lebar. "Udah selesai. Bentar ya!" Vara menoleh kebelakang. "Mbak Zea. Pangeran udah datang!." seru Vara berteriak, membuat Kaiden memutar bola matanya.
"Kai? Lo bareng Vara?" Tanya Vandra.
Kaiden mengangguk. "Barengan Vara, soalnya kalo berdua ntar orang ketiga nya SETAN!" Jawab Kaiden menekan kalimat terakhirnya.
Vandra terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Cemburu bilang." ejek Vandra dengan senyum seringai
Kaiden mengangkat sebelah alisnya keatas. "Ckk, gak waras banget kalau gue cemburu liat lo sama Zea yang notabene nya pembantu."
Vandra menggeser tubuh, dan berbisik pelan tepat ditelinga Kaiden. "Gue bakal buat Lo cemburu dengan cara gue!"
Vara sedikit minggir karena Zea akan lewat keluar.
"Mas? Saya sudah siap." ucap Zea sambil menatap wajah Vandra.
Vandra mengangkat pandangan, matanya menatap kagum pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Zea, gadis itu terlihat begitu cantik dengan dress hitam bertali spaghetti. Rambutnya di gulung kebelakang, menyisahkan bagian depan yang dibiarkan.
Sangat cantik.
Kaiden menatap tanpa kedip pada kecantikan mantan pacarnya ini. "Boleh gak aku berpendapat kalau kamu lebih cantik dari pada Nesha." batin Kaiden.
Vandra berkedip cepat. "A- Ayo Ze. Kita berangkat." Ajaknya sambil mengulurkan tangan kanannya.
Zea tersenyum sampai giginya terlihat, ia menerima uluran tangan besar itu untuk digenggam. "Ayo mas."
Keduanya bergandengan tangan sambil menuruni undakan tangga. Terlihat begitu manis.
Vandra menggunakan kemeja hitam sebagai bagian dalamnya, ia memadukan jas dengan warna yang sama pula. Semua berwarna hitam, serasi dengan dres yang Zea kenakan.
"Hah... Serasi banget kan kak." Seru Vara menyenggol lengan Kaiden.
Kaiden mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya mengeras, dadanya membusung, menahan rasa emosi yang menggebu, saat melihat bagaimana Zea tersenyum dan menerima uluran tangan Vandra.
Cemburu itu pasti, dan saat mendengar ucapan Vara yang bilang mereka serasi. Jadi kayak pengen meledak. Duarr.
Vara menoleh menatap wajah Kaiden yang mengetat. Alisnya mengerut dalam. "Kak?"
Vara terkekeh. "Jangan bilang lo cemburu!" ucapnya yang mengelilingi tubuh Kaiden.
Kaiden menatap Vara dengan wajah kesalnya. "Cih alasan apa yang buat gue cemburu liat Vandra!" jawabnya acuh sambil melangkahkan kakinya.
"Karena mbak Zea jauh lebih cantik!" Sahut Vara sekenanya. Membuat langkah Kaiden terhenti.
Vara menyusul langkah kakak lelakinya itu dengan centil. "Ayok! Cewek Lo ntar ngereok!"
***.
Pukul 20.30 p.m
Mobil Bugatti biru memelankan lajunya saat tujuan telah sampai. Mobil yang berisi sepasang manusia yang sedang latihan pacaran.
Lux Living Platinum
Hotel terbesar yang disewa untuk melangsungkan resepsi pernikahan teman Vandra.
Vandra turun dan membukakan pintu untuk Zea. Ia menggenggam tangan Zea yang terasa begitu dingin. "Hari ini kamu jadi pacar saya Ze. Jadi kita gak boleh terlihat kaku." Ucap Vandra pelan setengah berbisik.
"Huh... Saya deg-degan mas." jawab Zea yang merasa sedikit takut.
"Ada saya. Tenang saja." Vandra menenangkan Zea, mengelus punggung tangan Zea pelan.
Mereka berdua berjalan beriringan. Diluar banyak pria bertubuh tinggi tegap menjaga diluar hotel.
Zea mengeratkan tangannya di lengan besar Vandra. "Mas mereka orang jahat kah?" Cicit Zea takut.
Vandra mengelus tangan Zea yang berada dilengannya. "Enggak sayang. Mereka penjaga."
Zea mengangkat wajahnya. "Sayang?" tanya nya bingung
Vandra melirik Zea dengan senyum tipisnya. "Kamu lupa?"
Bibir Zea mengerut, bola matanya melirik kanan kiri cepat. "Oh iya." Ucapnya malu dan langsung menempelkan kepalanya di lengan Vandra.
Vandra menarik nafas dalam. "Dia Zea. Dia gak lebih dari pembantuku Sha. Sampai kapanpun gak akan ada yang bisa gantiin kamu." batin Vandra.
"Tuan" sapa seorang pria yang berjaga. Ia membuka jalan yang tadinya ia halangi.
Vandra tersenyum sebagai balasan.
Ballroom hotel megah dan mewah ini, sudah berisi ratusan orang didalamnya. Ramai dan padat. Vandra yang notabene nya adalah anak pengusaha kaya raya, sangat familiar dengan wajah tampannya.
"Vandra ya." Seorang wanita paruh baya menghampirinya
Vandra mengangguk sopan. Wajahnya datar karena memang ia tidak kenal.
"Kamu masih ingat tente kan."
Vandra menggeleng. "Siapa?"
Wanita paruh baya itu terlihat menipiskan bibirnya. "Tante Susi. Ibunya Fadela."
Zea ikut mengangkat wajah. "Fadel cicak dinding nya Lolly mas?" tanya Zea pelan.
Vandra tertawa geli dengan pertanyaan Zea.
Wanita itu menuding wajah Zea dengan tatapan tak suka. "Dia pacarmu?"
Vandra mengangguk. "Duluan ya tante." pamit Vandra yang langsung meninggalkan wanita itu.
Mereka berjalan berdua melewati kerumunan orang-orang.
"Van." diujung sana ada seorang pria berjas mengangkat tangannya memanggil Vandra.
Vandra dan Zea mendekat kemeja pria itu duduk.
"Baru datang?" tanya si pria yang menyalami tangan Vandra.
"Dia pacarmu?"
Vandra hanya memutar bola matanya. "Oh iya Raf. Kenalin ini Zea. Zea kenalin ini Rafli." Terang Vandra memperkenankan.
Rafli mengulurkan tangannya, dan dijabat langsung oleh tangan kecil Zea.
"Zea"
"Rafli"
Zea menarik tangan Rafli yang menggenggam erat. Zea melirik Vandra yang juga menatap tangan itu dengan wajah menekuk.
"Ekhem. Lepas lah!" Peringat Vandra yang langsung melepaskan tangan Rafli.
Rafli cengengesan. "Cantik juga cewek Lo." pujinya tulus. Matanya tak lepas dari gadis cantik itu.
"Ayo duduk dulu."
Vandra menarik kursi untuk Zea duduki. "Duduk sini." ucap Vandra meminta Zea pindah tempat duduk disebelah kirinya.
"Takut banget cewe lo duduk dekat gue!" goda Rafli dengan senyum lebarnya.
Zea tersenyum tawar. Jujur saja ia tak suka dengan pandangan pria yang ada didepannya saat ini.
Berulang kali Zea membuang pandangan. Tapi tetap saja. Lelaki yang bernama Rafli terus menatap kearahnya. Dibawah meja tangan Vandra tak henti mengelus telapak Zea yang semakin dingin.
Vandra menatap tajam kearah Rafli. Namun tanggapan Rafli hanya acuh dan tak peduli.
"Zea?"
Merasa dipanggil, Zea jadi menoleh kebelakang nya. Ada Mawar dan seorang pria yang sepertinya adalah suaminya.
"Sayang sebentar ya." pamit Zea beranjak berdiri.
Vandra menahan pergelangan tangan Zea lembut. Ia menatap lekat wajah cantik Zea. "Mau kemana hm?"
Zea tersenyum manis. "Ada Bu Mawar tuh." tunjuk Zea ke arah belakang.
Vandra menoleh. Dan benar disana ada kedua orang tuanya dan Mawar, wanita yang tadi Zea katakan.
Vandra menatap wajah Zea begitu dalam dan lama. "Jangan jauh-jauh. Oke." Pesan Vandra yang menyelipkan helaian tipis rambut Zea.
Zea mengangguk dengan mata yang berbinar. "I love you." ucap Zea tanpa suara.
Setelahnya ia beranjak berdiri meninggalkan Vandra yang terus menatap punggung Zea hingga menjauh.
"Wow." seru Estiana beranjak berdiri. Ia memegang lengan Zea. "Kamu cantik sekali malam ini."
Mawar tersenyum manis. "Wajahnya mirip sama Geisha kalau dandan begini." ucap Mawar lirih.
"Sayang. Stop bilang siapapun mirip dengan Geisha. Okey." Haidar suami Mawar menenangkan.
Mawar menepis tangan suaminya. "Enggak sayang. Kalau yang satu ini beneran mirip Geisha kecil." akunya tak mau kalah.
Haidar hanya menggeleng. Mawar sang istri selalu begitu. Bukan hal baru dan kaget bagi Haidar yang mendengar bagaimana Istinya berargumen seseorang mirip Geisha putri pertama mereka.
Baginya, Geisha putri kecil mereka yang hilang 19 tahun yang lalu. Tak akan terganti oleh siapapun.
Zea tersenyum. Enggak perduli juga siapa yang dikatakan mirip dengannya. Ia menyalami tangan Mawar dan sang suami dengan sopan.