Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 35
"Apa kau bilang? Kenapa tiba-tiba kau berkata begitu?", Rayyan masih tak percaya dengan apa yang didengarnya.
Dia menemui In-ho untuk mengingatkan agar dia lebih bijak dalam bersikap, tapi tanggapan yang dia dapat sungguh di luar dugaan.
"Maafkan aku Ray, seharusnya aku jujur sejak awal padamu. Aku mengira semuanya akan baik-baik saja. Aku akan bisa melupakan Asna dan belajar untuk mencintai Eun-mi seiring pernikahan kami nanti. Tapi.. Dae-ho, ia ternyata sangat menyukai Asna. Bahkan sampai memohon padaku untuk menjadikan Asna sebagai ibunya", ujar In-ho dengan wajah yang terlihat sedih.
Rayyan menatap In-ho dengan wajah pias. Bagaimana ini? Semua yang telah diusahakannya terancam gagal. Bagaimana nasib Eun-mi? Dan bagaimana ia bisa segera pulang ke Indonesia kalau keadaannya jadi kacau begini?
"In-ho, tolong dengarkan dulu. Aku mohon kau memikirkan hal ini baik-baik. Bukan hanya kau dan Eun-mi, atau juga Dae-ho yang terlibat. Bagaimana dengan keluarga besar kalian? Eun-mi wanita yang baik, dan aku sangat yakin ia bisa menjadi ibu yang baik untuk Dae-ho. Dan kau juga pasti mengerti, membujuk seorang anak kecil jauh lebih mudah dibanding mencegah kemurkaan dari sekelompok orang dewasa", ucap Rayyan yang jelas merasa panik dibuatnya.
In-ho terdiam. Ia menyadari bahwa apa yang dikatakan Rayyan benar adanya. Ia sebenarnya hanya memanfaatkan Dae-ho sebagai alasan untuk membenarkan dan memperkuat apa yang akan dia putuskan.
Sebenarnya dirinya lah yang merasa tak sanggup untuk menjauhkan Asna dari hati dan pikirannya. Bagaimana mungkin? Semakin hari, semakin ia tak bisa jauh dari Asna. Selalu mencari cara untuk bertemu, dan Dae-ho adalah salah satu alasan yang dipakainya.
"In-ho, aku mohon sekali lagi agar kau mempertimbangkan keputusanmu. Aku tak ingin kau menyesal nanti saat semuanya sudah terlanjur berantakan", ucap Rayyan lagi.
In-ho tetap diam menunduk. Tak tahu harus menjawab apa, mulutnya seolah tak menemukan kosakata yang tepat untuk menanggapi ucapan Rayyan.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Pikirkan baik-baik, nanti kita bicara lagi", Rayyan kemudian berdiri lalu menuju keluar.
In-ho tetap duduk diam seraya menunduk. Pikirannya menjadi kalut dan hatinya terasa gundah. Cinta telah membuat dirinya terjebak dalam dilema.
*********
David sedang berada di sebuah cafe yang terletak di area gedung perkantoran. Sesekali dilihatnya jam di tangannya, untuk memastikan apakah orang yang ditunggunya akan segera tiba atau malah terlambat.
Sesaat kemudian, orang yang ditunggunya tadi memasuki cafe itu. Setelah melihat David, ia segera menghampiri kemudian duduk di hadapannya.
"Maaf, aku baru datang", ucapnya pada David.
"Tidak masalah Nona Park, saya juga belum lama di sini", sahut David.
Eun-mi kemudian memanggil pelayan untuk memesan sesuatu. Setelah itu ia menatap David dengan wajah serius.
"Begini David, aku tak ingin di kemudian hari ada masalah bila kau tidak mengetahui masalah Asna. Karena itu hari ini, aku akan memberitahumu apa yang memang perlu kau ketahui. Dan aku sangat berharap bila kau tak membagi hal ini pada yang lain apalagi kalau akhirnya kau mengurungkan niatmu terhadap Asna", ucap Eun-mi.
David sedikit banyak merasa gugup dibuatnya.
"Tentu saja Nona Park, saya berjanji", sahut David.
"Termasuk pada Rayyan!", ujar Eun-mi.
"Termasuk pada Rayyan", sahut David sambil mengangguk.
"Baiklah, aku harap kau dengarkan aku sampai selesai, baru kau bertanya atau menanggapi", pesan Eun-mi lagi.
David kembali mengangguk.
Eun-mi lalu memulai ceritanya tentang Asna. Asna Luthfia, gadis asal Palembang. Ayahnya seorang pribumi sementara ibunya merupakan wanita Tionghoa. Lulusan ilmu fotografi di sebuah sekolah tinggi ternama di tanah air, yang kemudian mengikuti program magang di Korea Selatan. Orang tuanya tentu tak keberatan, karena pamannya sudah lebih dulu menetap di sana.
Ia bekerja di sebuah perusahaan media, dan di sanalah ia bertemu dengan mantan kekasihnya. Seorang fotografer sukses yang pernah menjadi salah satu profil yang diwawancarai perusahaannya.
Pertemuan mereka yang cukup intens, serta kesamaan minat membuat hubungan mereka berkembang menjadi lebih dekat. Asna yang begitu mengagumi lelaki itu tak bisa menyembunyikan rasa bahagia saat mendapatkan pernyataan cinta darinya.
Namun malangnya, Asna yang lugu malah menjadi sasaran empuk atas sifat bejat yang selama ini disimpan rapi oleh lelaki itu. Dengan tipu daya, ia membuat Asna tak sadarkan diri dan dengan teganya merampas kesucian Asna.
Yang lebih buruk lagi adalah ia melakukannya berkali-kali. Bodohnya Asna, ia masih tetap bertahan di samping lelaki itu dengan berpegang pada janji akan sebuah pernikahan.
Sampai akhirnya Asna hamil dan meminta untuk segera dinikahi. Tapi apa yang dia dapat? Pandangan jijik dan makian yang keluar dari mulut lelaki itu. Janji untuk menikahi Asna hanyalah angan-angan kosong, karena ternyata lelaki itu sudah bertunangan dengan perempuan lain.
Lelaki itu kemudian menikah dan meninggalkan Korea untuk menetap bersama isterinya di negara lain. Asna begitu terluka, perih, dan terpuruk. Pekerjaannya pun berantakan, hingga membuat ia diberhentikan dari kantornya. Sementara janin yang dikandungnya terus membesar.
Sempat ia ingin menggugurkannya, tapi ia sadar kalau itu hanya akan menambah daftar kesalahannya. Bagaimana mungkin kebodohannya harus ditanggung oleh calon bayi yang tak berdosa.
Akhirnya yang bisa dilakukannya hanya kembali ke tanah air dengan membawa luka di hati untuk menyongsong murka dari kedua orangtuanya.