Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sore ini Rayhan memilih untuk pulang lebih cepat, bahkan mengabaikan Andika yang mengajaknya nongkrong di kedai coffie. Meninggalkan Andini di rumah baru pada hari pertama cukup membuatnya kepikiran. Walaupun pernikahan dadakan dan tak di inginkan tetapi tetap saja dia sadar aturan.
"Loe langsung balik?"
"Iya," Raihan membereskan meja kerjanya dan keluar dari ruangan diikuti oleh Andika.
"Tumben......mau ngadon loe ya! Bilang nggak cinta tapi ketagihan!"
"Nggak gitu konsepnya, adek loe gue tinggal tanpa gue tinggalin apa-apa. Mana di rumah baru, ya kali gue jadi laki diem aja!"
"Oke...oke tanggung jawab itu namanya. Bagus adik ipar!" Andika menepuk sebelah pundak Rai.
Mereka memasuki lift untuk turun, lift khusus untuk Rai dan Andika tanpa di ganggu dengan karyawan lain yang kebetulan juga membubarkan diri.
"Gue balik duluan, loe juga langsung pulang. Jangan mampir di tempat janda!"
"Kalo jandanya berkelas mau gue! lagi pusing nich..si Jony belum muntah udah seminggu!"
"Besok gue anterin sabun ke rumah loe!" seru Raihan segera masuk ke mobil.
"Sabun? dasar adik ipar nggak ada akhlak. Seenggaknya loe beliin gue mainan kek...AKKKHHH....nasib jomblo Jon-Jon!"
Cukup 45 menit perjalanan dari kantor ke rumah jika dalam keadaan ramai lancar. Turun dari mobil tanpa harapan apa-apa. Apa lagi berharap ada yang menyambut, paling mentok simbok yang senantiasa di dapur.
"Udah pulang den!"
"Iya mbok." Raihan melirik ke kamar atas, dia berpikir Andini belum terbiasa dengan suasana sehingga terus di kamar tanpa ingin bersantai di bawah.
"Mau teh manis apa kopi den?"
"Nanti aja mbok, aku ke atas dulu ya." Raihan segera naik ke atas dan masuk kamar.
Sepi. Itu yang mewakili suasana kamar yang seperti tak ada nyawa. Pandangannya menyapu sekitar tak juga ia temukan wanita yang kemarin ia nikahi. Mengecek di kamar mandi pun hanya menyisakan aroma vanila yang masih terasa.
Raihan membuka ponselnya tetapi tak ada pesan dari Andin, kemudian turun kembali mencoba menanyakan pada simbok yang masih sibuk di dapur.
"Mbok, Andin kemana?" tanyanya berdiri di tengah undakan tangga.
"Owh iya den, non Andini keluar. Katanya tadi mau ke mall, mungkin ada yang mau di beli den."
Raihan mengernyitkan dahinya, "sama siapa mbok?"
"Tadi sich berangkatnya sendiri den, katanya naik taksi." Simbok hanya memberi informasi yang ia tau saja, cukup mengerti sikap majikannya yang memang ia rawat sejak bayi.
Apa lagi kegagalan rumah tangga sebelumnya, tak pernah ada sambutan saat pulang kerumah. Jarang ada kata bersama hingga rumah tangga retak. Simbok yang menjadi saksi percekcokan yang sering terjadi hingga memutuskan untuk berpisah. Dan kini wanita yang sudah menganggap Rai seperti putranya sendiri berharap ini yang terakhir.
"Owh ya sudah mbok, saya mau istirahat dulu."
Raihan kembali menuju kamar, masuk kamar mandi dan memilih berendam sejenak. Tak kecewa dengan sikap Andini, hanya khawatir karena amanah yang orang tuanya berikan. Apa lagi sebelumnya memang Andini sudah seperti adik sendiri.
Mungkin belum ada cinta yang ada membuat mereka tampak biasa, Rai pun tak ingin mempermasalahkan. Selesai membilas tubuhnya di bawah shower, Rai keluar dan berganti pakaian. Memilih melipir ke kamar sebelah tempatnya bekerja, menyibukkan diri karena memang ada beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan karena buru-buru ingin pulang.
Fokus bekerja tak terasa ternyata sudah jam 8 malam, simbok mengetuk pintu mengingatkan makan malam. Raihan segera menutup laptopnya dan melangkah menuju meja makan. Hanya ada nasi dan lauk yang menemani tanpa hadirnya orang yang berarti di sisi.
"Andini belum pulang mbok?" tanyanya saat simbok menuangkan air mineral di gelas Rai.
"Belum pulang den, coba di hubungi ponselnya. Buat memastikan den."
"Ia nanti saya hubungi mbok." Raihan makan dengan pikiran kemana-mana, anak perempuan orang jam segini belum pulang. Sedang kalo di rumah mamahnya sudah pasti teriakan mencari anaknya yang kadang lupa aturan.
Selesai makan kembali ke meja kerja, mencoba tenang jika Andini baik-baik saja, cukup kalem dan tidak gerasa gerusu. Mungkin bersama dengan sahabatnya. Karena tak mungkin perempuan jalan sendirian selama ini, atau mungkin dengan Tara.
Hingga pukul setengah sebelas Rai keluar dari ruang kerja menuju kamar ingin sedikit merebahkan tubuhnya tetapi cukup di buat terkejut dengan tidak adanya keberadaan Andini.
Kembali turun dan menanyakan pada simbok, tapi ternyata belum juga pulang. Meminta di buatkan kopi sebagai teman merokok. Sehari jadi istri sudah membuat cemas, awas aja pulang dalam keadaan mabuk seperti kemarin. Tindakan tegas akan ia berikan jika benar begitu.
Simbok masuk dengan kopi hitam yang masih mengepul, aroma menggoda sedikit menenangkan.
"Den, ini kopinya."
"Andini sudah pulang mbok?" pertanyaan yang sudah sekian kali Rai ucapkan. Simbok sedikit tersenyum melihat Rai yang cemas.
"Sudah pulang, baru aja den. Kalo gitu simbok istirahat dulu ya."
"Iya mbok, makasih ya." Sedikit lega, tetapi cukup tak nyaman saat melirik jam yang sudah bergeser di angka sebelas lewat.
Selesai menghabiskan kopi dan dua batang rokok, Rai segera melipir masuk kamar. Tampak Andin yang baru ingin merebahkan tubuhnya kemudian kembali terduduk. Rai yang ingin membuka mulut untuk sekedar bertanya di buat galfok dengan baju tidur yang Andin kenakan. Dengan baju tidur tali satu di kedua sisi dan berbahan satin. Jelas membuat sesuatu di dalam diri.
Andini yang sudah terbiasa memakai itu pun seakan lupa bagaimana jika di serang macan kelaparan. Sadar akan kesalahannya yang pulang malam di rumah orang kemudian meminta maaf.
"Maaf kak tadi aku pulang telat."
Raihan menarik nafas dalam mencoba menguasai diri, sedangkan dibawah sana aktif menggeliat.
"Eeheeem jangan di ulangi lagi." Raihan segera melangkah ke pojok ruangan yang terdapat air mineral, itu selalu di sajikan oleh simbok karena Raihan yang tengah malam suka kehausan.
Andini pikir Rai akan marah tetapi ternyata tidak, dia segera mengambil posisi ternyaman tidur miring memunggungi Ray dengan selimut yang menutupi sebatas dada.
Setelah minum satu gelas penuh, kemudian dia melangkah menuju ranjang. Merebahkan tubuhnya di samping Andini, tetapi lagi-lagi di buat panas dengan pundak polos yang terlihat jelas menggoda.
Bolak balik atur posisi tak juga membuat Rai terlelap, apa lagi posisi keduanya yang berada di satu selimut yang sama. Berkali-kali membuang nafas kasar merutuki ucapannya pada Andika tadi. Nggak mungkin dia juga mengikuti jejak Andika yang berselancar dengan sabun.
Hampir subuh dirinya baru bisa terlelap, hingga matahari menyapa belum kunjung terjaga. Andini yang sudah siap dengan baju kantornya kini sedang berias di depan cermin. Melirik Rai yang masih pulas membuatnya tak tega.
"Bangunin jangan....bangunin jangan .....jangan dech kayaknya pules bener. Ntar gue kesalahan lagi. Toh situ bos, nggak bakal ada yang ngocehin juga kalo telat. Bye bye suami sementara...."
si andin kuat bget
kalo gue mah 30 meni aja udah nyerah.
mkasih bnyak thorr🫰